Indonesia merupakan negara yang berbentuk gugusan kepulauan yang terletak di kawasan "cincin api". Tentunya lingkungan geografis ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap berbagai bencana alam, seperti banjir, tsunami, puting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan lain sebagainya.Â
Tidak hanya itu keragaman suku, bangsa, ras dan etnik yang ada Indonesia juga rentan menjadi sumber penyebab timbulnya bencana sosial di lingkungan bermasyarakat penduduk Indonesia sendiri.Â
Untuk bisa menghadapi kondisi Indonesia yang rawan akan bencana ini dengan baik, masyarakat Indonesia membutuhkan edukasi terkait pendidikan persiapan dalam menghadapi bencana, terutama bagi anak-anak. Kenapa? karena sebagian besar anak-anak belum memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelamatkan diri ketika bencana itu terjadi.
Keluarga berperan sangat penting dalam kesiapsiagaan bencana pada anak, karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak. Keluarga dianggap sebagai hal terpenting dalam pengasuhan anak karena anak dibesarkan dan dididik oleh keluarga. Orang tua merupakan cerminan yang bisa dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya dalam keluarga.Â
Maka dari itu, tugas pengasuhan menjadi sekumpulan kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua. Anak dalam sebuah keluarga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena adanya interaksi antara ibu dan anak secara timbal balik serta adanya pemberian aktivitas pengasuhan.Â
Aktifitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu terhadap anak mencakup, melindungi anak, memberikan perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat anak, memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi kepadanya serta memberikan kemampuan sosialisasi budaya bencana (Rakhmawati, 2015).
Salah satu upaya pencegahan bencana yang dapat dilakukan dilingkungan keluarga adalah dengan memberikan pendidikan mengenai kesiapsiagaan bencana.Â
Didikan tentang kesiapsiagaan bencana dalam keluarga memberikan edukasi kepada anak bagaimana cara mengembangkan rencana kesiapsiagaan bencana, mempraktikkan pelaksanaan rencana tersebut dengan cara yang terorganisir, dan memastikan setiap anggota keluarga memiliki persediaan yang memadai untuk mendukung keluarga tersebut dalam keadaan darurat seperti ketika terjadi bencana (Rakhmawati, 2015).Â
Tingkat kesiapsiagaan bencana rumah tangga dan masyarakat untuk persiapan bencana cenderung rendah secara universal. Anak-anak, cenderung sangat rentan terhadap efek buruk dari paparan bencana. Pendidikan kesiapsiagaan bencana dapat dikembangkan untuk membantu membekali anak, keluarga, dan komunitas yang lebih besar untuk mengurangi risiko dan meningkatkan ketahanan terhadap peristiwa berbahaya.Â
Oleh karena itu, di sini penulis akan membahas bagaimana peran keluarga terkhususnya peran seorang ibu dalam memberikan pendidikan kesiapsiagaan menghadapi bencana keluarga.
Membahas mengenai kesiapsiagaan bencana, kita perlu mengetahui apa itu bencana? bencana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap fungsi suatu komunitas atau masyarakat yang melibatkan kerugian dan dampak manusia, material, ekonomi atau lingkungan yang meluas, yang melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.Â
Sedangkan menurut Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah "peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis" (Pratiwi, 2021).
Sedangkan menurut Lindell (2013), Bencana adalah paparan bahaya yang muncul dari hunian orang-orang di wilayah geografis di mana hal tersebut dapat dipengaruhi oleh jenis peristiwa tertentu yang mengancam kehidupan atau harta. Bencana menyebabkan kerentanan di berbagai bidang kehidupan manusia di antaranya; kerentanan fisik meliputi kerentanan manusia, kerentanan pertanian, dan kerentanan struktural nerabilitas.Â
Kerentanan manusia muncul dari kerentanan manusia terhadap suhu lingkungan yang ekstrem, tekanan, dan paparan bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian, cedera. dan penyakit (Lindell, 2013). Kerentanan pertanian terjadi karena tumbuhan dan hewan juga rentan terhadap lingkungan yang ekstrem.Â
Kerentanan struktural muncul ketika bangunan dibangun menggunakan desain dan bahan yang tidak dapat menahan tekanan ekstrem (seperti, angin kencang, guncangan seismik) atau membiarkan bahan berbahaya menyusup ke dalam bangunan yang ditempati. Kerentanan fisik mengacu pada kerentanan terhadap perubahan biologis (yaitu, dampak pada struktur anatomi dan fungsi fisiologis), kerentanan sosial mengacu pada keterbatasan dalam aset, psikologis (pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan), sosial (integrasi masyarakat), ekonomi (tabungan finansial), dan politik (politik publik) (Lindell, 2013).
Merujuk pada buku saku yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2018), Indonesia memiliki ancaman bencana geologi dan hidrometeorologi. Bencana Geologi ini dikarenakan Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia.Â
Oleh karena itu Indonesia sangat rentan akan bencana alam, seperti tsunami, letusan gunung api, gempa bumi, dan lain sebagainya. Disebutkan dalam buku saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana (2018), dijelaskan bahwa ancaman terjadinya bencana gempa bumi hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia.Â
Baik bencana gempa bumi berskala kecil, maupun berskala besar. Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Maluku, Papua, dan pulau-pulau kecil lainnya merupakan beberapa wilayah yang memiliki potensi terjadinya gempa bumi. Hanya di daerah Kalimantan bagian selatan, barat, dan tengah yang tidak ditemukannya sumber bencana gempa bumi meskipun bisa jadi dapat merasakan guncangan-guncangan yang berasal dari wilayah Selatan Makassar dan Laut Jawa.
Selain bencana geologi, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa juga membawa ancaman bencana hidrometeorologi. Karena letak geografisnya ini Indonesia memiliki iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Di saat musim penghujan, bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung sering terjadi akibat adanya terpaan angin La Nina.Â
Dan di saat musim kemarau berlangsung, bencana kebakaran hutan dan kekeringan yang siap mengancam penduduk di Indonesia karena terpaan angin El Nino.Â
Indonesia tidak bisa mencegah dari terpaan angin El Nino dan La Nina. El Nino sendiri merupakan angin yang bertiup dengan suhu tinggi sehingga membuat daerah yang dilewatinya mengalami musim kemarau yang berkepanjangan.Â
La Nina sendiri tidak berbeda jauh perannya namun di musim hujan yang menjadikan ekstremnya konsentrasi hujan. Berdasarkan pada data yang ditunjukkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tahun 2020, tercatat 2.939 bencana alam yang terjadi di Indonesia. Jika dipecahkan, maka dalam sehari Indonesia dilanda bencana sebanyak 8 kali, dalam seminggu 56 kali, dan dalam sebulan mengalami 240 kali bencana.
Banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia ini mengakibatkan banyak kerugian, dari rusaknya fasilitas, korban luka, hingga korban yang meninggal. Misalnya seperti bencana gempa bumi dengan kekuatan 5,4 Skala Richter (SR) yang terjadi di Lombok pada tahun 2019.Â
Saat itu, BNPB melaporkan bahwa terdapat 499 unit rumah yang mengalami kerusakan sedang dan ringan, rumah roboh sebanyak 32 unit, orang yang terluka mencapai 44 orang, dan terdapat 2 korban yang meninggal. Pada tahun yang sama, di Sentani, Jayapura, Papua harus mengalami fatalnya banjir bandang yang melanda.Â
Kondisi saat itu terlihat rumah-rumah yang roboh dengan jalan yang dipenuhi lumpur dan batang kayu memakan korban jiwa hingga 58 orang banyaknya. Kilas balik setahun sebelumnya, Selatan Lampung dan pesisir barat laut daerah Banten pun mengalami tsunami. BNPB mencatat per tanggal 28 Desember 2018 terdapat 40 ribu penduduk yang mengungsi, 7 ribu korban jiwa yang mengalami luka berat maupun ringan, serta 426 korban jiwa yang meninggal.
Dari sekian banyaknya bencana dan korban yang jiwa yang terdampak, diperlukan adanya pencegahan untuk meminimalisir kerugian yang berpeluang terjadi karena adanya bencana.Â
Merujuk pada buku yang ditulis Astuti dan Sudaryono (2010), Indonesia memiliki berbagai masalah dalam penanganan bencana, di antaranya adalah kinerja penanggulangan yang masih terbilang rendah, kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana yang juga rendah, serta minimnya keterlibatan sektor pendidikan dalam pendidikan mitigasi bencana. Mitigasi bencana sendiri didefinisikan sebagai upaya yang dapat dilakukan baik sebelum, saat, dan setelah bencana untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri (Maryani, 2002).Â
Pada tahun 2014, Noor juga berpendapat dalam karya tulisnya yang menjelaskan tujuan kegiatan mitigasi itu sendiri, yaitu langkah mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana dan usaha untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi dalam jangka waktu pendek maupun panjang.Â
Mitigasi bencana juga merupakan jalan preventif untuk mengurangi kerugian yang akan dialami sesaat bencana dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa melalui pendidikan juga pelatihan dalam menghadapi bencana (Pambudi, 2017). Dan berdasarkan Undang -- Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana, yang berperan sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah pemerintah pusat dan daerah.
Perencanaan mitigasi bencana mengurangi korban jiwa dan harta benda dengan meminimalkan dampak bencana. Ini dimulai dengan pemerintah negara bagian, suku dan lokal mengidentifikasi risiko dan kerentanan bencana alam yang umum di wilayah mereka. Setelah mengidentifikasi risiko ini, mereka mengembangkan strategi jangka panjang untuk melindungi orang dan properti dari kejadian serupa.Â
Rencana mitigasi adalah kunci untuk memutus siklus kerusakan dan rekonstruksi akibat bencana. Untuk melindungi rumah dan keluarga Anda, penting untuk bersiap dan memiliki rencana. Rencana kesiapsiagaan keluarga berisi empat langkah yang harus diambil keluarga untuk siap menghadapi bencana apa pun.Â
Pertama identifikasi bahaya, Identifikasi jenis bencana apa yang paling mungkin terjadi di daerah sekitar dan pelajari tentang bagaimana mempersiapkannya. Pelajari tentang sistem peringatan dan sinyal komunitas lembaga mitigasi bencana di sekitar (sirene, pesan teks, dll.).Â
Untuk membeli radio cuaca Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional. Radio ini menyiarkan peringatan resmi, jam tangan, nasihat, ramalan dan bahaya lainnya 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Identifikasi organisasi lokal yang melakukan manajemen darurat (Palang Merah/Bulan Sabit Merah, organisasi nirlaba, dll.) dan ketahui cara menghubungi mereka.
Didiklah dirimu sendiri tentang rencana bencana apa pun yang ada di tempat kerja, sekolah anak-anak atau tempat-tempat lain yang sering keluargamu kunjungi. Kedua mengadakan pertemuan, bahaslah secara bersamaan dengan keluargamu, terkait jenis bencana yang paling mungkin terjadi, dan jelaskan apa yang harus dilakukan dalam setiap situasi. Tetapkan tanggung jawab kepada setiap anggota keluarga, dan rencanakan untuk bekerja bersama sebagai tim.Â
Tentukan lokasi di mana keluarga akan bertemu jika terjadi bencana: Di luar rumah dan lingkungan jika terjadi keadaan darurat, seperti gempa bumi atau kebakaran. Jika seorang anggota keluarga berada di militer atau sering jauh dari rumah, rencanakan bagaimana agar akan merespons jika dia pergi ketika terjadi bencana. Dokumentasikan bagaimana keluarga Anda akan berkomunikasi jika terjadi bencana, dan jika ada anggota keluarga yang memiliki disabilitas atau kebutuhan khusus, sesuaikan kembali rencana yang tepat.Â
Termasuk juga perencanaan untuk hewan peliharaanmu. Ketiga lengkapi daftar periksa, lakukan langkah-langkah yang diuraikan dalam daftar periksa yang kamu buat saat membuat Rencana Bencana Keluarga. Ingatlah untuk menyertakan item berikut pada daftar periksamu.Â
Cari tempat yang aman di rumah untuk setiap jenis bencana. Tentukan pilihan terbaik dari rumahmu, tempat untuk mengupayakan pertolongan pertama dan CPR. Membantu setiap anggota keluarga bagaimana dan di mana harus mematikan utilitas (air, gas, listrik). Buat inventaris lengkap rumah dan propertimu. Ajari juga setiap anggota keluarga cara menggunakan alat pemadam api dan di mana menemukannya. Tetapkan kontak darurat (teman, keluarga, tetangga, polisi, pemadam kebakaran, dan lain-lain) di tempat yang mudah terlihat.
Selanjutnya latih rencanamu, latih rencanamu dengan keluarga secara teratur. Ganti air dan makanan yang disimpan setiap tiga bulan. Perbarui info kontak darurat apa pun saat terjadi perubahan. Mempraktikkan rencana akan membantumu dan keluarga secara naluriah membuat respons yang tepat selama keadaan darurat yang sebenarnya. Kamu perlu meninjau rencanamu secara berkala dan mungkin perlu mengubah beberapa bagian. Komunikasi adalah kunci.Â
Bagaimana kamu mengkomunikasikan kebutuhan akan rencana bencana keluarga adalah langkah pertama yang penting dalam proses tersebut. Secara khusus, bahaya kebakaran, bencana cuaca, dan gempa bumi harus dijelaskan kepada anak-anak, seluruh keluarga harus merencanakan untuk berbagi tanggung jawab.Â
Rencananya harus lugas dan sederhana agar efektif. Rencana bencana yang sangat rumit kurang efektif dan dapat menyebabkan kebingungan. Salah satu langkah awal dalam proses ini adalah membahas jenis-jenis peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu komunitas.Â
Misalnya, daerah rawan terhadap bencana apa. Orang tua dan pengasuh dapat belajar tentang latihan keselamatan sekolah yang berlangsung di sekolah anak mereka atau fasilitas penitipan anak dari kepala sekolah dan petugas keamanan. Karena latihan penguncian berbeda-beda di setiap negara, kamu juga dapat melihat Departemen Pendidikan negara bagian eksternal halaman web.
Ibu memiliki peranan penting di sini. Meskipun kedudukan ayah sebagai kepala keluarga, bukan berarti ibu tidak memiliki peranan penting. Coba kita lihat ibu bisa jadi individu yang mempelopori hal tersebut dalam keluarga. Bertanggung jawab penuh terhadap keluarga. Belum lagi untuk dampak psikologis yang dirasakan anak dan anggota keluarga lain. Ibu adalah individu terbaik untuk menangani hal ini.Â
Bencana mempengaruhi anak-anak secara berbeda dari yang mereka lakukan pada orang dewasa. Pelajari lebih lanjut tentang kebutuhan unik anak-anak selama dan setelah bencana. Stres mental akibat bencana bisa lebih berat pada anak-anak. Mereka merasa kurang memiliki kendali. Mereka kurang memahami situasi. Mereka memiliki lebih sedikit pengalaman bangkit kembali dari situasi sulit.
Ibu merupakan sosok penguasa kedua dalam rumah tangga setelah ayah, yang berperan melindungi hal yang ada di dalam rumah. Dalam kondisi kebencanaan, perempuan dan anak-anak memiliki risiko meninggal 14 kali lebih tinggi dibanding pria dewasa (Peterson, 2007; Khairunnisa & Alhadi, 2020).Â
Pada akhirnya banyak anak dan ibu-ibu yang menjadi korban bencana, hal yang mungkin menjadi alasan utama mengapa ibu-ibu sulit menyelamatkan diri dikarenakan adanya beban moril sebagai ibu untuk menyelamatkan rumah, anggota keluarga, terutama anak-anaknya. Ibu merasa berkewajiban untuk menyelamatkan anggota keluarga, namun mereka kurang mumpuni dalam memahami risiko bencana sehingga tidak memiliki kapasitas memadai untuk menolong keluarga saat bencana berlangsung.Â
Maka penting bagi ibu sebagai pemberi dasar edukasi mengenai kesiapsiagaan bencana pada anggota keluarganya, pendidikan kesiapsiagaan bencana dimulai sejak dini. Ibu yang memiliki kesadaran, kemampuan, keterampilan dalam menghadapi bencana dapat mengurangi risiko krisis saat situasi darurat bencana.
Ibu berperan mengedukasi rencana kesiapsiagaan bencana mulai dari persiapan kebutuhan dasar, tahap yang dilakukan saat menghadapi situasi darurat, dan memastikan keselamatan anggota keluarga. Dalam tatanan keluarga ibu dipandang sebagai seseorang dengan tingkat afeksi yang tinggi, peran afeksi ibu dapat membantu kesiapan mental dan psikologis keluarga dalam meminimalisir perasaan takut, panik, dan kecemasan yang dialami saat tanggap bencana. Menjadi perhatian khusus pemerintah untuk membangun kapasitas ibu rumah tangga dalam pelatihan atau sosialisasi mengenai kesiapsiagaan bencana, karena tidak semua ibu paham dan memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam menyelamatkan dan mengedukasi anggota keluarganya.
Penting memberi pemaparan materi pengenalan risiko bencana yang kerap terjadi di Indonesia, bagaimana persiapan yang harus dilakukan, serta pelatihan evakuasi dan perlindungan diri. Ibu-ibu dapat dikatakan sebagai motor penggerak tidak hanya keluarga namun juga lingkungan sekitar, lahirnya komunitas tanggap bencana yang menyoroti peran ibu-ibu akan dapat berdampak signifikan dalam menghadapi krisis bencana seperti adanya dharma wanita sehingga dapat bersama-sama menumbuhkan budaya siaga bencana. Para ibu merupakan mitra strategis pemerintah dalam menggerakkan anggota keluarga untuk aktif ikut serta dalam kesiapsiagaan bencana. Keluarga siaga dimulai dari ibu yang tangguh, ibu yang tangguh akan melahirkan generasi yang sadar dan peduli akan kesiapsiagaan bencana (BNPB, 2019).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan bencana. Gugusan kepulauannya melewati cincin api berdasarkan letak geografis inilah yang menjadi penyebab mengapa Indonesia sering terdampak bencana seperti tsunami, gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor dan lain-lain.Â
Bencana merupakan gangguan serius terhadap fungsi suatu komunitas atau masyarakat yang melibatkan kerugian dan dampak baik dari manusia, material, ekonomi atau lingkungan yang meluas, yang melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya sendiri. sehingga diperlukan adanya pencegahan untuk meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi karena adanya bencana.
Mitigasi bencana merupakan jalan preventif untuk mengurangi kerugian yang akan dialami sesaat bencana dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa melalui pendidikan juga pelatihan dalam menghadapi bencana.Â
Untuk menyelamatkan diri perlu ada bekal kesiapsiagaan bencana yang menjadi pedoman bagi tiap individu, perlu diketahui tidak semua orang memiliki kapasitas dalam kesiapsiagaan bencana sehingga saat terjadi bencana banyak orang tak mampu mengatasi risiko. Tingkat kesiapsiagaan bencana masyarakat dalam persiapan bencana cenderung rendah secara universal.Â
Anak-anak merupakan individu yang rentan terhadap efek buruk dari paparan bencana. Pendidikan kesiapsiagaan bencana perlu dibangun untuk membekali mereka agar dapat mengurangi risiko dan meningkatkan ketahanan terhadap peristiwa berbahaya, itulah mengapa penting bagi keluarga untuk menanamkan kesiapsiagaan pada anak sejak dini. Dalam kondisi kebencanaan, perempuan dan anak-anak memiliki risiko meninggal 14 kali lebih tinggi dibanding pria dewasa.
Banyak ibu dan anak-anak yang menjadi korban bencana dikarenakan besarnya keinginan menyelamatkan anggota keluarga lain namun tidak mumpuni secara kapasitas. Ibu merupakan sosok pelindung dalam rumah tangga, aktivitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu terhadap anak dapat memberikan stimulasi kepadanya.
Maka penting bagi ibu untuk memberi edukasi dasar mengenai kesiapsiagaan bencana pada anggota keluarganya, ibu yang memiliki kesadaran, kemampuan, keterampilan dalam menghadapi bencana dapat mengurangi risiko krisis saat situasi darurat bencana. Keluarga siaga dimulai dari ibu yang tangguh, ibu yang tangguh akan melahirkan generasi yang sadar dan peduli akan kesiapsiagaan bencana. Oleh sebab itu, seorang ibu memiliki peran penting dalam kesiapsiagaan bencana keluarga
Disusun Oleh (*):
- Habiba Jamal El Afif
- Hanifatuzzahrah
- Layli Muslihah
- Maharani Syarifah Syafei
*) Mahasiswa Program Studi PsikologiÂ
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Referensi
American Academy of Pediatrics & Massachusetts General Hospital. (2018). Family reunification following disasters: a planning tool for health care facilities. https://www.aap.org/en-us/Documents/AAP-Reunification-Toolkit.pdf
Astuti, & Sudaryono. (2010). Peran sekolah dalam pembelajaran mitigasi bencana. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 1(1), 30-42.
Badang Penanggulangan Bencana Daerah. (2019). Hari kesiapsiagaan bencana 2019, tekankan peran penting ibu dan perempuan. Tulang Bawang: BPBD Tulang Bawang
Bartenfeld M, Peacock G, Griese S. Public Health Emergency Planning for Children in Chemical, Biological, Radiological and Nuclear (CBRN) Disasters. Biosecur Bioterror. 2014 Jul-Aug;12(4):201-207. DOI: 10.1089/bsp.2014.0036external icon.
Khairunnisa & Alhadi, Zikri. (2020). Kendala peran perempuan dalam pengurangan resiko bencana gempa bumi dan tsunami di kelurahan air tawar barat. Jurnal Mahasiwa Ilmu Administrasi Publik. 2(3). 26-33. ISSN : 2684-818X
Lindell, M. K. (2013). Disaster studies. Current Sociology, 61(5-6), 797-825.
Maryani, E. (2002). Model Sosialisasi Mitigasi Pada Masyarakat Daerah Rawan Bencana di Jawa Barat. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.
Noor, D. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Geologi. Yogyakarta: Deepublish.
Pambudi, D. I. (2017). Integrating disaster mitigation education in the elementary school curriculum. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 147, 79-82.
Pratiwi, M. A., & Nurfadilah, N. (2021). Peran Pengasuhan Orang Tua dalam Menghadapi Bencana Banjir di Rawajati, Jakarta Selatan. Jurnal Anak Usia Dini Holistik Integratif (AUDHI), 2(1), 12-20.
Rakhmawati, I. (2015). Peran keluarga dalam pengasuhan anak. Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 6(1), 1-18.
Widjaja, Wisnu B. (2019). Peran ibu dalam membangun ketangguhan keluarga dan masyarakat menghadapi bencana. Bogor: Deputi bidang pencegahan dan kesiapsiagaan BNPB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H