Mohon tunggu...
Mahathir Muhammad
Mahathir Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sesekali di kompasiana, sering kali di blog pribadi. mahathjr.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melihat Bidadari di Teluk Jakarta

27 Oktober 2015   22:37 Diperbarui: 27 Oktober 2015   23:53 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="pulau bidadari | dokpri"][/caption]

Sejak kecil saya memiliki keinginan untuk berjumpa dengan bidadari. Ya, hal ini tak terlepas dari sinetron yang tayang bertemakan hal tersebut pada periode awal 2000-an. Digambarkan bahwa bidadari tersebut adalah sosok yang memiliki rupa menawan dan dapat menolong siapapun dalam keadaan tertentu. Juga digambarkan bahwa bidadari memiliki
[caption caption="pulau bidadari | dokpri"]

[/caption][caption caption="kompasianer saat tiba di pulau bidadari | dokpri"]
[/caption]

Sabtu kemarin (24/10/15), saya beserta kompasianer lain berkesempatan untuk berkunjung menuju salah satu Pulau yang menjadi pilihan bagi mereka yang biasa berkutat dengan seven to five. Jaraknya yang hanya dua puluh menit menggunakan speed boat menjadikan pulau ini salah satu pilihan bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu.

Deru speed boat seketika melambat kala mendekati tujuan, speed boat menyesuaikan posisi agar bisa menambat pada dermaga. Siang itu tidak hanya ada rombongan kami dari Kementerian Pariwisata dan Kompasiana, terdapat pula rombongan lain-belakangan diketahui bahwa sedang diadakan acara reuni satu PTN angkatan tahun 75.
[caption caption="kompasianer dan Pak Can | dokpri"]

[/caption]
Setelah sambutan dari pihak Kementerian Pariwisata dan pihak pengelola Pulau Bidadari kami berkenalan dengan staff ahli konservasi bidang purbakala.Raut wajah serius ditampakkan saat pertama kali melihatya,beliau adalah Candriyan Attahiyyat. Pak Can (begitu kami menyapanya) menjelaskan terlebih dahulu terms and coditions sebelum kita mengeksplorasi Pulau Bidadari.
Sembari menyusuri jalan selangkah demi selangkah Pak Can memberikan overview mengenai Pulau ini. Dibawanya kami melihat salah satu peninggalan bangunan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, benteng martello.
[caption caption="benteng martello | dokpri"]
[/caption][caption caption="kompasianer di benteng martello | dokpri"]
[/caption][caption caption="sisi lain martello | dokpri"]
[/caption]
Pada masanya, benteng ini merupakan salah satu kekuatan pertahanan yang dibangun oleh VOC untuk mengamankan daerah kekuasaannya yaitu Batavia dari serangan musuh. Bangunannya masih terlihat kokoh walaupun ada beberapa akar-akar pohon yang merambat dan mencoba mengganggu,“mungkin sampai 200 tahun lagi masih kuat” tutur Pak Can. Selesai dari benteng, kami melangkah menuju sisi lain pulau.

Terdapat pohon-pohon besar yang menjulang sepanjang mata memandang. Mulai dari pohon kepuh, kayu hitam hingga pohon rejeki dan jodoh juga terdapat disini. Konon, apabila mengabadikan momen disini akan memiliki rezeki yang banyak. Selain itu terdapat pula tanaman bakau yang dapat mencegah abrasi.

[caption caption="pohon jodoh | dokpri"]

[/caption]
Langkah kami sempat terhenti karena sapaan selamat datang dari penghuni lain Pulau Bidadari. Mereka adalah Biawak, Elang Bondol dan Rusa yang dibiarkan membaur bersama wisatawan di pulau ini.
[caption caption="rusa | dokpri"]
[/caption]
Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 12.30 siang saat kami berhenti mengelilingi pulau. Rangkaian kegiatan selanjutnya adalah Ishoma.

Selesai dari pembagian kamar juga beristirahat, kami melanjutkan diri untuk berkunjung ke Pulau disekitar yaitu Onrust dan Kelor untuk melihat pesona Indonesia lain di Utara Ibukota.
Saat malam menjelang, terlihat gemerlap lampu dari daratan Jakarta. Hal ini serupa dengan Pulau Samalona melihat Makassar di malam gelap. Satu pemandangan yang menarik dan tentunya jauh dari deru bising kendaraan di kota Jakarta.

Kompasianer berkumpul di tepi pantai seusai makan malam. Menikmati semilir angin laut yang berhembus serta ditemani beberapa potong ikan bakar yang disajikan.

Malam itu kami habiskan dengan obrolan seputar kesan dan pesan rangkaian kegiatan sepanjang hari dan sedikit diselingi oleh tawa canda yang menjadikan suasana terasa lebih hangat.

Jam menunjukkan pukul 04.30 saat kami semua sudah berkumpul di dekat dermaga bersiap untuk mengejar sang fajar. Setelah semua berada diatas kapal, segera saja pak nahkoda memutar mesin diesel dan kapal kayu pun bergerak. Sesekali cipratan air laut mengenai muka kantuk saya hingga membuat saya segar kembali.

Sempat terjadi salah persepsi terkait dimana kita akan mengambil momen matahari terbit. Setelah kapal berputar-putar pada satu titik, barulah kami beranjak ke spot yang memang telah kami sepakati sebelumnya.
[caption caption="potongan fajar | dokpri"]

[/caption][caption caption="kelor dan fajar | dokpri"]
[/caption]

Pulau Bidadari memang bukan representasi keinginan saya sejak kecil. Ia tak bisa memenuhi imaji masa kecil saya.
Namun, sosok pulau yang menawan dengan beragam hal-hal menarik yang ditawarkan bisa sedikit menjadi penyelamat bagi saya untuk keluar dan melupakan sejenak rutinitas yang menuntut. Sama halnya dengan sosok ibu peri yang menjadi penyelamat bagi marshanda untuk melupakan sejenak ayahnya yang telah tiada.

[caption caption="bidadari | dokpri"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun