Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Balik Filosofi Sate

30 Januari 2018   15:22 Diperbarui: 30 Januari 2018   22:44 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang sate di Jawa sekitar tahun 1870 (masaksate.blogspot.com)

Dari segi bahan, ada beberapa jenis sate, misalnya sate ayam, sate kelinci, sate kambing, sate sapi, sate kuda  dan sate kerbau. Sedangkan dari segi bumbu dan kekhasan daerah ada sate Madura, Padang, Ponorogo, Tegal, Ambal, Blora, Banjar, Makassar, Buntel, Lilit, Pusut, Ampet dan sate Maranggi.

Seiring dengan perjalanan waktu, orang Indonesia banyak yang melakukan perjalanan ke negara-negara lain dengan berbagai tujuan. Di negara-negara yang mereka kunjungi itu pun sate tetap menjadi salah satu sajian khas mereka.

Maka di beberapa negara sekarang dikenal juga sate. Sate ada di Malaysia, Singapura, Thailand, China bahkan ada di Afrika Selatan. Saking populernya sate di negara-negara Asia Tenggara, turis-turis Barat terkadang hanya tahu bahwa sate itu berasal dari Thailand atau Malaysia.

Inilah salah satu kelemahan kita sebagai bangsa. Tradisi-tradisi kebudayaan kita banyak diklaim oleh negara-negara tetangga termasuk sate ini. Padahal seorang pencinta kuliner dan food writer, Jennifer Brennan mengatakan bahwa sate berasal dari Jawa (Lihat di sini).

Pedagang sate di Jawa sekitar tahun 1870 (masaksate.blogspot.com)
Pedagang sate di Jawa sekitar tahun 1870 (masaksate.blogspot.com)
"Nilai-nilai Kesatean"

Bagi kita sebagai Bangsa Indonesia, sate bukan semata-mata makanan tinggi kolesterol yang lezat. Sate juga memiliki nilai-nilai filosofis yang luhur dan berguna untuk kita renungkan dan kita "amalkan" selain sekedar menikmati kelezatannya.

Mengapa sate dipotong kecil-kecil? Hal ini bukan semata-mata agar mudah dalam proses pembakarannya. Namun, di dalam cara tersebut terkandung nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Satu nilai budaya yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia.

Bagi sebagian orang, sate (daging) menjadi sajian makanan istimewa. Orang kampung tidak setiap hari atau sering memakan sajian daging ini. Terkadang mereka hanya menikmati makan daging satu tahun sekali ketika lebaran Idul Adha.

Tentu saja bagi mereka, sate menjadi salah satu sajian makanan yang harus dinikmati oleh seluruh keluarga. Maka, semakin kecil potongan-potongan dagingnya, semakin banyak anggota keluarga yang ikut menikmatinya.

Coba saja bandingkan dengan sajian makanan orang Barat seperti steik atau barbeque. Satu porsi makanan itu hanya bisa dinikmati oleh satu orang saja. Sedangkan satu porsi sate bisa disantap oleh seluruh anggota keluarga (sesuai dengan jumlah tusuk dalam porsinya).

Nilai lain yang terkandung dalam sate adalah nilai kesederhanaan. Memasak daging sebenarnya menjadi pekerjaan tersendiri yang "cukup melelahkan" dan membutuhkan beragam bumbu termasuk alat-alat untuk memasaknya. Tetapi tidak demikian halnya dengan sate.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun