Mohon tunggu...
Humaniora

Menjadi "vigilante" dalam masyarakat. Bisakah?

28 Agustus 2015   01:08 Diperbarui: 28 Agustus 2015   01:08 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lanjut

Saya sendiri geram melihat tingkah laku dari si Om ini. Karena apa susahnya sih mengantri dibelakang motor bebek dan matic? Masa kalah dengan anak SD? Aduuuuhhh. Mungkin saya ketika melihat ada hal yang serupa dengan gambar diatas, mungkin bukan hanya bogem mentah yang akan saya daratkan di pipinya, mungkin serangan helm juga. (Biar greget!)

Perlukah masyarakat turun tangan sendiri menyelesaikan hal-hal yang terkesan sepele namun sebetulnya sangat fundamental di kehidupan sehari-hari dari kita? Jawabannya: Ya. Tetapi menggunakan cara yang sopan namun tajam. Masyarakat harus solid dalam mengatasi ketidakadilan. Tetapi kembali lagi seperti perkataan saya diatas, gunakanlah otak lebih dulu. Masyarakat hendaknya juga mengerti akan "rasa malu" yang harus ditanamkan sedari kecil dan di aplikasikan dikehidupan sehari-hari. Jangan pikirkan soal waktu, karena akan sangat lama sekali sebelum Indonesia bisa mengantre dengan baik. Pikirkan bagaimana caranya kita bisa "menertibkan" orang-orang yang ngasal seperti si Om ini. Tentu, kita semua sepakat bahwa kekerasan bukan merupakan jalan yang terbaik dalam mengatasi masalah, tetapi apalah daya ketika akal sehat dari si oknum sudah sakit. Mungkin bisa saja masyarakat kita membakar si Om ini seperti kasus pembakaran tersangka begal di Pondok Aren.

Si Om ini saya rasa harus dilempar kembali ke bangku SD agar belajar mengantri di depan kelas sebelum pelajaran dimulai agar paham cara mengantre yang baik. Mungkin bukan hanya si Om ini, tetapi ratusan bahkan ribuan pengendara lainnya agar terciptanya masyarakat yang teratur. Masa negara sekecil Singapura bisa mengantre, sedangkan negara yang besarnya sebesar benua Eropa sampai ke Rusia tidak bisa mengantre? Malu sob!

Itulah "Vigilante" dalam tulisan saya yang dibuat dengan sangat terburu-buru karena mengantuk. Bukan dalam artian sebenarnya karena arti sebenarnya sendiri dekat dengan tindak anarkisme dan sangatlah tidak etis ketika bangsa ini sedang ber-metamorfosis menjadi lebih baik lagi dan diganggu oleh tindak anarkis oleh sebagian masyarakat.

"Mas, saya pake moge loh. Isikan bensin saya!" "Tapi pak, mas yang ini lebih dulu disini pak." "Ah banyak cingcong kamu. Saya ini pejabat! Dan pake moge! Isikan bensin saya, buruan!" "iya pak, siap!" *Dan si Mas yang mengantre duluan langsung ngacir*

 

Serpong, 28 Agustus 2015

Andhika Maharetsi

Mahasiswa FISIP UI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun