Mohon tunggu...
Mahayu CiptaningMulia
Mahayu CiptaningMulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Unissula

Pemula dan Sedang Belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisasi terhadap Bahasa Daerah

26 Juni 2022   18:15 Diperbarui: 26 Juni 2022   18:38 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Mahayu Ciptaning Mulia (Mahasiswi Prodi S1 Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Menurut Ethnologue : Bahasa Dunia menyatakan bahwa Indonesia memiliki sedikitnya 742 bahasa, 737  di antaranya masih hidup atau  digunakan. Saat ini, ada dua bahasa  ibu  yang bertindak sebagai bahasa kedua tanpa penutur, tetapi tiga  lainnya telah menghilang. 

Beberapa bahasa yang masih hidup ini diyakini terancam punah karena berkurangnya jumlah penutur karena sedikitnya penutur asli yang tersisa, tetapi karena salah satunya pengaruh wilayah dominan lainnya. Beberapa bahasa mendapatkan tekanan lebih. 

Apalagi sifat masyarakat Indonesia yang multi etnis dengan bahasa dan budayanya masing-masing tentunya membuka peluang terjadinya kontak melalui komunikasi dan interaksi antar suku yang berbeda bahasa dan budayanya.

Pemerintah berupaya melindungi bahasa daerah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertahan sebagai linguistik utama dan etnik. Hal ini telah diatur oleh Bendera, Bahasa, Undang-Undang Lambang Nasional dan Undang-Undang Bendera.

Bahasa dan Lagu Nasional Pasal 1 Lagu Kebangsaan menyatakan bahwa “bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia secara turun temurun di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia”. Kemudian Pasal 42 (1) menyatakan: Sebagian dari budaya tetap ada dalam  kekayaan  Indonesia.

Menurut Stewart, vitalitas bahasa adalah penggunaan sistem bahasa oleh komunitas penutur asli yang tidak terisolasi. Bahasa tersebut jelas ditakdirkan untuk menghilang hingga terus  mengalami penurunan jumlah penutur dan akhirnya kehilangan atau menghilangkan penutur asli. Berikut ini adalah beberapa gejala kematian bahasa di wilayah tersebut, seperti:

1. Penurunan secara drastis jumlah penutur aktif,
2. Semakin berkurangnya ranah penggunaan bahasa,
3. Pengabaian atau pengenyahan bahasa ibu oleh penutur usia muda,
4. Usaha merawat identitas etnik tanpa menggunakan bahasa ibu,
5. Penutur generasi terakhir sudah tidak cakap lagi menggunakan bahasa ibu, artinya tersisa penguasaan pasif (understanding without speaking), dan
6. Contoh-contoh mengenai semakin punahnya dialek-dialek satu bahasa, keterancaman bahasa Kreol dan bahasa sandi.

Kepunahan bahasa daerah merupakan fenomena penting yang memerlukan pemantauan dan penanggulangan yang serius dan cermat. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kepunahan bahasa: alami dan non-alami. Faktor alami yang tidak dapat dielakkan dapat berupa bencana alam, pengaruh mayoritas bahasa, komunitas bahasa dwibahasa atau multibahasa, pengaruh globalisasi, migrasi (migrasi), dan perkawinan antaretnis (perkawinan campuran). 

Di sisi lain, kurangnya penghargaan terhadap bahasa daerah, kurangnya konsentrasi dalam penggunaan bahasa daerah, dampak faktor ekonomi, dan dampak penggunaan bahasa Indonesia bukanlah penyebab yang wajar.

Bahasa daerah dapat terus bertahan dan berkembang dengan memberinya ketenaran. Beberapa upaya harus dilakukan agar bahasa daerah dihormati dan dihargai oleh penuturnya sendiri antara lain

1. Keluarga didorong untuk tetap berusaha menjadikan bahasa daerah itu sebagai bahasa pertama bagi anak-anak.

2. Bahasa dan budaya daerah dijadikan mata pelajaran muatan lokal sejak sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas.

3. Bukan hanya sosialisasi penggunaan aksara Lontara untuk menuliskan nama jalan dan gedung, melainkan juga menggali dan mengungkap ungkapan-ungkapan bahasa daerah sebagai nama gedung-gedung dan fasilitas-fasilitas modern yang ada.

4. Pelembagaan nilai-nilai budaya utama perlu digalakkan melalui ungkapan-ungkapan dan pepatah-pepatah serta seni budaya tradisional lainnya.

5. Perlu digalakkan usaha pembudayaan diri dalam nilai-nilai budaya yang menjadikan generasi penerus tetap memiliki identitas karakter sebagai, misalnya orang Bugis.

6. Perlu dihidupkan usaha penggunaan bahasa daerah formal pada upacara-upacara adat-istiadat, misalnya prosesi pernikahan.

Sumber : Tondo,HF. 2009. KEPUNAHAN BAHASA-BAHASA DAERAH: FAKTOR PENYEBAB DAN IMPLIKASI ETNOLINGUISTIK. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol 11 No 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun