Pisank Man - Uforia Salam Otak Kanan.
Jam pelajaran dimulai, bu guru datang terlambat sebab harus berbelanja kebutuhan praktek kelas. Seisi kelas menjadi tidak terkontrol hingga teror intimidasi kepada kaum lemah tidak terelakkan. Pisank Man diikat di meja bu guru dengan mulut ditempel plester lakban. Beberapa siswa lain juga bernasib sial di hari itu.
Pa'at Psikopat masih tidak mengambil keputusan untuk membela siapa pun sebelum dia selesai mengerjakan soal esai LKS. Bu guru secara khusus meminta kepada Pa'at Psikopat agar lebih rajin lagi sebab tidak ada lagi siswa yang bisa diharapkan untuk mengikuti olimpiade tingkat desa di sekolahannya.
Baru kemarin undangan teknikal meeting diterima rasanya pikiran Pa'at Psikopat menjadi kacau melihat suasana kelas yang lebih membutuhkan perhatiannya.Â
"Semuanya diam !! Saya tidak bisa konsentrasi, hentikan tabiat buruk kalian !!. Lepaskan Pisank Man. Cepat." Perintah Pa'at Psikopat kepada Totor Boys.
"Oke mas, maafkan saya khilaf dan selalu sengaja tanpa ada paksaan dari siapa pun." Jawab Totor Boys.
"Kurang ajar kamu, diam." Lantang Pa'at Psikopat yang tidak ingin terpancing untuk melakukan duel dengan Totor boys.
Suasana sedikit reda setelah Pisank Man dilepaskan dari siksaan. Menjelang siang bu guru sudah bersiap untuk mengajar di kelas. Tidak ada gelagat tercium hal aneh sehingga harus mengulur waktu jam pelajaran. Pisank Man juga tidak terbiasa mengadu atas perlakuan buruk temannya. Semua sudah terkondisikan dengan fakta yang sebenarnya mengiris hati.
"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Bu Guru kepada semua siswa di kelas.
"Sangat baik Bu." Jawab Cikalan Man yang paling keras.
"Bagus. Ingat pelajaran kemarin: Kegilaan yang dilakukan bersama-sama akan menjadi Uforia." Petuah Bu Guru.
"Bu guru, bagaimana jika kegilaan itu representasi keburukan?." Tanya Pisank Man.
"Oo Itu bukan uforia lagi nak, tapi bentuk kurang ajar berbahagia dengan menginjak-injak hak orang lain." Papar bu guru.
Sewaktu sekolah ucapan seorang guru adalah petuah suci bagi siswanya. Ini menjadi sindiran keras bagi Cikalan Man dan Totor Boys. Bu guru melanjutkan pelajaran sekolah dengan praktek ilmiah tema organ tubuh manusia. Yang menjadi perdebatan ketika jam pelajaran berlangsung adalah fungsi hati sebab bu guru menjadi baper. Seperti ada yang membisikinya hingga mengingat goresan luka di masa lalu, Bu Guru duduk sebentar untuk mengambil tisu dilaci mejanya.
"Bu Guru mengapa berhenti menjelaskan?, ayo bu lanjut pelajarannya." Pinta Pa'at Psikopat.
"Maaf ya anak-anakku, Bu guru tidak bisa menjelaskan secara details apa itu fungsi hati." Jawab Bu Guru.
"Kasih kami satu alasan bu, mengapa?." Sahut Totor boys.
"Sebab Bu Guru sering sakit hati. Hanya orang sabar yang bisa paham betul bagaimana cara menjaga hati. Bu Guru masih awam untuk menjelaskan tentang hati secara detail. Kalian belajarlah dengan waktu, kelak ada masanya mengerti tentang hati." Jawab Bu Guru.
"Iya bu guru, tapi materi hati jangan ada di soal ujian sekolah loh ya?." Tanya genit siswa lainnya.
Bu Guru hanya menjawab dengan senyuman kecil dalam lubuk hatinya berkata bagaimana mungkin dia membuat soal tentang hati sebab dirinya saja belum bisa memecahkan masalah hatinya yang begitu komplek.
Inilah sulitnya menjadi guru pelajaran biologi. Semua siswa nampak bahagia sebab akan berkurang poin soal ketika ujian nanti. Sekolah memang bukan satu-satunya tempat untuk mencari ilmu, ada kehidupan yang akan memberikan hikmah seiring bertambahnya usia secara biologis.
Pisank Man merasa ada rahasia yang harus dia mengerti sendiri. Maka sudah sepatutnya semuanya sadar seorang guru pun memiliki batasan pengetahuan tentang suatu pelajaran. Sampaikan sesuatu yang baik, jika tidak mengerti lebih baik diamlah !.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H