Saya pernah menulis, untuk aplikasi pemutar musik di Android, ada sejumlah pilihan sebagai alternatif dari pemutar musik bawaan atau stok. Yang saya rekomendasikan yaitu Poweramp, Double Twist, dan Musixmatch. Dari ketiga aplikasi ini, jika yang Anda pentingkan kualitas suara, pilihlah Poweramp.
Dibandingkan aplikasi-aplikasi lain, kualitas suara Poweramp memang lebih unggul. Selain itu, hal lain yang menyenangkan adalah kemungkinan dan kemudahan kustomisasi penampilannya. Hal ini penting, karena ada orang yang senang dengan suara mendesis-desis, ada pula yang senang dengan suara berdentum-dentum. Nah, kehadiran equalizer dan pengaturan suara yang memiliki banyak pilihan tentu akan disambut dengan suka cita.
Lain lagi dengan yang suka mendengarkan musik sembari memelototi cover album atau ikut bernyanyi atau menyusun daftar. Semakin kaya fitur kustomisasi tentu semakin menyenangkan. Nah, Poweramp bisa menjawab semua masalah ini dengan baik. Pemutar musik ini juga mendukung beragam jenis file musik, mulai dari mp3, ogg, wav, wma, hingga lossless atau flac. Tersedia pula fitur seperti crossfade dan gapless, yang membuat mendengarkan musik jadi lebih menyenangkan. Dan masih banyak lagi.
Tak heran jika Poweramp acap menempati urutan teratas dalam jajaran aplikasi pemutar musik terbaik Android. Saya sendiri sejak lama menjadi pengguna setia Poweramp.
Namun, sejak beberapa waktu terakhir, saya mulai jarang menggunakan Poweramp. Bukannya beralih ke aplikasi pesaing, seperti Musixmatch atau Double Twist, sekarang saya lebih sering menggunakan Spotify.
Lho, emang apa kelebihan Spotify dibandingkan Poweramp?
Tadinya saya berpikir, tidak akan tertarik dengan layanan streaming musik—apalagi yang berbayar ;)
Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dengan cara streaming berarti kuota data akan banyak terpakai. Padahal, kualitas data dari operator seluler kita sering kali tidak dapat diandalkan. Pasti nyebelin, udah bayar mahal-mahal, mendengarkan musik kadang terputus-putus.
Alasan kedua, kebanyakan aplikasi streaming musik yang tersedia, untuk pilihan pengaturan dan kustomisasinya sangat terbatas. Bukan cuma untuk pengaturan suara dengan equalizer, untuk menampilkan cover album dan menyusun playlist juga sulit.
Itu sebabnya, ketika Maret 2016 lalu Spotify hadir di Tanah Air, awalnya saya hanya ingin menjajal. Pengen tahu saja. Mumpung masih gratis sebulan. Ternyata, pengalaman yang saya peroleh sangat positif. Yang paling mencengangkan tentunya adalah koleksi musiknya. Didukung oleh koleksi katalog hingga 30 juta lagu, tidak heran Spotify menjadi yang terdepan pada layanan ini. Hebatnya, bukan cuma koleksi musik mancanegara, tetapi termasuk juga lagu-lagu lawas Tanah Air. Di mana lagi bisa mendapatkan album Panbers atau Titik Sandora secara legal dengan kualitas yang dapat diandalkan, kecuali di Spotify.
Jujur saja, saya dulunya termasuk yang suka 'mencangkul' musik dari sumber-sumber ilegal. Bukannya tidak menghargai hak cipta para musisi, tetapi kadang-kadang musik yang saya inginkan tidak tersedia di sumber-sumber resmi yang legal. Ya, apa boleh buat. Namun, kalau ada sumber resmi yang legal seperti Spotify, jelas saya akan memilih Spotify. Apalagi, musik-musik 'cangkulan' kadang kualitas suaranya jelek. Belum lagi, risiko ditipu dan ternyata mengandung virus. Walah, mending yang pasti-pasti aja dah.
Saya sangat senang ternyata sebagian besar lagu yang saya inginkan tersedia di Spotify. Bahkan, saya masih kerap menemukan lagu-lagu yang tidak disangka-sangka ternyata ada di Spotify.
Terdapat opsi gratis dan premium. Kalau mau yang gratis, playlist tidak bisa suka-suka dan setelah beberapa lagu akan diselipi iklan. Opsi premium sebenarnya tidak terlalu berat di kantong, hanya Rp 49.990 per bulan. Dibandingkan membeli CD fisik, hitung-hitung tidak sampai 1 CD per bulan. Lumayan murahlah. Apalagi, belakangan ada pilihan paket Premium Keluarga, hingga 6 akun hanya Rp 79.000 per bulan. Opsi ini dimanfaatkan mahasiswa yang kreatif dengan cara patungan dengan teman-temannya. Jadi, masing-masing hanya membayar tak sampai Rp 15.000 per bulan. Jelas sangat terjangkau.
Apa yang diperoleh dengan opsi premium? Yang pasti tidak terganggu iklan. Lalu, pengguna dapat menyusun playlist suka-suka dan mendengarkannya dengan audio kualitas tinggi. Dan, tentu saja, akses pada katalog 30 juta lagu dan tambahan sekitar 20 ribu lagu baru per hari. Contohnya, tempo hari ketika masih nunggu album baru Babymetal dirilis di iTunes, ternyata di Spotify udah nongol. Tak heran, jumlah pelanggan premium Spotify kini mencapai lebih dari 20 juta orang, atau lebih dari dua kali lipat pelanggan iTunes yang sekitar 10 juta orang.
Untuk kecepatan streaming, sejauh ini Spotify dapat diandalkan. Bahkan, dengan koneksi seluler yang tidak terlalu bagus pun, masih dapat mendengarkan musik tanpa terlalu banyak gangguan. Yang menyenangkan, bagi pelanggan premium, yaitu adanya pilihan untuk mendengarkan secara offline. Lagu dapat diunduh dulu saat terhubung dengan WiFi. Lalu, aktifkan fitur mendengarkan secara offline. Voila, Anda pun dapat menikmati musik walau tak ada koneksi internet.
Selain itu, jika membuka setting Spotify, cukup banyak pengaturan yang bisa diulik. Mulai dari normalisasi volume, sehingga semua lagu dapat dimainkan pada tingkat volume yang sama. Ada juga pilihan crossfade dan gapless untuk kenyamanan memainkan playlist. Tersedia pula equalizer dengan sejumlah pilihan preset.
Walau terus terang kualitas audionya masih kalah dibandingkan Poweramp, tetapi kelebihan-kelebihan lain dari Spotify ternyata menawarkan kemudahan dan kenyamanan dengan kualitas audio yang masih dapat diterima. Tak heran, pelan-pelan saya pun mulai lebih sering menggunakan Spotify ketimbang Poweramp.
Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H