Sudah hampir 1 tahun kita hidup dalam bayang-bayang virus corona. Silih berganti kebijakan pembatasan sosial diterapkan oleh pemerintah. Namun, sudahkah kita sebagai masyarakat umum mengenal dan memahami indikator-indikator yang dipakai para pemegang kebijakan dan para epidemiolog dalam menerapkan kebijakan pembatasan sosial? Mari kita mengenalnya lebih jauh...
Dalam imbauannya, WHO (World Health Organization) memberikan guideline interim bagi para pemegang kebijakan dalam konsiderasi penerapan PHSM (Public Health and Social Measure) atau kebijakan pembatasan sosial berbasis kesehatan masyarakat.Â
Dalam guideline-nya, WHO menekankan bahwa keputusan untuk mengimplementasikan, meringankan, atau mencabut kebijakan pembatasan sosial harus berpaku terutama pada penilaian situasi dari intensitas penularan dan kapasitas sistem kesehatan untuk merespons penyebaran SARS-CoV-2 di masyarakat, dengan tidak melupakan efeknya terhadap social welfare atau kesejahteraan sosial. PHSM pun harus terus-menerus disesuaikan dengan intensitas penularan di masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan di suatu negara dan di tingkat sub-nasional (kedaerahan).
Menilai tingkat penularan adalah kunci untuk menilai situasi COVID-19 secara keseluruhan di area tertentu dan oleh karena itu memandu keputusan penting tentang aktivitas respons dan menyesuaikan langkah-langkah pengendalian epidemi. WHO sebelumnya mendefinisikan empat skenario penularan untuk menggambarkan dinamika epidemi:Â
1. Tidak ada kasus yang dilaporkan (termasuk tidak ada penularan dan tidak adanya kasus yang terdeteksi dan dilaporkan),Â
2. Kasus sporadis,Â
3. Kasus cluster atau kasus kelompok, dan
4. Community Transmission atau transmisi komunitas.
Dengan banyaknya negara yang sekarang mengalami transmisi komunitas dan berusaha menyesuaikan PHSM ke berbagai tingkat intensitas yang berbeda, pembaruan klasifikasi transmisi telah dikembangkan untuk memberikan perincian yang lebih lengkap. Dengan begtiu, dikembangkan berbagai indikator untuk mengetahui intensitas transmisi, dengan demikian membantu pengambilan keputusan.
Sekarang ada tujuh kategori klasifikasi tingkat penularan, yaitu:
* Tidak ada kasus (aktif),
* Kasus Impor / Sporadis,
* Kasus Cluster, dan 4 tingkatan CT (transmisi komunitas)Â
* CT1: Insiden rendah kasus yang didapat secara lokal tersebar luas yang terdeteksi dalam 14 hari terakhir
* CT2: Insiden sedang dari kasus yang didapat secara lokal tersebar luas yang terdeteksi dalam 14 hari terakhir
* CT3: Insiden tinggi kasus yang didapat secara lokal yang tersebar luas dalam 14 hari terakhir
* CT4: Insiden yang sangat tinggi dari kasus yang didapat secara lokal yang tersebar luas dalam 14 hari terakhir
Lalu apa saja indikator yang dapat digunakan dalam mendiagnosis keadaan epidemiologi di lapangan? Menurut WHO ada 4 indikator epidemiologi primer yang digunakan untuk menilai tingkatan CT COVID-19, yaitu:
1. Hospitalization rate (Hr) atau tingkat ranap (rawat inap),
Indikatornya adalah rata-rata tingkat ranap COVID-19 baru per 100.000 populasi/minggu dalam periode dua minggu terakhir.Â
Untuk CT 1, maka tingkat ranap >5 kasus ranap baru COVID-19/100,000 populasi/minggu, CT 2 tingkat ranap 5-10 kasus ranap baru COVID-19/100,000 populasi/minggu, CT 3 tingkat ranap baru COVID-19 10-30 kasus ranap/100,000 populasi/minggu, CT 4 tingkat ranap baru COVID-19 >30 kasus ranap/100,000 populasi/minggu.
2. Mortality rate atau tingkat mortalitas COVID-19 (M)
Indikatornya adalah rata-rata jumlah kematian terkait COVID-19 per 100.000 populasi/minggu dalam periode dua minggu terakhir.Â
Untuk CT 1, (M) di level (M<1)
Untuk CT 2, (M) di level (1-Untuk CT 3, (M) di level (2-Untuk CT4, (M) di level 5+
3. Case Incidence atau Insidensi Kasus (I)
Indikatornya adalah rata-rata kasus baru yang terkonfirmasi per 100.000 populasi/minggu dalam periode dua minggu terakhir.
Untuk CT 1, (I) di level (I<20)
Untuk CT 2, (I) di level (20-< I <50)
Untuk CT 3, (I) di level (50 -< I <150)
Untuk CT 4, (I) di level 150+
4. Test Positivity (+ity) atau tingkat kepositifan
Indikatornya adalah rata-rata proporsi hasil tes positif dari semua hasil tes dalam periode dua minggu terakhir.
Untuk CT 1, positivity rate< 2%
Untuk CT 2, positivity rate 2% - < 5%
Untuk CT 3, positivity rate 5% - <20%
Untuk CT 4, positivity rate 20%+
Namun, WHO juga menganjurkan pada pemegang kebijakan agar ikut memperhatikan 8 indikator epidemiologis tambahan, yaitu:
1. Okupansi ICU
Proporsi penerimaan pasien butuh ICU baru yang dikaitkan dengan COVID-19
2. Angka Reproduksi Efektif (Rt)Â
Angka reproduksi efektif selama satu atau lebih minggu sebelumnya.
3. Doubling Time atau Tingkat Penggandaan Infeksi
Jumlah hari yang dibutuhkan angka infeksi kumulatif untuk berlipat ganda.
4. Proporsi kasus yang tidak berkaitan di antara kasus baruÂ
Proporsi kasus yang sebelumnya tidak berstatus kontak erat.
5. Tingkat Positif Keseluruhan
Jumlah kasus positif dibandingkan dengan jumlah testing orang secara keseluruhan.
6. Trend Influenza-like-illness (ILI) atau Trend Severe Acute Respiratory Infection (SARI)
Tren penyakit dengan gejala mirip influenza atau tren penyakit infeksi akut sistem pernapasan.
7. Tren Angka Rawat Inap Keseluruhan (all-cause)
Tren angka ranap rumah sakit secara keseluruhan (COVID-19 dan non-COVID-19).
8. Tren Excess Mortality atau Kematian Berlebih (all-cause)
Tren kematian berlebih atau rerata jumlah kematian tambahan dibandingkan rata-rata pada sebelum terjadinya penularan COVID-19 di masyarakat.
Selain menilai tingkat penularan di masyarakat, WHO menganjurkan agar para pemegang kebijakan memperhatikan indikator-indikator kapasitas kesehatan. Ada 5 domain utama yang dapat menjadi indikator penilaian kapasitas dan performa layanan kesehatan. Pada tiap domain ada 3 kategori respons kapasitas, yaitu cukup, moderat, dan kurang atau terbatas.
1. Kapasitas Layanan Kesehatan
Indikatornya adalah proporsi tempat tidur rumah sakit yang ditempati. Kapasitas kesehatan terbilang cukup memadai jika proporsi >75%, moderat jika proporsi di levl 75%-<90%, dan kurang jika proporsi >90% total bed rumah sakit.
2. Performa Layanan Kesehatan
Indikatornya adalah tingkat kematian kasus dari kasus yang diselesaikan (hasil dari kasus yang sudah diketahui: sembuh/meninggal) di rumah sakit. Performa layanan kesehatan terbilang cukup memadai jika tren kematian menurun, moderat jika tren stabil, dan kurang jika tren kematian naik.
3. Kapasitas Kebijakan Respons Kesehatan Masyarakat
Indikatornya adalah jumlah orang yang dites per 1000 populasi/minggu, dirata-rata dalam periode dua minggu terakhir. Kapasitas kebijakan terbilang cukup jika sebanyak >2/1000 orang dari total populasi dites/minggunya, moderat jika sebanyak (1-<2)/1000 orang dari total populasi dites/minggunya, dan kurang jika <1/1000 orang dari total populasi dites/minggunya.
4. Performa Kebijakan Respons Kesehatan Masyarakat
Indikatornya adalah proporsi kasus yang penyelidikannya telah dilakukan dalam waktu 24 jam setelah identifikasi. Performa kebijakan terbilang cukup jika >80% kasus bisa diselidik dan diakukan pelacakan 24 jam pasca terkonfirmasi, moderat jika 60%-<80% kasus bisa diselidik dan diakukan pelacakan 24 jam pasca terkonfirmasi, dan kurang jika <60% kasus bisa diselidik dan diakukan pelacakan 24 jam pasca terkonfirmasi.
5. Performa Respons Masyarakat Terhadap Kebijakan Kesehatan MasyarakatÂ
Indikatornya adalah dukungan / Kepatuhan terhadap PHSM yang berlaku. Respons masyarakat terbilang cukup jika kepatuhan masyarakat Tinggi (kepatuhan hampir universal pada semua kebijakan PHSM), moderat jika kepatuhan masyarakat Sedang (kepatuhan sedang pada sebagian besar PHSM, atau kepatuhan bersifat variabel dalam protokol PHSM individu), dan kurang jika kepatuhan masyarakat Rendah (kepatuhan minimal pada  PHSM).
Dengan mengambil data di lapangan, pemerintah setempat dapat mengetahui indikator-indikator tadi di masyarakat. Ini dilakukan agar pemegang kebijakan dapat mengetahui keadaan epidemiologis mulai dari tingkat penularan hingga kapasitas kesehatan, untuk menyusun kebijakan yang tepat untuk dilaksanakan. Tentunya menjadi suatu keharusan bagi pemegang kebijakan untuk mengetatkan atau meringankan kebijakan pembatasan sosial dengan memperhatikan indikator-indikator tadi.Â
Sekian, terimakasih.
Referensi
1. Critical preparedness, readiness and response actions for COVID-19 Interim guidance (4 November 2020). WHO Team, 2020.
2. Considerations for implementing and adjusting public health and social measures in the context of COVID-19 Interim guidance
(4 November 2020). WHO Team, 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H