[caption id="attachment_127550" align="alignleft" width="240" caption="Sombong, loe! (foto susansudarwin.wordpress.com)"][/caption]
Pernahkah Anda dibilang sombong oleh orang lain? Jika sudah, saya pun pernah.
Ketika orang tidak mau disapa, ditegur, atau mungkin tidak mau bergaul, masyarakat akan memberi cap kepadanya sebagai orang sombong. Tidak salah memang, namun jika berpedoman pada literatur agama, pengertian sombong bisa berbeda.
Dalam keyakinan yang saya anut, sombong adalah penyakit hati yang sangat dibenci Allah. Salah satu teks literatur menyebutkan dalam Al Quran :
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Q.S. Al-Israa : 37]
Literatur lain sebagaimana tercantum dalam hadist Nabi Muhammad s.a.w. menyebutkan sombong sebagai pengingkaran terhadap kebenaran, penggalan redaksinya sebagai berikut :
Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]
Teks-teks lain masih banyak sekali yang bertebaran di Al Quran, Hadist, maupun kumpulan kitab-kitab ulama besar. Dengan tegas, Allah dan Rasul-Nya mengancam sanksi bagi orang-orang sombong sebagaimana sabda Rasulullah pada lanjutan hadist di atas : “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”.
Dalam literatur resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia, pengertian sombong menurut persepsi masyarakat lebih ditekankan pada makna “takabur”. Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online membuat batasan tentang sikap ini, yaitu seperti teks di bawah ini :
ta·ka·bur [a] merasa diri mulia (hebat, pandai, dsb); angkuh; sombong; ke·ta·ka·bur·an [n] perihal atau sifat takabur; kesombongan: -- membuat orang ingkar pada kebenaran
***
Di sekitar kita, di samping kita, keluarga kita, bahkan kita sendiri sebenarnya memiliki bibit-bibit kesombongan, yakni menolak kebenaran, apalagi yang datangnya dari orang yang lebih rendah dari kita. Bisa umurnya, kedudukannya, jabatannya, strata sosialnya, pemahaman agamanya, dan sejenisnya.
Seingat saya waktu pelajaran agama di SMA, sombong ini adalah salah satu dari penyakit hati yang sangat merugikan hidup dan kehidupan kita. Penyakit hati yang lain antara lain : iri, dengki, ujub, riya, dan sebagainya.
Riya adalah lawan dari ikhlas, artinya beramal sekedar untuk pamer, berbangga diri, dengan kata lain beramal hanya untuk mendapat pujian dan penghargaan dari orang lain, baik sadar maupun tidak kita sadari. Agama menyebut riya ini sebagai syirik kecil, dosa besar yang tidak diampuni. Sayang, sudah capai-capai berusaha tapi tidak ada nilai sama sekali di hadapan Sang Pencipta. Mereka lah yang disebut golongan orang yang merugi. Rugi di dunia dan akhirat.
Sunan Bonang dari Jawa Timur pernah membuat syair tentang penangkal penyakit-penyakit hati tersebut. Belakangan, syair itu didendangkan dengan syahdu oleh musisi reliji mantan penyanyi rock, yakni Ainur Rofiq alias Opick (bukan Oppie Andaresta penyanyi Andai Aku Orang Kaya).
Tombo Ati (Obat Hati)
obat hati ada lima perkara
yang pertama baca Quran dan maknanya
yang kedua zikir malam hayatilah
yang ketiga puasa sunnah amalkanlah
yang keempat sholat malam khusukkanlah
yang kelima orang sholeh kumpullah
salah satunya siapa bisa menjalani
insya Allah Gusti Allah mengabulkan
[Lirik : Sunan Bonang (teks asli bahasa Jawa)
Lagu : Opick]
***
Adakah kita termasuk golongan orang sombong? Mudah-mudahan tidak.
Bagaimana kita mengenal orang sombong? Lihatlah sikapnya terhadap kebenaran.
Kebenaran yang bagaimana, bukankah kebenaran itu relaltif?
Sejak bergabung dengan kompasiana ini, tagline dalam halaman profil saya mengatakan,
“seandainya kebenaran itu relatif, maka berpihak pada yang baik adalah absolut,,,tentang apa dan siapa yang baik itu, mutlak dia bukan relatif karena dia causa prima yang absolut”
Sebagai gambaran, mereka biasanya paling takut dengan ajaran agama, dengan memvonis ajaran agama itu kolot, puritan, sektarian, atau dogmatis. Mereka mengagungkan akal atau rasio yang sebenarnya amat sangat terbatas dibanding rahasia-rahasia alam semesta dengan milyaran galaksi dan ciptaan di dalamnya. Padahal kalau kita berpaling dari agama, mau ke mana lagi kita berpedoman? Akhirnya kita tidak ada bedanya dengan makhluk ciptaan Tuhan lain seperti binatang dan tumbuhan. Bahkan derajat kita bisa lebih rendah dari mereka, karena sesuai obrolan Nabi Sulaiman a.s. dengan kaum jin dan binatang, mereka juga sesungguhnya bersujud kepada Allah s.w.t., bentuk ketundukan kepada Sang Pencipta.
Seburuk apapun hasil dogma itu menurut penilaian manusia, belum tentu buruk di mata Pencipta atau Sang Pemilik Jiwa. Seruan Paus Urbanus II dalam Perang Salib tahun 1095-1291 dan keceplosan George W. Bush yang menyebut Crusade dalam Perang Irak dan Afghanistan, adalah dogma politis yang bebas diipatuhi pengikutnya. Berbeda jika seruan itu berupa dogma agama yang menyebut "jika ditampar pipi kirimu, berikan pipi kananmu".
Mudah-mudahan bermanfaat.
Referensi :
[caption id="attachment_127552" align="aligncenter" width="480" caption="Lempar jumrah, simbolisasi membuang sifat angkuh dan sombong dari diri kita (foto kalatidha.wordpress.com)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H