Mohon tunggu...
Mahathir S
Mahathir S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haloo, saya Mahathir Shahreza, Mahasiswa UIN IB PADANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan dan Culture Shock Mahasiswa Rantau Mengenai Adat Budaya di Padang

30 November 2022   09:51 Diperbarui: 30 November 2022   19:30 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagian besar mahasiwa identik dengan merantau, lokasi universitas yang tersebar di kota-kota besar Indonesia dengan tingkat kualitas berbeda-beda memunculkan pandangan berbeda pada masing-masing calon mahasiswa dalam menentukan pilihan universitas. Bercampurnya mahasiswa dengan identitas budaya yang berbeda-beda dalam suatu daerah bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia.

Para mahasiswa rantauan inilah awal mula terbentuknya keanekaragaman budaya dan memunculkan nuansa multikultural yang ada di kota Padang, baik di lingkungan tempat-tempat perguruan tinggi hingga lingkungan tempat tinggal sementara (kos-kos an) para Mahasiswa perantauan tersebut. Sehingga tidak heran jika di lingkungan sosial kampus terlebih di kota Padang yang dikenal sebagai kota pelajar si Sumatera Barat ini akan kita temui sejumlah mahasiswa yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dengan karakternya masing-masing yang mencerminkan kekhasan budaya dari mana individu itu berasal.

Selain kota pelajar, Padang juga dikenal sebagai kota yang ikonik akan adat dan budaya Minang, dikarnakan masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat istiadat Minang dalam tata perilaku mereka sehari-hari berupa tata krama, unggah-unggah, nilai-norma, misalnya saja dari segi bahasa, sebagian besar masyarakat Padang menggunakan bahasa Minang sebagai bahasa sehari-hari. Sedangkan Mahasiswa-mahasiswa perantauan yang memilih berkuliah di Padang memiliki karakteristik sosial budaya yang tentu saja berbeda dengan kondisi sosial budaya Kota Padang. Sehingga kondisi perbedaan budaya yang ada diantara mahasiswa perantauan maupun penduduk pribumi sebagai tuan rumah ini tentunya dapat menimbulkan  reaksi psikis berupa kekagetan budaya yang biasanya diikuti dengan munculnya hal-hal tidak menyenangkan yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan sosial budaya diantara mereka yang dipertemukan dalam suatu tempat yang sama yaitu Padang.

Dari hasil observasi saya kepada beberapa narasumber, dapat saya simpulkan bahwa banyak sekali hal-hal yang menyebabkan mereka merantau jauh dari rumah, ada yang ingin mencari pengalaman baru dan suasana baru, ada yang ingin menjadi pribadi yang lebih baik, dan ada juga yang terpaksa. Tidak hanya itu, mereka juga menjadikan Padang sebagai pilihan untuk mereka berkuliah karna mereka beranggapan bahwa kota Padang itu islami, hal ini bisa dilihat dari ungkapan "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah" artinya adat itu tidak jauuh jauh dari kitabullah (Alquran).

Salah satu bentuk culture shock yang banyak dirasakan oleh para perantau yang datang ke kota Padang adalah bahasa nya, karna cukup rumit untuk dipahami, namun seiring berjalannya waktu dikarnakan adanya bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga rasa aware akan adat dan budaya baru itu mulai reda.

Berdasarkan tentang fenomena culture shock (gegar budaya) Mahasiswa/i perantauan di Padang, penulis ingin memberi saran bagi calon Mahasiswa perantau-an untuk mengatasi culture shock , seperti:

- Sebelum berangkat ke daerah baru yang akan dimasukinya sebaiknya terlebih dahulu mencari informasi pada sumber terpercaya mengenai keadaan, situasi sosial, dan budaya yang ada di daerah tersebut. Hal ini akan membantu individu untuk lebih familiar dengandaerah yang akan dimasukinya dan memunculkan gambaran akan lingkungan barunya.

- Memiliki tujuan merantau yang jelas, selalu menjaga prioritas utama, berjuang dan berdoa akan membantu individu mengatasi culture shock. Tingkat keberhasilan akademik sangta bergantung dengan konsentrasi, usaha, serta kesungguhan dari masing- masing individu dalam memegang teguh tujuan awal merantau.

- Kesiapan diri merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi sebelum individu memutuskan untuk memulai hidup di daerah rantauan, terlebih jika seorang individu memang belum pernah mengenal secara nyata bagaimana kondisi kehidupan sosial budaya yang ada di daerah rantauan tersebut. Kesiapan diri sangat diperlukan sebagai bekal yang menentukan keberhasilan penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi banyak hal perbedaan ketika mulai hidup dalam suatu daerah baru dengan budaya.

- Memiliki kepekaan budaya, kepekaan ini dapat diasah melalui kemauan untuk berpikir dalam pola pikir individu. Kepekaan budaya ini merupakan modal yang sangat besar dalam membangun toleransi  dan rasa saling  pengertian ditengah-tengah situasi perbedaan budaya yang ada.

- Menghargai budaya yang ada di tempat rantauan, bersikap terbuka dengan menerima lingkungan sosial budaya yang baru di sekitarnya, menciptakan interaksi yang efektif dan meluaskan jaringan pertemanan yang baru, baik di lingkungan perkuliahan maupun lingkungan tempat tinggal yang akan membantu menumbuhkan perasaan nyaman pada diri individu sehingga dapat meminimalisir kecemasan berkelanjutan yang disebabkan oleh efek culture shock.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun