Pisank Man - Sisi Lainnya.
Tandon Air di sekolahan tampak sudah mulai lapuk. Pipa menuju ke kamar mandi juga banyak yang bocor. Pihak Komite sekolah tidak bisa berbuat banyak sebab memang serba repot jika sekolah masih berstatus swasta. Untuk membebankan ke orang tua siswa rasanya sudah terlalu sering dana sekolah dikorupsi oleh kepala sekolah. Pak Guru dan Bu Guru tidak bisa mengambil keputusan lagi, yang terpenting masih ada yang mau sekolah saja itu sudah untung. Mengingat sejak kepala sekolah berganti tahun lalu semua menjadi amburadul. Sekolah Favorit berubah menjadi Sekolah Kecepit. Tidak ada sarana prasana yang dibeli dengan status barang baru, melainkan semua barang bekas pakai.Â
Guru lainnya yang banyak protes sudah diberhentikan dengan tanpa alasan yang jelas. Persekongkolan untuk menjadikan sekolah menjadi bisnis pendidikan kian terlihat. Orang Tua siswa menjadi korban tagihan iuran yang tidak jelas manfaatnya. Kepala sekolah menerapkan hukuman keras bagi siswa yang tidak disiplin. Aturan mainnya serba main fisik, datang terlambat ke sekolah bisa terkena hukuman lari maraton 2 km. Banyak teman Pisank Man yang tidak kuat sekolah akhirnya berhenti. Ada juga yang memilih pindah sekolah. Di dalam perdebatan etos kerja yang baik seringkali tertuju pada peningkatan tagihan SPP siswa, sebab kepala sekolah adalah orang yang pragmatis.
"Tidak ada pendidikan yang baik tanpa biaya yang besar." Papar Kepala Sekolah.
"Jika itu argumennya, bagaimana anda menjelas pendidikan bisa membuat negera ini merdeka?, padahal saat itu kemiskinan dimana-mana." Tanya Pak Guru.
Kepala Sekolah sebenarnya sudah kalah argumentasi dengan Pak Guru. Namun tabiat buruknya selalu mencari cara lain agar bisa membuat kasak kusuk untuk menjatuhkan lawan debatnya. Rapat hari itu berkesimpulan untuk memberikan libur selama 1 bulan kepada siswa.
 Pak Guru mengusulkan untuk mencalonkan menjadi kepala sekolah baru tahun depan. Ini menjadi upaya terakhirnya dalam membangun pendidikan kembali sesuai dengan cita-cita para begawan. Bisa jadi apa yang dirasakan siswa itu adalah bagian perasan akhir dari niat luhur para gurunya.Â
Sebab faktor kepandaian siswa tidak hanya soal akademis, tetapi juga kedekatan emosional antar guru dan siswa. Bisa jadi memang pada saat pelajaran siswa selayaknya kurang cepat menyerap materi, tetapi esensinya siswa sudah mengerti poinnya. Logika bisa terbalik seperti dalam kehidupan, maka jangan sekali pun beranggapan siswa yang nilai raportnya jelek itu salah. Sebab bisa jadi siswa itulah yang nanti sesuai dengan tuntutan kehidupan.Â
Seringkali siswa yang dulunya kurang pandai akademik malah membuat kejutan dengan bakat dan karyanya. Pisank Man termasuk dalam bagian siswa yang tidak pandai di sekolah. Namun akhlaknya yang sopan kepada guru membuatnya disukai siapa saja. Ayah Ibunya sudah merantau untuk menghidupi keluarga. Tidak seperti temannya yang bisa bermanja-manja, Pisank Man hidup serba seadanya. Sekolah dengan memakai satu sandal dan satu sepatu. Kedua kakinya tampak tidak simetris ketika berjalan. Komedi yang tampak sebenarnya adalah Tragedi yang nyata bagi Pisank Man. Sekolah adalah surga tempat dia berusaha mengenal dunia.
"Pisank Man, ayo kita makan di kantin?." Ajak PringMan.Â
"Oh tidak, aku sudah bawa bekal dari rumah." Jawab Pisank Man.
Bekalnya berisi nasi jagung, tahu, tempe, dan sambel bajak. Itu sudah rutin setiap hari. Kalau ada rasa bosan dengan menu itu, Pisank Man menunggu merasa sangat lapar dulu. Sebab Pisank Man memiliki prinsip makanan akan enak disantap jika sudah merasa lapar. Asalkan minum air putih tidak boleh telat.Â
Indahnya hidup di desa itu tidak boleh ada yang mubazir maka nasi yang tidak habis akan dijemur kemudian digoreng, jadilah camilan cengkaruk. Libur sekolah 1 bulan ini dimanfaatkan Pisank Man dan Temannya untuk mencari jati diri, agar lebih dewasa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H