bu kita Kartini, putri sejati
putri Indonesia, harum namanya
ibu kita Kartini, pendekar bangsa
pendekar kaumnya, untuk merdeka
wahai ibu kita Kartini, putri yang mulia
sungguh besar cita-citanya, bagi Indonesia.
Lagu di atas, saya yakin, sudah sering kita dengar dan hafalkan semenjak kita masih duduk di Sekolah Dasar. Apalagi setiap memasuki bulan April, kita akan melihat peringatan hari Kartini setiap tanggal 21 April. Akan diadakan lomba-lomba yang pesertanya ibu-ibu, biasanya berupa lomba memakai kebaya atau lomba memasak. Lalu apakah perlombaan dan peringatan itu sesuai dengan apa yang diperjuangkan oleh Kartini?
RA Kartini adalah seorang wanita yang cerdas yang haus akan ilmu. Kegelisahan yang dia rasakan akibat penindasan terhadap kaumnya, membuat dia merasa harus memperjaungkan derajat kaumnya agar mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki.
Habis gelap terbitlah terang
Suatu ketika Kartini pernah berkirim surat dengan sahabatnya dari Belanda Ny. Stella. Berikut salah satu penggalan surat yang beliau kirimpada tanggal 6 November 1899;
“Mengenai agamaku Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agama ku Islam karena, nenek moyangku Islam…. tidak jadi orang soleh pun tak apa-apa, asalakan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella”