Eksitensi pidana mati di Indonesia sendiri tentunya menuai pro-kontra yang tidak ada habisnya dari berbagai kalangan mulai dari para ahli hukum, pejuang Hak Asasi Manusia, hingga masyarakat sendiri. Berbagai kalangan dari ahli hukum, pejuang HAM, serta masyarakat saling berdebat untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing terhadap pandangan eksistensi pidana mati di Indonesia.
Adapun pendapat pro pidana mati di Indonesia berpandangan bahwa pidana mati diperlukan dalam rangka atau tujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan sebagai upaya tindak preventif untuk menakuti manusia agar tidak melakukan kejahatan, pendapat lainnya adalah pidana mati relatif tidak menimbulkan rasa sakit apabila dilakukan dengan tepat.
Pendapat pro lainnya mengenai pidana mati di Indonesia adalah bahwa pidana mati dapat tetap diterapkan sebagai alat pertahanan bagi masyarakat dari pelaku tindak kejahatan.
Sedangkan, pendapat kontra terhadap pidana mati di Indonesia sendiri berpandangan bahwa pidana mati sangat bertentangan dengan konstitusi Indonesia yaitu UUD NRI 1945 terutama pada pasal 28A yang menyatakan bahwa: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Selain bertentangan dengan UUD NRI 1945, pidana mati juga bertentangan dengan konvensi internasional berupa Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia yang isinya menyatakan bahwa setiap manusia memiliki Hak Asasi Manusia berupa hak untuk mempertahankan hidupnya,
oleh karena itu, pidana mati dianggap sebagai bentuk pelanggaran keji terhadap Hak Asasi Manusia. Bahkan, beberapa negara sudah menghapuskan pidana mati dalam sistem Hukum di negaranya seperti Belanda, Jerman, Italia, dan lain sebagainya.
Selain itu, pidana mati dianggap sebagai bentuk rasa ketidakadilan terhadap suatu individu,
dimana pihak kontra berpendapat bahwa pidana mati bertentangan dengan tujuan pemberian pidana yang dimana seharusnya penjatuhan pidana memberikan sebuah pembelajaran kepada pelaku untuk dapat berubah selama masa hukuman dan para pelaku tindak pidana kejahatan pada dasarnya berhak mendapat kesempatan kedua di masyarakat dan hukuman penjara saja sudah cukup untuk menghukum pelaku tersebut.
Bahkan, sebutan mantan narapidana saja sudah cukup memberikan sebuah sanksi sosial bagi pelaku dalam kehidupan sosial di masyarakat. Pendapat kontra lainnya adalah penjatuhan pidana mati tidak efektif dalam memberantas kejahatan dengan menengok fakta bahwa angka kejahatan masih tetap tinggi.
Pandangan subjektif penulis terkait eksistensi pidana mati di Indonesia sendiri adalah setuju dengan adanya dan mempertahankan pidana mati di Indonesia, dikarenakan pidana mati selain sebagai bentuk represif juga terbukti sebagai bentuk preventif untuk mencegah bertambahnya angka kejahatan dan melindungi kemanan masyarakat.
Namun, di sisi lain juga setuju bahwa pidana mati juga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dalam mempertahankan hidup. Oleh karena itu, penerapan pidana mati sepatutnya dijadikan upaya pilihan akhir dalam penerapan pidana dengan dilakukan berdasarkan pertimbangan yang matang dan hati-hati terhadap tindakan pelaku dan akibat dari tindakannya sehingga tidak menimbulkan rasa ketidakadilan dan efektivitas dalam penerapannya.