Mohon tunggu...
Karnoto
Karnoto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Me Its Me

Wiraswasta | Pernah Studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Universitas Mercu Buana, Jakarta | Penulis Buku Speak Brand | Suka Menulis Tema Komunikasi Pemasaran | Branding | Advertising | Media | Traveling | Public Relation. Profil Visit Us : www.masnoto.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menjadi Sales Politik

6 November 2019   16:21 Diperbarui: 7 November 2019   13:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sales politik. (sumber: kompas)

"Kemauan keras adalah modal awal yang utama, sedangkan hal lainnya seperti skill dan pengetahuan hanyalah pendukung."~LISA KUNTJORO~ 

Kekuatan kader adalah aset paling berharga bagi sebuah partai, apapun partainya, apapun ideologinya. Oleh karena kader adalah aset maka selayaknya partai memberikan perhatian penuh terhadap perkembangan kader. 

Selain mengukuhkan eksistensi sebuah partai, kader partai juga menjalankan fungsinya sebagai sales politik. Merekalah yang melakukan "perang" darat dengan kompetitor dan merekalah yang paling merasakan dampak dari pertempuran tersebut sehingga  wajar jika para kader lebih emosional jika dibandingkan dengan elit yang jarang melakukan serangan darat.

Tidak heran pula, pertempuran darat yang dilakukan para kader partai sering berujung dengan perang fisik sesungguhnya. Disinilah mesin partai seharusnya mematangkan dan memberikan amunisi kepada kader sehingga tidak hanya bermodalkan fisik semata, tetapi ide, gagasan dan kreativitas termasuk perihal kedisiplinan.

Lebih kongkritnya, partai harus mempersiapkan secara matang tools-tools menjadi sales politik yang bisa dipakai oleh mereka sehingga di lapangan para sales politik tersebut mampu mengatasi dinamika dengan baik. 

ilustrasi sales. [sumber: positivelynaperville.com]
ilustrasi sales. [sumber: positivelynaperville.com]

"Merekalah yang melakukan "perang" darat dengan kompetitor dan merekalah yang paling merasakan dampak dari pertempuran tersebut"

Menurut Lisa Kunjtoro, seorang pengusaha properti dalam bukunya Super Champion, ada empat hal yang harus dipersiapkan seorang sales yaitu, pertama seorang salles harus mengetahui secara pasti siapa yang akan ditemui, paling tidak tahu sedikit latar belakangnya.

Kedua, menyiapkan materi atau konten yang akan disampaikan, ketiga menguasai seluruh produk dalam hal ini adalah diri seorang politisi dan partai politik yang akan dijual dan terakhir memastikan penampilan diri sebaik mungkin sesuai dengan waktu, tempat, dan demografi audiens.

Para sales partai harus tahu betul seluk beluk partai, bukan hanya perihal lahir dan ketua umumnya melainkan isi dan platform partai itu sendiri sehingga bisa menjelaskan secara utuh tentang partai sebagai produk yang dijual kepada audiens dalam hal ini calon pemilih. Jika tidak maka hampir dipastikan dirrect selling yang kita lakukan akan gagal total. 

Demografis di daerah perkotaan tentu berbeda dengan perdesaan, baik dari pendapatan, pendidikan maupun life stylenya. Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian partai. Paling tidak partai memberikan petunjuk teknis (juknis) kepada sales politik sehingga mereka lebih siap dengan berbagai kemungkinan yang ada.

Di sinilah pada level top manajemen memikirkan konsep yang baik dan membumi agar bisa diterapkan oleh para sales politik ketika melakukan dirrect selling. Menurut penulis dari sini saja publik bisa menilai mana partai yang betul-betul dikelola secara modern dan mana partai yang manajemennya masih konvensional alias tradisional. 

Menjadi sales politik gampang-gampang susah mengingat ada perubahan perilaku pemilih dari pemilu ke pemilu. Jika pada pemilu 2004-2009, pemilih lebih selera memilih presiden yang ganteng, gagah dan dari kalangan militer maka ada perubahan kecenderungan pada pemilu 2014.

Aspek ganteng tidak bisa lagi dijual seiring dengan dinamika politik yang terjadi saat ini.

Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai variabel, diantaranya lahirnya generasi dunia maya, dimana jika dilihat dari karakterisitknya mereka sudah mulai berpikir rasional bukan emosional. 

Fenomena kepala daerah yang low profile adalah salah satu indikator yang bisa kita lihat secara kasat mata untuk menunjukan bahwa pemilih saat ini sudah mulai menggunakan rasionalitasnya.

Informasi perubahan perilaku pemilih semacam ini juga harus sampai kepada para sales politik lalu partai menyiapkan konten dan tool yang sudah disesuaikan dengan demofrafi dan perilaku pemilih. 

Jika sebuah partai memiliki para sales yang loyal, cerdas dan memiliki kemauan keras lalu ditunjang dengan konsep marketing yang handal maka saya meyakini partai tersebut tidak akan mengalami terjun bebas ketika terpaksa harus pada posisi decline dalam product life cycle. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun