Mohon tunggu...
Karnoto
Karnoto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Me Its Me

Wiraswasta | Pernah Studi Ilmu Marketing Communication Advertising di Universitas Mercu Buana, Jakarta | Penulis Buku Speak Brand | Suka Menulis Tema Komunikasi Pemasaran | Branding | Advertising | Media | Traveling | Public Relation. Profil Visit Us : www.masnoto.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

(Jika) Kota Itu Merek, Perlakukanlah Selayaknya Dipasarkan?

3 November 2019   18:09 Diperbarui: 4 November 2019   16:30 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal muncul otonomi daerah sebagian masyarakat kaget karena khawatir undang-undang tersebut hanya akan memunculkan raja-raja kecil. 

Sepuluh tahun pertama memang kekhawatiran itu seperti benar adanya karena banyak kepala daerah yang terpaksa berurusan dengan hukum, karena mereka tersangkut pidana korupsi.

Namun seiring berjalannya waktu, rasa khawatir itu secara pelan mulai menipis dengan munculnya sejumlah kepala daerah yang tampil dengan mempesona. 

Mereka tak lagi menggunakan culture birokrasi dalam pemerintahan, melainkan culture wirausaha diamana pemerintah tak lagi sebagai katalistor melainkan fasilitator.

Munculnya Ridwan Kamil di Kota Bandung, Risma di Kota Surabaya, Irwan Prayitno di Sumatera Barat, Azwar Anas di Kabupaten Banyuwangi menjadi hentakan para kepala daerah bahwa pengelolaan potensi daerah telah memasuki babak baru. 

Strategi komunikasi pemasaran daerah pun menjadi keniscayaan, seperti halnya mengelola sebuah perusahaan maka dibutuhkan kreativitas dan energi yang menyatu antar stakeholder, mengingat kompetisi antar daerah semakin dinamis.

Kepala daerah sekarang tak hanya dituntut bersih, namun juga kreatif jika ingin menjadi kepala daerah yang dianggap sukses. Manajeman pemasaran potensi daerah tak bisa lagi dikelola dengan culture birokrasi, melainkan culture wirausaha. 

Atau, potensi ekonomi suatu daerah juga tak bisa dikelola asal-asalan, terutama manajemen komunikasi pemasarannya. Tak sedikit daerah yang memiliki potensi luar biasa tapi tak mampu mendongkrak secara berarti perekonomian daerah tersebut.

Namun ada pula daerah yang minim potensi tapi ternyata dengan strategi marketing communication yang tepat mampu menjadi penambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).  

Ada beberapa tools komunikasi pemasaran yang bisa dipakai para kepala daerah, yaitu melalui event, advertising, public relation dan media planning.

Semua bauran itu harus berjalan sinergis dan beriringan dengan satu brand utama. Selama ini saya memerhatikan, ada ketidakkompakan dalam melakukan strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan beberapa daerah. 

Misal, ada visi kepala daerah yang menginginkan sektor wisata jadi brand utama, namun dalam pelaksanaanya stakeholder baik pemerintah maupun non pemerintah justru semangat menggenjot sektor lain. Akibatnya, sektor wisata tidak bisa dibranding secara manis.

Padahal, idealnya sebuah daerah harus melakukan strategi komunikasi pemasaran berdasarkan city branding daerah tersebut. Inilah yang saya maksud bahwa pengelolaan daerah tidak lagi mengandalkan culture birokrasi, melainkan culture wirausaha. 

Belum lagi ditambah kompetisi antar daerah yang juga menjadi tantangan bagi seorang kepala daerah.

Itulah mengapa city branding itu menjadi penting bagi sebuah daerah, karena dari sinilah guide sebuah pembangunan didapatkan. 

Mustahil, daerah akan memiliki letupan kemajuan jika tidak memiliki brand. Sebab hakikatnya, daerah itu adalah sebuah merek yang tentu harus diperlakukan sebagaimana sebuah merek.

Yang membedakan antara merek daerah dengan brand produk komersial adalah jenis produk dan orientasinya. Jika produk komersial berupa jasa dan beroirentasi pada benefit materiil, brand daerah berorientasi pada value dan benefit non materiil. 

Namun secara substansi sebuah brand maka keduanya harus mendapatkan perlakuan yang sama sebagaimana sebuah brand.

Semua daerah yang mengalami hentakan kemajuan dan namanya menjadi viral adalah mereka yang memiliki brand - brand kuat di daerahnya. Sebut saja Banyuwani dengan tagline Sunset of Java, Jogjakarta Istimewa, Bandung Paris of Java dan lain sebagainya. Ini menunjukan bahwa memiliki brand bagi sebuah daerah adalah keniscayaan.

Seorang kepala daerah tidak lagi mengandalkan mainstream birokrasi dalam pengelolaanya. Sebab kalau cara ini yang dipakai maka daerah tidak akan mengalami hentakan atau letupan kemajuan. 

Pemasaran daerahpun menjadi kebutuhan yang mendesak agar daerah bisa menjadi viral karena kemajuannya bukan karena tingkah pejabatnya yang menjadi sasaran nyinyir netizen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun