Mohon tunggu...
Mahansa Sinulingga
Mahansa Sinulingga Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta.

Ikuti saya di blog mahansa.wordpress.com dan Twitter @mahansa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Video yang Sedang Jadi Konten Kekinian

5 Februari 2016   09:47 Diperbarui: 5 Februari 2016   11:53 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Video yang kian digemari. (Photo by Pixabay.com)

Sekarang zamannya video. Setidaknya begitu kata Gary Vaynerchuk.

Pada posting terdahulu, aku bilang sudah semakin jarang membaca (lebih tepat sebenarnya membaca cetakan, baik koran, majalah, maupun buku. Sekarang lebih melalui platform digital, mulai dari PC, tablet, atau smartphone). Lebih parah lagi, aku juga semakin jarang menulis (di luar kerjaan). Lho?

Ingat dulu zaman mahasiswa, cuma punya mesin ketik satu-satunya, itu pun dicolong dari kamar kos. Beruntung ada teman yang lagi nomaden (baca: kamar kos habis kontrak tapi belom dapat yang baru). Dia menitipkan mesin ketik di tempatku. Entah kenapa, habis itu mesin ketiknya nggak diambil-ambil. Jadilah aku pakai terus.

Mesin ketik itu ternyata bertuah. Banyak tulisan yang aku buat berhasil dimuat. Seingatku, itu periode aku sangat produktif menulis, meskipun dengan peralatan pinjaman. Belakangan, setelah punya komputer, aku justru lebih banyak menghabiskan waktu main game ketimbang menulis. Hahaha.

Sebelum smartphone populer, pada awal 2000-an, aku membayangkan gadget yang dapat dipakai menulis tapi dapat dibawa-bawa dengan mudah. Tentu menyenangkan sekali karena menulis lebih mudah dan dapat dilakukan di mana saja. Bayanganku, aplikasi menulis itu terintegrasi dengan ponsel.

Waktu itu aku masih menggunakan feature phone Siemens yang punya fasilitas notes. Tapi, mengetiknya butuh kesabaran karena menggunakan tombol alfanumerik. Belum lagi kapasitas penyimpanannya amat minim, karena memang tidak dirancang untuk menulis. Paling cuma untuk membuat catatan singkat.

Sekarang, sudah punya smartphone canggih plus wireless keyboard, nggak juga tambah rajin tuh menulis. Hehehe, ketersediaan fasilitas tampaknya memang tidak berbanding lurus dengan produktivitas. Malah sebaliknya. Ketika fasilitas minim, kok malah jadi tertantang.

Itu sekelumit tentang masalah peranti pendukung menulis. Dengan teknologi terkini, kita tak lagi (sekadar) bicara tulisan. Sekarang kita bicara konten. Itu termasuk juga gambar dan video.

Di bangku kuliah aku sempat belajar fotografi dan film. Jadi serba sedikit, aku paham kedua bidang tersebut. Sepanjang dan selebar pengetahuanku setelah belajar, untuk menghasilkan foto dan video yang bagus dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan khusus.

Namun, sekarang, Terima kasih pada teknologi. Berapa banyak orang yang bahkan tidak pernah mendengar soal speed, aperture, depth of field, atau white balance, tapi bisa menghasilkan foto-foto bagus.

Belajar komposisi foto juga begitu mudah sekarang. Kalau dulu, benar-benar harus mikir sebelum menekan tombol shutter kamera manual. Pastikan semua udah benar-benar oke. Bukan apa-apa, dana untuk beli film dan cuci cetak foto terbatas. Sekarang sih tinggal jeprat-jepret seenak perut. Kalau jelek, tinggal delete. Belajar komposisi bisa dengan learning by doing dan practice makes perfect.

Bukan cuma foto, video pun idem. Tengok saja Youtube, berapa banyak channel keren yang ternyata dibikin bermodal kamera ponsel atau cuma kelas prosumer. Yang penting idenya, bukan alatnya.

Bicara konten, nggak perlu juga canggih-canggih amat. Tengok saja video-video yang viral. Banyak yang kualitasnya bukan cuma amatir, amburadul malah. Tapi karena kontennya menarik ya asyik-asyik aja menontonnya. Sekali lagi, yang dicari konten, bukan kualitas video (secara teknis).

Nggak heran kalau sekarang anakku Jeremy lebih suka menonton Youtube ketimbang siaran TV. Meski agak bombastis, bisalah sekarang dibilang bahwa apa saja ada di Youtube. Dari tutorial membuat hal remeh-temeh, khotbah keagamaan, video narsis-narsisan, sampai film bokep. Dan, karena disajikan secara pandang-dengar (ini istilah yang lebih enak dan mengena ketimbang audio-visual), ya jadi lebih menarik.

Bicara video di internet, persaingan antarchannel menarik pengguna juga kian sengit karena ujung-ujungnya menentukan aliran duit masuk. Seperti kata Gary, Youtube sekarang bisa dibilang nenek moyangnya video daring. Setiap menit konon ada sekitar 300 jam tontonan yang diunggah. Seumur hidup pun rasanya nggak cukup untuk tuntas menonton seluruh konten Youtube. Tapi, Facebook siap mengancam. Setiap hari ada aliran 4 miliar video di Facebook. Tren ini mestinya cukup bikin Youtube ketar-ketir.

Menurut Gary, capaian Youtube sekarang bisa dianggap tren menurun jika dibandingkan pesatnya pertumbuhan Facebook. Dan, tidak sedikit pengguna Youtube yang cross posting di Facebook untuk menarik lebih banyak audiens.

Bagi pemasang iklan, video yang langsung diunggah di Facebook lebih menarik. Pasalnya, Facebook memiliki data yang jauh lebih komplit ketimbang Youtube. Selain data demografis, mestinya data seputar gaya hidup dan minat seseorang dapat dengan mudah ditelusuri di Facebook. Data ini memungkinkan pengiklan untuk menyusun kampanye yang lebih tepat sasaran.

Lalu, apa hubungannya sih di awal ngomong soal menulis lalu melompat ngomongin video?

Apakah latah atau memang lagi senang menyimak video, belakangan aku jadi tertarik untuk membuat konten video. Tadinya dimaksudkan sebagai dokumentasi pribadi. Ternyata, bisa diolah jadi konten yang (semoga) bermanfaat. Sekalian nyenengin dan mendorong kreativitas anak, kami lagi coba untuk bikin channel Youtube di sini.

Platform lain yang sedang aku jajal adalah Snapchat. Ini kira-kira kombinasi foto-video-chat. Oya, video Snapchat ini singkat saja, hanya 10 detik. Sebelumnya, populer juga platform Vine, yang menawarkan looping video berdurasi 6 detik.

Ini menurut Gary juga sedang menjadi tren, yaitu video-video singkat. Yup, di tengah jagat internet yang kian riuh dengan begitu banyaknya konten di beragam platform, orang hanya akan punya waktu yang sangat terbatas. Mereka terbiasa scanning atau scrolling. Nah, menarik perhatian mereka dan mengajaknya terlibat dalam percakapan dalam tempo yang sangat terbatas itulah yang menjadi PR tiap-tiap platform.

Teks, foto, video. Pada akhirnya, semua adalah konten. Medium untuk menyampaikan pesan dan gagasan. Kalau lagi jenuh merangkai kata, tak ada salahnya juga berkisah melalui video. Yuk mari...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun