Sabtu hingga minggu, 1-2 September 2018, kami, Keluarga Besar Jurusan Pendidikan Sejarah mengadakan Ramah Tamah Jurusan atau biasa disebut "Clio Anjangsana" di Monumen Puputan Jagaraga, Jagaraga, Buleleng, Bali. Dipilihnya tempat ini sebagai lokasi ratam tentu dilatarbelakangi spirit bahwa tanah tempat kami berpijak itu adalah saksi bisu perang yang dalam buku sejarah lokal disebut "perang heroik" melawan penetrasi Barat.
Di Bali sendiri secara keseluruhan terdapat tiga perang puputan, Puputan Jagaraga salah satunya, sisanya Puputan Badung 1906 dan Puputan Klungkung 1908.
Pascapuputan Klungkung, secara de facto dan de jure Belanda telah berhasil menguasai Bali secara keseluruhan.
Kegiatan awal mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Sejarah di tahun 2018 yang berjumlah 23 orang ini adalah "lintas alam" dengan menyusuri petak-petak sawah dan kebun milik penduduk dan dibagi menjadi empat pos. Di setiap pos, para panitia telah siap dengan masing-masing tantangan.
Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah melatih kerja sama, dan lebih dari itu adalah usaha membaurkan atau sederhananya mengakrabkan senior dengan junior, adik tingkat dengan kakak tingkat.
Kira-kira pukul 20.00 WITA, saya telah tiba di  lokasi ratam. Kegiatan sarasehan setelah lintas alam pada siang harinya terpaksa tidak saya ikuti sampai tuntas karena harus mengajar.
Saat itu, acara spontanitas kesenian telah usai dan tengah berlangsung kegiatan "nonton bareng" film dokumenter Puputan Jagaraga.
Momen malam minggu menambah animo peduduk untuk meramaikan nobar yang digelar sebagai hasil kerjasama Jurusan kami dengan Badan Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Bali.
Adanya aktivitas dagang kaki lima menyebabkan lokasi ratam yang ramai lalu lalang penduduk menjadi lebih mirip "pasar malam" ketimbang nobar.
Pukul 21.00 WITA, kegiatan nobar usai. Satu persatu penduduk mulai meninggalkan lokasi ratam meski beberapa muda-mudi masih terlihat bergerombol.
Saat itu saya sedang duduk santai di pendopoan, ditemani sebuah gitar, kopi pahit tanpa gula dan ubi rebus.