Mohon tunggu...
Mahardhika Setyawan
Mahardhika Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika SMAIT Al Huda Wonogiri

Mari belajar bersama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kartini, Sang Pendobrak Tradisi

22 April 2013   20:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:46 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam surat-surat yang beliau tulis selanjutnya, ternyata RA Kartini tidak hanya menentang adat, tetapi juga menentang politik kristenisasi dan westernisasi. Dari surat-surat RA Kartini terbaca tentang nilai Islam di mata rakyat terjajah saat itu.

Sikap RA Kartini yang istiqomah tersebut setelah memperoleh dan membaca Tafsir Al Quran. Nampaknya kitab tafsir yang KH Sholeh Darat berikan benar-benar menginspirasi dirinya. Al Quran telah menjadi titik balik pemikiran dan kehidupannya.

Rasa kekagumannya terhadap Al Quran dia tuturkan kepada Ny. Abendanon melalui surat yang belaiu tulis tanggal 15 Aguntus 1902 ;

“Alangkah bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaan di samping kami”

RA Kartini menilai bahwa Al Quran adalah gunung kekayaan yang ada disampingnya. Akibat pendidikan barat, Al Quran terlupakan. Namun setelah tafsir Al Quran dibacanya, beliau melihat Al Quran sebagai gunung keagungan hakekat kehidupan.

RA Kartini benar-benar memperjuangkan anak bangsa agar memperoleh kesempatan mendapat pendidikan sekalipun bukandari suku Jawa. Lagi pula RA Kartini bukan dari kalangan Kedjawen. Kebangkitan juangnya sangat dipengaruhi oleh ajaran Al Quran.

Perjuangan Panjang

Dari perjalanan hidup RA Kartini, kita akan melihat fakta yang sangat menarik. Beliau merasakan kegelisahan dan kekeringan ilmu Islam saat masih berusia 20 tahun. Lalu keberaniannya dalam mengungkapkan kebenaran membawa suatu tradisi baru yang pada zaman itu masih dianggap tabu dan melanggar norma sosial yang berlaku.

Dan setelah masa pencarian yang melelahkan, akhirnya Kartini tercerahkan oleh cahaya Islam. Kalau saja tidak ada keberanian mengungkapkan kegelisahan hatinya kepada KH Sholeh Darat mungkin Kartini tidak akan menemukan cahaya Islam sampai akhir hayatnya. Dan Kartini tidak akan menyuarakan kesetaraan pendidikan bagi semua kalangan.

Kemauan untuk mendobrak tradisi harusnya juga dimiliki oleh semua putra putri bangsa yang merasa dirinya adalah penerus perjuangan Kartini. Apalagi mereka yang menisbatkan dirinya kepada Al Quran.

Proses perjuangan Kartini adalah proses perjaungan panjang. Walaupun dia belum sampai pada tujuannya, tetapi kemauan untuk mendobrak tradisi yang terinspirasi kebenaran dalam Al Quran, membuat kita pantas menghargai dirinya sebagai putri Indonesia yang namanya harum sepanjang kehidupan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun