Mohon tunggu...
Maharani Iza Najwa
Maharani Iza Najwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Hobi main game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Miskonsepsi Istilah Wibu

20 Desember 2023   10:10 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

“Ih wibu!”

“Dasar wibu bau bawang!”

Mungkin kalian pernah mendengar ucapan itu? Atau bahkan kalian sendiri yang mengolok orang lain dengan ucapan-ucapan demikian? Hentikan mulai dari sekarang! Jangan ucapkan lagi kepada orang lain, apalagi pada orang lain yang memiliki perbedaan kesukaan dari kalian! Bukankah kalian sendiri tidak suka apabila diolok-olok seperti demikian? Mungkin saja bagi kalian itu bukan hal besar, tapi untuk sebagian orang diolok ketika menyukai sesuatu hal itu sangat menyakitkan hati. Hal itu bisa saja membuat seseorang tersebut menjadi minder akan dirinya sendiri, mereka menjadi tertutup dan memilih untuk diam saja mengenai hal-hal yang mereka sukai. 

Dari awal apakah orang-orang mengerti mengenai apa arti sesungguhnya dari kata “wibu”?

Istilah wibu muncul di situs 4chan pada awal 2000-an dan digunakan untuk menghina orang asing yang bias terhadap budaya Jepang. Melansir dari Thejapaneseway, kata wibu atau weeaboo hadir sebagai bahasa gaul untuk istilah Wapanese, yang merupakan campuran kata dari kata wannabee dengan Japanese.

Julukan ini mencakup pada individu-individu yang ekstrim dalam obsesi tidak sehat terhadap budaya Jepang. Orang-orang ini cenderung mengabaikan identitas mereka seperti budaya, ras, atau lainnya. Bahkan bisa saja mereka seakan hidup di Jepang dengan menggunakan bahasa Jepang atau bahkan mempraktekkan budaya Jepang daripada budaya dari negara mereka sendiri.

Namun, saat ini terjadi kesalahpahaman mengenai arti dari istilah weaboo itu, orang-orang menggunakan istilah itu untuk mengejek orang yang mungkin menyukai hal tertentu saja. Karena tidak semua penggemar Jepang dapat disebut sebagai wibu. Kebanyakan orang hanya menyukai anime, manga, video game Jepang, dan sejenisnya hanya untuk menikmati hobi mereka. Berkebalikan dengan wibu yang menganggap diri mereka ahli mengenai budaya Jepang.

Seiring berjalannya waktu, saat ini istilah “wibu” terdengar hanya ejekan biasa padahal konotasi wibu itu kurang menyenangkan. Semakin banyak orang yang kerap menggunakan istilah itu untuk merendahkan seseorang yang menyukai suatu hal dari Jepang, padahal mereka tidak terobsesi pada budaya Jepang itu sendiri. Merendahkan orang lain yang memiliki selera yang berbeda, tentunya bukan suatu hal yang mustahil terjadi.

Sering saya dengar dari cerita orang lain mengenai tindakan ini. Komentar-komentar seperti,

“Kenapa kalian tidak mendiamkannya saja ketika kalian diolok?”

Sebagai salah satu orang yang pernah diolok sedemikian, rasanya sulit untuk sekedar ‘didiamkan saja’. Karena olokan tersebut datang terus menerus dan dibarengi dengan sikap yang seakan menjauhkan diri dari orang aneh. Saya menjadi merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekitar saya. Padahal hanya karena saya gemar menonton anime dan membaca novel atau komik dari Jepang, bahkan sekedar menggunakan foto profil bergambar karakter dari suatu anime saya dijauhi. Ironis rasanya.

Walau demikian sekarang ini saya sudah biasa dengan label wibu ini. Memang masih menyebalkan ketika dilabeli demikian dari orang-orang yang belum mengerti arti dari istilah wibu, saya sering kali memilih diam saja. Lalu apa dampaknya pada saya sendiri? Seperti halnya cerita di awal, saya menjadi minder dan tidak minat untuk bersosialisasi dengan orang yang tidak memahami akan hal ini. Saya memilih untuk menarik diri apabila saya merasa tidak nyaman dengan orang-orang di sekitar saya dan saya sengaja membuat dinding transparan pada orang-orang yang saya belum sepenuhnya nyaman. 

Terlihat betapa pentingnya untuk memahami perasaan orang lain dan bersikap toleran terhadap orang lain. Memahami perasaan orang lain sangat diperlukan untuk membangun hubungan yang sehat antar satu sama lain. Seperti halnya ketika mengolok seseorang dengan istilah wibu tadi, kita tidak tahu apakah mereka yang diolok akan tersinggung dan sakit hati atau memilih untuk tidak peduli mengenai olokan tersebut. Sehingga, ada baiknya sebelum kita mengucap sesuatu, kita pikirkan terlebih dahulu apa yang akan mereka rasakan dari perkataan yang hendak kita ucapkan. Apabila dirasa ucapan tersebut tidak pantas dan menyakiti hati, maka jangan diucapkan!

Mungkin saja hubungan kalian sudah dekat sehingga mengolok satu sama lain bisa saja merupakan inside jokes kalian. Tapi, saya harap kalian tetap mempertimbangkan tentang candaan kalian itu, karena bisa jadi hanya karena ‘candaan’ hubungan dengan teman kalian akan terputus.

Istilah "wibu" yang saat ini kerap dipergunakan sebagai sindiran, menghina seseorang yang memiliki ketertarikan pada hal-hal dari Jepang padahal orang-orang salah memahami dari istilah itu sendiri. Pemakaian istilah ini, yang sekarang menjadi bahan untuk mencaci orang lain, menciptakan pandangan negatif kepada mereka dengan kesukaan yang berbeda. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan orang-orang mengenai kesukaan mereka dan berakhir untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun