Dunia perkuliahan Indonesia dalam beberapa waktu terakhir diwarnai berbagai masalah yang memicu perdebatan publik. Sebagai konselor pendidikan dengan latar belakang pekerjaan di bidang pendidikan di Indonesia selama hampir dua dekade, saya ingin sekali berbagi pandangan tentang ini.
Pertama, penting untuk memahami konteksnya. Indonesia memiliki sistem pendidikan tinggi yang kompleks dan beragam, dengan lebih dari 4.000 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Kualitasnya pun bervariasi, dengan beberapa perguruan tinggi ternama yang bersaing di kancah internasional, namun banyak juga yang masih tertinggal.
Kedua, kita perlu melihat berbagai indikator untuk menilai. Peringkat internasional seperti QS World University Rankings memang menunjukkan bahwa masih ada banyak ruang untuk perbaikan. Namun, penting untuk dicatat bahwa peringkat ini tidak selalu mencerminkan realitas di lapangan. Ada banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan, seperti akses pendidikan, relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, dan kualitas penelitian.
Ketiga, kita harus mengakui bahwa ada banyak kemajuan yang telah dicapai. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, seperti beasiswa, hibah penelitian, dan otonomi perguruan tinggi. Selain itu, banyak perguruan tinggi yang berbenah diri dengan meningkatkan kualitas kurikulum, infrastruktur, dan dosen.
Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satu yang terbesar adalah masalah kesenjangan akses. Biaya pendidikan tinggi yang masih mahal menjadi hambatan bagi banyak anak muda dari keluarga kurang mampu. Selain itu, kualitas dosen di beberapa perguruan tinggi masih perlu ditingkatkan. Kurikulum pun perlu diperbarui agar lebih relevan dengan kebutuhan industri dan dunia kerja.
Lalu, apakah kita tertinggal jauh? Jawabannya tidak sesederhana itu. Ada beberapa aspek di mana kita masih tertinggal, namun ada juga kemajuan yang signifikan. Tantangan yang dihadapi memang besar, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan upaya bersama dari pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, saya yakin pendidikan tinggi di Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi lebih berkualitas.
Salah satu isu krusial yang menjadi sorotan adalah kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Hal ini memicu demonstrasi mahasiswa yang menuntut transparansi dan keadilan dalam sistem pembiayaan pendidikan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim membatalkan keputusan untuk menaikkan UKT bagi mahasiswa pada tahun ajaran 2024/2025 pada tanggal 27 Mei 2024.
Di kancah internasional, peringkat universitas Indonesia dalam QS World University Rankings 2024 masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai universitas peringkat tertinggi di Indonesia berada di peringkat 251, diikuti oleh Universitas Indonesia (UI) di peringkat yang lebih rendah. Sebagai perbandingan, National University of Singapore (NUS) menduduki peringkat 8 dunia, dan Nanyang Technological University (NTU) di peringkat 74. University of Malaya melengkapi dominasi regional dengan menempati peringkat 177.
Peringkat tersebut memang bukan tolok ukur tunggal, namun menjadi indikator penting tentang kualitas pendidikan tinggi. Pertanyaannya, bagaimana kita mengukur kinerja Kementerian Pendidikan, Riset, dan Kebudayaan (Kemendikbudristek) dalam memajukan pendidikan tinggi Indonesia? Apakah negara sebesar Indonesia tidak mampu memberikan pendidikan berkualitas yang menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di pasar tenaga kerja regional, khususnya Asia Tenggara?
Menjawab tantangan dunia perkuliahan Indonesia membutuhkan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, Indonesia dapat terus berupaya untuk mengejar ketertinggalan dan mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas untuk melahirkan lulusan yang mampu bersaing di tingkat regional maupun global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H