Demografis di daerah perkotaan tentu berbeda dengan perdesaan, baik dari pendapatan, pendidikan maupun life stylenya. Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian partai. Paling tidak partai memberikan petunjuk teknis (juknis) kepada sales politik sehingga mereka lebih siap dengan berbagai kemungkinan yang ada.
Di sinilah pada level top manajemen memikirkan konsep yang baik dan membumi agar bisa diterapkan oleh para sales politik ketika melakukan dirrect selling. Menurut penulis dari sini saja publik bisa menilai mana partai yang betul-betul dikelola secara modern dan mana partai yang manajemennya masih konvensional alias tradisional.Â
Menjadi sales politik gampang-gampang susah mengingat ada perubahan perilaku pemilih dari pemilu ke pemilu. Jika pada pemilu 2004-2009, pemilih lebih selera memilih presiden yang ganteng, gagah dan dari kalangan militer maka ada perubahan kecenderungan pada pemilu 2014.
Aspek ganteng tidak bisa lagi dijual seiring dengan dinamika politik yang terjadi saat ini.
Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai variabel, diantaranya lahirnya generasi dunia maya, dimana jika dilihat dari karakterisitknya mereka sudah mulai berpikir rasional bukan emosional.Â
Fenomena kepala daerah yang low profile adalah salah satu indikator yang bisa kita lihat secara kasat mata untuk menunjukan bahwa pemilih saat ini sudah mulai menggunakan rasionalitasnya.
Informasi perubahan perilaku pemilih semacam ini juga harus sampai kepada para sales politik lalu partai menyiapkan konten dan tool yang sudah disesuaikan dengan demofrafi dan perilaku pemilih.Â
Jika sebuah partai memiliki para sales yang loyal, cerdas dan memiliki kemauan keras lalu ditunjang dengan konsep marketing yang handal maka saya meyakini partai tersebut tidak akan mengalami terjun bebas ketika terpaksa harus pada posisi decline dalam product life cycle. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H