Mohon tunggu...
Mahardhika Setyawan
Mahardhika Setyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika SMAIT Al Huda Wonogiri

Mari belajar bersama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pesan di Balik Cerita: Ande-ande Lumut

18 Agustus 2014   03:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika suatu hari dalam perjalanan ke rumah, tiba-tiba saya teringat sebuah lagu yang saya pelajari sewaktu masih kelas 6 SD. Lagu yang merupakan bagian dari cerita rakyat dari masyarakat Jawa. Dan pikiran saya lalu mencari pesan dari kisah dongeng tersebut. Pesan yang tersirat yang mengandung pelajaran kepada yang mendengar.

Dongeng itu berjudul ‘Ande-ande Lumut’, yang tentu saja berasal dari Jawa, kemungkinan dari Jawa Timur. Saya pernah menyaksikan dongeng ini dimainkan dalam seni panggung. Baik menonton di TVRI, maupun menonton secara langsung di drama kethoprak.

Ringkas Cerita

Kisah ini berkisah tentang seorang janda yang memiliki tiga orang putri cantik yang bernama Klenthing Abang, Klenthing Biru, dan Klenthing Ijo. Sang janda juga memiliki seorang anak tiri yang berparas tidak begitu cantik yang bernama Klenthing Kuning. Suatu ketika keluarga ini mendengar bahwa ada seorang pemuda tampan yang tinggal di desa yang agak jauh ingin menikah, pemuda itu bernama Ande-ande Lumut. Si Ibu memerintahkan kepada ketiga anaknya untuk medatangi rumah sang pemuda untuk meminta dijadikan sebagai istri. Klenthing Abang, Klenthing Biru, dan Klenthing Ijo bersiap dan pergi menuju kediaman Ande-ande Lumut. Klenthing Kuning ternyata juga ingin mengikuti langkah ketiga kakaknya dan meminta ijin kepada ibu tirinya. Dan ibu tirinya mengijinkan, dan berangkatlah Klenting Kuning menyusul ketiga kakaknya.

Dalam perjalanan, sampailahKlenthing Abang, Klenthing Biru, dan Klenthing Ijo pada sebuah sungai yang sangat lebar dan panjang. Mereka kebingungan untuk menyeberangi sungai ini, dan di tengah kebingungan mereka tiba-tiba muncul dari sungai itu sesosok makhluk. Makhluk itu bernama Yuyu Kangkang, sebutlah dia sesosok siluman yang bisa berubah wujud menjadi manusia dan kepiting. Yuyu Kangkang menawarkan bantuan kepada ketiga bersaudari ini untuk menyeberangkan ke seberang. Tentunya dengan suatu imbalan yang harus diberikan kepada Yuyu Kangkang. Klenthing Abang, Klenthing Biru, dan Klenthing Ijo sepakat dengan imbalan yang diminta Yuyu Kangkang . Apa imbalan yang diminta? Dikisahkan Yuyu Kangkang meminta imbalan yaitu diperbolehkan mencium ketiganya. Mungkin ini sudah diperhalus oleh penyampai cerita.

Dan karena berangkat lebih akhir, Klenthing Kuning sendirian sampai di sungai yang sama dengan kakak-kakaknya. Dan Yuyu Kangkang pun juga mengambil kesempatan ini. Akan tetapi ternyata Klenthing Kuning sudah mengetahui kelemahan Yuyu Kangkang, dia mengeluarkan sebuah tongkat kecil atau bisa disebut sebatang lidi yang ketika dipukulkan ke tubuh siluman maka siluman itu akan lemas. Yuyu Kangkang dipaksa untuk menyebrangkan Klenthing Kuning secara cuma-cuma.

Klenthing Abang, Klenthing Biru, dan Klenthing Ijo pun sampai di rumah Ande-ande Lumut dan bertemu dengan ibunya. Nah, di bagian inilah lagu yang terlintas di pikiran saya muncul.

Ibu

Putraku si Ande-ande Lumut

Tumuruna ana putri kang unggah-unggahi

Putrine kang ayu rupane

Klenthing Abang iku kang dadi asmane

Ande-ande Lumut

Duh, ibu, kula mboten purun

Duh, ibu, kula mboten mudhun

Nadyan ayu tilase si Yuyu Kangkang

Terjemahan

Ibu

Putraku si Ande-ande Lumut

Turunlah ada putri yang melamar

Putri yang cantik wajahnya

Klenthing Abang itu yang jadi namanya

Ande-ande Lumut

Duh, ibu, aku tidak mau

Duh, ibu, aku tidak turun

Walau cantik bekasnya si Yuyu Kangkang

Ande-ande lumut memberikan jawaban yang sama kepada Klenthing Biru dan Klenthing Ijo dengan alasan yang sama. Walaupun cantik tetapi dia tidak mau karena mereka bertiga , dia sebut, bekasnya Yuyu Kangkang.

Sampailah ketika Klenthing Kuning sampai di rumah Ande-ande lumut. Dan begini lagunya

Ibu

Putraku si Ande-ande Lumut

Tumuruna ana putri kang unggah-unggahi

Putrine kang ala rupane

Klenthing Kuning iku kang dadi asmane

Ande-ande Lumut

Duh, ibu, kula inggih purun

Duh, ibu, kula inggih mudhun

Nadyan ala menika pilihan kula

Terjemahan

Ibu

Putraku si Ande-ande Lumut

Turunlah ada putri yang melamar

Putri yang buruk wajahnya

Klenthing Kuning itu yang jadi namanya

Ande-ande Lumut

Duh, ibu, aku sudah mau

Duh, ibu, aku akan turun

Walau buruk (wajah) inilah pilihanku

Dan seperti yang terlihat, walaupun tidak secantik ketiga kakaknya, Klenthing Kuning lah yang diterima lamarannya. Dan akhirna diketahui bahwa Ande-ande Lumut sebenarnya adalah Prabu Panji Asmara Bangun dan Klenthing Kuning adalah sang prabu yang menghilang karena kerajaan diserang kerajaan lain.

Pesan di balik cerita

Dari kisah ini saya melihat bahwa betapa tingginya standar moral yang ditetapkan oleh orang-orang terdahulu. Kita bisa melihat, bahwa Ande-ande Lumut menolak wanita-wanita yang lebih cantik menarik untuk dijadikan istri karena wanita-wanita cantik itu telah dicium oleh yuyu kangkang. Saya sempat berpikir, apa iya ‘hanya’ dicium, apa mungkin itu sudah diperhalus? Tetapi saya lebih suka beranggapan ‘dicium’ itu sudah merupakan cerita asli. Walaupun klenting kuning tidak secantik kakak-kakaknya, yang ditolak ande-ande lumut, tetapi kemauannya untuk menjaga diri membuat ande-ande lumut lebih memilihnya sebagai istri.

Mengingat apa yang terjadi di Indonesia hari ini, betapa penting untuk kembali melihat hal-hal peting yang coba diwariskan oleh para pendahulu. Sekali lagi, dari cerita ini, kita bisa melihat begitu tingginya standar moral yang ditetapkan. Bagaimana para wanita tidak dengan bebas memberikan diri mereka untuk meraih satu tujuan. Bagaimana kita tidak menghalalkan segala cara walaupun mengorbankan harga diri untuk meraih segala tujuan. Walaupun tujuan itu baik, tetapi cara juga harus diperhatikan. Kita sudah kehilangan jati diri kita sebagai banga Indonesia, silau terhadap budaya-budaya materialisme ala barat. Kita sudah berjalan terlalu jauh dengan nilai-nilai luhur bangsa kita.

Penutup

Saya kira sudah pernah ada tulisan sebelum ini yang membahas tentang pesan yang ingin disampaikan. Mungkin lebih lengkap juga, tetapi saya tidak tahu pastinya. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun