Lautan memiliki segudang misteri yang bahkan hingga kini belum dapat dipecahkan oleh para ilmuan sekalipun. Menurut Kepala Urusan Publik National Oceanic and Atmospheric Administration, Fred Gorell, sekitar 95 persen wilayah lautan belum terjelajahi oleh manusia, berarti hanya 5 persen yang sudah terjelajahi dan menghasilkan penemuan baru. Berbagai penelitian terhadap spesies laut merupakan salah satu cara menjelajahi dunia air yang menakjubkan.
Laut dalam merupakan bagian yang jarang dijangkau oleh manusia, namun terdapat berbagai spesies menarik di dalamnya salah satunya cumi-cumi stroberi. Apakah kalian sudah pernah mendengarnya? Jika belum, tulisan ini merupakan pilihan yang tepat untuk mengenal lebih dekat dengan si merah nan aneh ini.
Mengapa disebut "Si Merah nan Aneh"?
Cumi-cumi stroberi atau disebut juga cumi-cumi mata ayam sebab memiliki ciri-ciri fisik yang mencolok sekaligus aneh. Sudah tentu julukan stroberi di dapatkan karena warnanya yang merah dan memiliki sel penghasil cahaya (photophores) yang berbentuk seperti biji pada permukaan stroberi. Sedangkan disebut aneh karena memiliki sepasang mata yang asimetris atau satu mata berukuran lebih besar, dan juga cara berenang vertikal yang sedikit miring.
Cumi-cumi stroberi pertama kali ditemukan oleh S. Stillman Berry pada tahun 1913. Ukuran tubuh (mantel) betina lebih kecil dari pejantan yaitu sekitar 20 cm. Spesies ini biasa ditemukan di daerah perairan tropis dan subtropis Samudra Atlantik pada kedalaman lebih kurang 400-1000 meter. Ahli biologi Kate Thomas dari Universitas Duke telah meneliti spesies ini dari 150 video bawah laut yang dikumpulkannya dari Monterey Bay Aquarium Research Institute. Pada umumnya hewan mengandalkan penglihatan mereka untuk mencari makan, menghindari predator, dan mencari pasangan. Sama halnya dengan cumi-cumi stroberi, mereka memanfaatkan penglihatannya secara maksimal dalam zona perairan mesopelagik yaitu perairan dengan cahaya yang terbatas (disphotic).
Pada awal kelahirannya, cumi-cumi stroberi memiliki ukuran mata yang identik namun seiring dengan perkembangannya, salah satu matanya mulai beradaptasi dengan lingkungan yang sedikit sumber cahaya. Mata mereka membesar dan akan lebih besar dua kali lipat saat dewasa dengan warna lensa yang kekuningan. Ukuran mata yang asimetris ini memiliki dua tujuan yang berbeda. Hal itu mempengaruhi cara berenang hewan dari kelas Cephalopoda ini yaitu mata besar secara khusus menatap sedikit ke atas permukaan, mencari siluet makhluk lain pada cahaya biru redup dari permukaan.
Bagaimana cara kerja mata mereka yang berbeda itu?
Cara kerja mata besar ini secara singkat menyaring cahaya biru lautan. Cahaya biru memiliki gelombang yang lebih pendek dibandingkan warna lainnya sehingga dapat merambat lebih baik di air. Mata besar mengumpulkan lebih banyak cahaya biopendar dari organisme lautan yang berupa cahaya biru-hijau. Warna kekuningan pada mata cumi-cumi tadi membuat warna kehijauan dari hewan lain menjadi lebih menonjol dibandingkan cahaya biru dari laut. Hal itu mempermudah cumi-cumi stroberi untuk mendeteksi taktik penyelubungan mangsanya ataupun objek hitam dan titik-titik di atasnya sehingga mampu melakukan tindakan serangan balik (counter-defensive). Dengan demikian, pengembangan filter kuning di lensa dewasa yang menghadap ke atas merupakan bentuk evolusi pola makan menuju mangsa yang melawan cahaya seperti udang, ikan lentera myctophid, dan cephalopoda lainnya.
Sementara itu, mata kecilnya diadaptasi untuk mengawasi area bawah (dasar laut) atau lebih tepatnya untuk mendeteksi kilatan biopendar dari hewan di bawahnya. Spesies ini tentunya juga memiliki kemampuan biopendar atau menghasilkan kilatan cahaya khas dari sel photopores berbentuk seperti biji stroberi di kulitnya. Kemampuan ini juga dimanfaatkan secara baik untuk mengatur cahaya yang datang dari atas sehingga mangsa dibawahnya akan terkecoh atau bahkan menganggapnya sama seperti cahaya dari permukaan.
Bagaimana pertahanan cumi-cumi stroberi dari predator?
Cumi-cumi stroberi juga memiliki pose-J yaitu lengan yang membungkus ke arah belakang menuju kepala dan mantel tubuhnya. Pose ini merupakan hal umum pada cumi-cumi dan kuat dugaan adalah sebagai pose defensif atau bentuk pertahanan dari predator yang berpotensi memangsanya. Hewan yang berpotensi memakannya adalah cumi-cumi jumbo, paus sperma, lumba-lumba Risso, burung laut, hiu, tuna, dan lancetfish. Selain cara tadi, cara tinta juga dikembangkan namun hanya jika didekati atau disentuh.
Daur hidup cumi-cumi stroberi
Sama seperti kelompok cumi-cumi lainnya, H. heteropsis bereproduksi dengan cara seksual. Diawali dari pejantan yang merayu betina dengan tampilannya, jika cocok maka jantan akan menggenggam betina dan memasukkan salah satu tentakelnya (hectocotylus) yang juga berfungsi sebagai penis. Betina biasanya memproduksi sekitar 200 telur dan menempelkannya pada dasar laut. Akan tetapi, reproduksi pada cumi-cumi stroberi masih sedikit diketahui meskipun ada kemungkinan mereka menyimpan telur pada perairan yang lebih dalam.
Referensi:
Belman, B. W. (1978). Respiration and the effects of pressure on the mesopelagic vertically migrating squid Histioteuthis heteropsis. Limnol. Oceanogr., 23(4), 1978, 735-739. American Society of Limnology and Oceanography, Inc.
Thomas, K. N., Robison, B. H., & Johnsen, S. (2017). Two eyes for two purposes: in situ evidence for asymmetric vision in the cockeyed squids Histioteuthis heteropsis and Stigmatoteuthis dofleini. Phil. Trans. R. Soc. B 372: 20160069. http://dx.doi.org/10.1098/rstb.2016.0069
Young, R.E. and R.M. Mencher. (1980) Bioluminescence in mesopelagic squid: diel color change during counterillumination. Science, 208:1286-1288.
Young, R.E. and C.F.E. Roper. (1976) Bioluminescent countershading in midwater animals: evidence from living squid. Science, 191:1046-1048.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H