Mohon tunggu...
Mahathir Muhammad
Mahathir Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sesekali di kompasiana, sering kali di blog pribadi. mahathjr.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Galuh Cempaka, Idaman Saluruh Nageri

31 Januari 2016   23:30 Diperbarui: 1 Februari 2016   00:48 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="para pekerja/dok.pri"][/caption]

Saya menarik diri dari keramaian, bergerak menuju sisi lain dari areal ini. Pendulangan Intan di Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Sekilas kawasan pendulangan ini seperti tak terurus. Rerumputan dan ilalang tumbuh liar, gundukan tanah menyebar tak beraturan dan kubangan-kubangan air ikut serta menghiasi.

Saya melanjutkan langkah menuju tepian kubangan yang lebih besar, disana saya dapat menjumpai beberapa pekerja tambang yang tengah beristirahat. Ditengah cuaca terik, mereka terlelap beratapkan lembaran plastik yang disangga beberapa potong kayu. Begitu lelapnya hingga terdengar suara dengkur dari salah satunya.

Sejenak saya menghela nafas.

Menikmati seraya mengucap syukur atas apa yang telah diberikan Tuhan serta di dapat hingga saat ini.

[caption caption="cempaka/dok.pri"]

[/caption]

Saya menemui bapak bertopi abu-abu beberapa langkah dari tempat istirahat para pekerja tadi. Dilihat dari perawakannya beliau mungkin diatas lima puluh. Saya kembali mendekat, lalu memberanikan diri untuk berjabat. Genggamanya tak terlalu keras namun lembut, terasa menyentuh hati saya.

Setelah saya memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud untuk mengenal serta mengetahui tempat dimana kami duduk dibawah rindangnya pohon. Kemudian kami bertukar cerita.

Beliau merupakan perantauan dari Jawa, sudah lima belas tahun terakhir dihabiskan berpeluh dari pukul delapan pagi hingga lima sore dengan penghasilan tak tentu. Kadang ada, seringkali tidak. Bak mencari jarum di tumpukan jerami.

Belum lagi hasil yang diperoleh harus dibagi kepada rekan-rekan sesama penambang, tak ketinggalan bagian untuk sang pemilik lahan.

[caption caption="dok.pri"]

[/caption]
Proses yang tidak sederhana, juga membutuhkan tenaga yang tak sedikit serta pengorbanan lahan yang tak bisa disebut kecil.

Iya, pasca selesai di satu lokasi dan kemudian berpindah ke tempat lain. Lokasi sebelumnya dibiarkan begitu saja.  Sisa-sisa pendulangan mengubah wajah permukaan tanah menjadi cerukan yang dalamnya bahkan hingga belasan meter. Dibiarkan tanpa penanganan lanjutan.

Andai pengelolaan kawasan pendulangan ini bisa lebih ditingkatkan lagi, baik dari sisi pariwisata maupun penyediaan wadah untuk mengerjakan keterampilan, sehingga batu-batu mulia tersebut memiliki tambahan nilai jual. Kilauan galuh—begitu para pekerja menyebut intan—mungkin dapat bersinar lebih terang dari sebelumnya.

 

***

 

Di bumiku nang sugih kaya
Basambunyian batu mulia
Wadah basimpan di dalam bumi
Jadi idaman saluruh nageri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun