10. Jump in the Fire - Live
11. For Whom the Bell Tolls - Live
12. Creeping Death - Live
13. Metal Militia - Live
14. Hardwired – Live
Total ada 26 lagu yang dimuntahkan. Busyet... Mungkin mereka gedeg diolok-olok selama ini, jadi sekalian aja. Ibarat kalau lagi makan, porsinya porsi batak dewasa. Blenger blenger dah...
Jadi, apa yang bisa dikatakan setelah satu putaran penuh mendengarkan album ini?
Pertama, seperti judul tulisan ini, sang raja metal sudah kembali. Ini tak dapat ditolak. Sama yakinnya aku bahwa album ini akan sukses di pasar. Inilah metal yang sebenar-benarnya, yang dibawakan oleh maestronya. Bukannya album ini tanpa kekurangan, tapi berbagai sisi menariknya lebih dari cukup untuk menutupi berbagai kekurangannya.
Kalau mau dibilang album ini kepanjangan dari Death Magnetic, dilihat dari sound yang dikembangkan, boleh-boleh saja. Tapi, menurutku, sound yang dikembangkan sejak Death Magnetic makin matang di album ini.
Upaya lain yang kelihatan adalah menziarahi kembali akar-akar musik Metallica. Secara gamblang, ini diperlihatkan melalui sejumlah lagu tribute. Nomor yang aku kenal yaitu Remember Tomorrow, lagu Maiden dari periode Dianno. Seperti diakui sendiri oleh Metallica, lagu ini merupakan blue print dari lagu semacam “Fade to Black” dan “Sanitarium”. Jejak Maiden, khususnya pada periode emas The Number of the Beast hingga Powerslave, dengan mudah tercium pada riff-riff lagu “Atlas, Rise!” dan “Halo on Fire”.
Nomor lain adalah “When a Blind Man Cries”, balad dahsyat milik supergrup hardrock Deep Purple. Ulrich kelihatannya memang tergila-gila pada band Inggris ini, seperti pernah terlihat pada video Cliff em All, betapa dengan girang ia menirukan pukulan drum pada intro lagu “Black Night”. Di tangan Metallica, “When a Blind Man Cries” jadi lebih cadas.