Mohon tunggu...
Mahawikan Akmal
Mahawikan Akmal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Tulisanku sebagai warisan abadi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Varian Delta Akan Memaksa Jokowi Lakukan Lockdown

29 Juni 2021   14:46 Diperbarui: 29 Juni 2021   14:57 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lockdown atau PSBB ketat, via: m.ayobogor.com 

Di tengah badai kasus COVID-19 yang kian meroket, masyarakat dan pemerintah mencoba mencari eksplanasi dan scape-goat atau kambing hitam untuk disalahkan atas lonjakan kasus ini. Pasalnya, lonjakan kasus yang terjadi sangatlah signifikan. Secara nasional, pertambahan kasus seminggu terakhir (data per-28 Juni) sudah menunjukkan lonjakan kasus sebesar 240% dibanding periode yg sama pada bulan Mei lalu. 

Dii beberapa wilayah tercatat lonjakan kasus di level mendekati ribuan persen, atau hampir 10 kali lipat. Misal DKI Jakarta yang mencatat 850% kenaikan kasus seminggu terakhir dibanding periode yang sama di bulan lalu. DIY yang mencatat 350% kenaikan, dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, kasus kematian pun terus menanjak seiring penuhnya rumah sakit dan kolapsnya fasilitas dan layanan kesehatan. Tercatat kasus kematian secara nasional melonjak 150%.

Parahnya Keadaan di DKI Jakarta

(CT) Community Transmission Level atau level penularan komunitas di DKI Jakarta sudah menyentuh level 4 atau level penularan tertinggi. 

Dalam seminggu terakhir, di DKI Jakarta saja sudah terdapat 49,366 kasus baru atau sebanyak 470 kasus/100,000 penduduk . Angka ini 3 kali lipat standar minimal Community transmission level 4. Bisa dikatakan 3 kali lipat lebih berbahaya dari level penularan paling berbahaya. 

Jumlah jenazah yang dimakamkan menggunakan protap COVID-19 (korban meninggal degan status positif COVID-19 + probable) dalam seminggu terakhir mencapai angka 1,117 jenazah atau 10,6 kematian/100,000 penduduk. Padahal threshold CT 4 untuk korban meninggal/minggu ada di angka >5 kematian/100,000 penduduk. 

Kemudian dalam seminggu, ada 8,850 atau 84.3 kasus ranap (Rawat Inap) baru/100,000 penduduk di DKI Jakarta. Threshold CT 4 ada di level >30 kasus ranap baru/100,000 penduduk.

Dalam seminggu terakhir juga dicatat positivity rate atau tingkat positivitas di angka 34.4%. Padahal thershold CT 4 ada di angka >20%.

Lalu, hal apa yang dapat mendorong pertumbuhan kasus hingga bisa meledak seperti sekarang ini?

Beragam faktor tentunya. Mulai dari turunnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, mobilitas dan interaksi antar-warga yang meningkat pada periode puasa dan lebaran, hingga masuknya varian baru khususnya varian delta yang mempunyai daya tular yang sangat tinggi.

Daya Tular Varian Delta

Varian delta atau yang diidentifikasi sebagai varian B.1.617.2 pertama kali terdeteksi di India. Melansir Hindustantimes.com, Varian Delta ini 97% lebih menular daripada varian awal atau varian asli SARS-CoV-2 saat pertama kali menyebar dari Wuhan ke seluruh dunia. Angka reproduksi Varian Delta pun disinyalir berada di angka 5.6-6.7. Artinya, setiap orang yang tertular varian ini, rata-rata akan menularkan ke 5-7 orang lainnya. 

Hal ini sangat mengkhawatirkan. Karena jika tidak ada pembatasan interaksi dan mobilitas warga yang cukup kuat, varian ini akan menyebar dengan sangat cepat. Dengan begitu juga akan membunuh dengan sangat cepatnya. Berkaca pada fakta yang ada, dengan pembatasan sosial (PPKM Mikro) di Indonesia yang kian lemah dan inefektif menekan laju penularan yang ada, tanpa ada keraguan dalam pikiran penulis bahwa varian ini akan terus meluluhlantakkan sistem layanan kesehatan mulai dari daerah sampai tingkat nasional. 

Lockdown Sebagai Solusi

Diketahui bahwa lockdown atau pembatasan sosial yang sangat ketat dalam berbagai spektrum penerapannya adalah langkah paling efektif, dalam usaha mengurangi tingkat penularan di masyarakat. Mobilitas masyarakat akan menurun drastis karena hanya sektor esensial saja yang boleh beroperasi dengan kapasitas yang juga terbatas, tempat hiburan dan tempat ibadah umum ditutup, restoran tidak menerima makan di tempat sama sekali, dan penjagaan ketat aparat di jalan untuk memastikan warga tetap di rumah kecuali keadaan yang memaksa. Dengan begitu interaksi individu di masyarakat akan menurun, pun juga dengan risiko penularan di masyarakat.

Sebagian negara yang mengalami peningkatan kasus akibat varian delta yang ditemukan di negara mereka pun mulai memberlakukan dan menimbang opsi lockdown untuk menekan laju penularan. Australia yang sebelumnya seakan bebas kasus penularan memberlakukan kebijakan lockdown selama 2 minggu di Wilayah Sydney akibat lonjakan kasus di sana. Selain itu Bangladesh pun memberlakukan nationwide lockdown atau lockdown secara nasional setelah kasus COVID-19 di sana meroket akibat kehadiran Varian Delta ini. 

Walaupun bukan opsi paling efisien, bentuk pembatasan sosial ini tentu adalah yang paling efektif dalam membatasi penularan di masyarakat. Saat ini pun, Indonesia butuh efektivitas kebijakan pembatasan sosial yang tinggi, bukan efisiensi yang ditakar menggunakan hitungan ekonomi. Hal ini karena taruhannya adalah ribuan nyawa rakyat Indonesia. Jika kebijakan yang kurang efektif ingin dipertahankan, penularan yang ada akan terus meluas dan menghabisi puluhan ribu sampai ratusan ribu nyawa rakyat Indonesia. Maka dari itu, Pemerintah khususnya Pak Presiden Joko Widodo harus memilih opsi lockdown sebagai rem darurat yang akan menyelamatkan nyawa rakyatnya dibanding terus menerus mempertahankan ego politiknya!

Referensi:

Voanews [1] [2]

Hindustantimes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun