Mohon tunggu...
Mahansa Sinulingga
Mahansa Sinulingga Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta.

Ikuti saya di blog mahansa.wordpress.com dan Twitter @mahansa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Album Baru Iron Maiden The Book of Souls, Kesan Pertamaku

4 September 2015   10:20 Diperbarui: 19 November 2015   08:24 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat pukul 21.00 WIB semalam, notifikasi di ponsel berbunyi. Ternyata e-mail dari iTunes, bilang kalo album The Book of Souls dari Iron Maiden yang aku pre-order sudah tersedia. Lebih cepat tiga jam dari jadwal, karena album ini harusnya beredar pada 4 September. Hahaha, tapi no need to be hurry. Soalnya, sejak siang aku sudah bolak-balik muter album ini. Gara-garanya, membaca blog aku sebelumnya, seorang teman bilang, ngapain nunggu sampai Jumat. Ternyata sudah ada “sedotan”-nya. Ckckck.

To the point aja, berikut beberapa kesan pertama setelah sepanjang hari mendengarkan The Book of Souls.

  • Ini double album yang total memuat 11 Album. Tracknya panjang-panjang, tapi dibandingkan rata-rata album Maiden pun kali ini terhitung bujubuneng panjangnya. Di disc I ada dua track yang menembus 10 menit, yaitu The Red and the Black (13:34) dan title track The Book of Souls (10:28). Kalau itu dianggap sudah gila, tunggu di disc II, ada track terpanjang dalam sejarah Maiden, Empire of the Clouds (18:01).
  • Selain teaser track “Speed of Light” yang riff intronya patut diduga mirip dengan “Enter Sandman”-nya Metallica, ada track lain yaitu “Shadows of the Valley” yang intronya mirip dengan “Wasted Years”. Kata teman aku, Iron Maiden meniru dirinya sendiri. Hahaha. Mungkin perlu dengerin perbincangan Ted yang inspiratif itu. Dalam sebuah episode, dibahas tentang What is Original? Bahkan, nama sekelas Led Zeppelin pun melakukan rip off. Simple saja, nothing new under the sun. Jadi, tinggal bagaimana mengolah lagi versi terdahulu menjadi sesuatu yang baru. Bukankah itu kreatif? Hahaha. Yang penting, hasil akhirnya enak didengar.
  • Seperti kata seorang teman yang lain tentang teaser track “Speed of Light”, Maiden kembali ke akar rock. Aku setuju, rata-rata lagu di album ini menziarahi lagi berbagai elemen yang membuat hardrock dan heavymetal berjaya pada paruh kedua dekade 1970-an sampai paruh pertama 1980-an. Bahkan, jejak-jejak heavymetal ala hairy band awal 1980-an, sangat terasa pada sejumlah track.
  • Dickinson sudah tua dan tak sanggup lagi mendaki nada-nada tinggi. Kadang terdengar menjurus fals atau maksa. Padahal, kalau mau santai di nada-nada yang tak terlalu tinggi, dia dapat mengoptimalkan karakter vokal bergaya opera, seperti di “Revelations” pada album Piece of Mind (1983) misalnya.
  • Rata-rata lagu bermain di mid tempo. Tidak ada yang terlalu cepat. Mungkin Nicko sudah terlalu tua untuk ngebut menggebuk drum.
  • Piano muncul untuk pertama kalinya dalam katalog Maiden dan memberi warna yang cukup dominan. Surprisingly, buatku justru jadi nilai plus.
  • Meski rata-rata panjang, semua lagu masih nyaman di kuping (tidak terlalu progresif, seperti kecenderungan di beberapa album belakangan). Justru kali ini lebih santai dan straightforward. Beberapa memiliki riff yang catchy sehingga lebih cepat nyangkut di kuping. Overall, asyiklah.
  • Seperti aku singgung sebelumnya, dari teknik dan komposisi jelas sudah matang. Tapi, tidak ada yang terlalu outstanding. Berikut penilaian singkat untuk tiap track.

Disc 1.

  1. If Eternity Should Fail. Diawali lantunan Dickinson, seakan mengawali perjalanan panjang selama lebih dari 1,5 jam ke depan: “Here is the soul of a man; here in this place for the taking; clothed in white, stand in the light; here is the soul of a man”. Gitar, bas, dan drum langsung mengentak. Rock dan metal standar. Terdapat chorus panjang buat sing along di konser (ketebak banget). Nah, di bagian ini terasa Dickinson agak maksa. Skor 6,5.
  2. Speed of Light. Ini lagu teaser yang sudah dapat disimak di Youtube. Riff awal nyamber-nyamber “Enter Sandman”. Okelah. Skor 6,5.
  3. The Great Unknown. Diawali dengan dentuman bas Harris, lagu ini berkembang menjadi track rock standar yang agak lambat tapi berat. Agak terkesima juga mendengar solo gitarnya. Meski singkat tapi melengking-lengking dan menyayat-nyayat, khas rock/metal 1980-an. Skor 6.
  4. The Red and the Black. Nah, ini track karangan Oom Harris sendirian. Jadi, jangan heran kalo tembus 13 menit. Yang punya Maiden lagi berkarya, hehehe... Lagi-lagi dimulai dari intro bas, masuk riff heavy yang nge-beat, dilanjut dengan gallop dengan harmoni gitar khas Maiden. Mantap. Solo gitarnya juga ajib punya... Skor 7.
  5. When the River Runs Deep. Nomor yang cepat, up tempo, tapi tidak terlalu Maiden. Nggak tahu siapa yang main, tapi solo gitarnya pake wah... beda aja. Skor 6,5.
  6. The Book of Souls. Title track ini karya Gers/Harris. Diawali gitas akustik yang mengingatkan pada “The Talisman”. Lalu, ada bagian yang mengingatkan pada lagu-lagu seperti “The Nomad” atau “Genghis Khan”. Terus, ada lagi bagian yang mirip banget dengan “The Duellist”. Mirip apa copas ya, hahaha. Mungkin tiba-tiba ingat dan nggak sadar dimasukkan kali ya. Skor 7.

Disc 2.

  1. Death or Glory. Nah, kalo yang ini mengingatkan pada “Running Free” dan lagu-lagu di Powerslave. Okelah. Skor 6,5.
  2. Shadows of the Valley. Ini yang katanya intronya mirip “Wasted Years”. Tapi, cukup asyik kok lagunya. Skor 6.
  3. Tears of a Clown. Nah, lagu ini yang unik menurutku. Besutan Smith dan Harris, terdengarnya kayak lagu standar band-band hairy metal, agak groovy gitu. Yang jelas, ritemnya nggak Maiden banget, justru kayak Crue atau Dokken gitulah. Melodinya juga—lagi-lagi—pake pedal wah. Nah, ini Maiden mau jadi band hairy metal? Nggak pantes, hehehhe, vokal Dickinson terlalu “serius”. Tapi, enak kok lagunya. Skor 6,5.
  4. The Man of Sorrows. Inilah jiwanya Maiden, Dave Murray. Kali ini, dia berkolaborasi dengan Harris. Hasilnya adalah sebuah komposisi yang mengingatkan pada lagu-lagu slow rock era 1970-an, tapi lebih modern. Dari intro yang slow, lagu ini merangkak menjadi garang, pure heavymetal. Mantap. Skor 7,5.
  5. Empire of the Clouds. Sampailah kita pada nomor pamungkas. Untuk pertama kalinya aku mendengarkan track Maiden sejak awal didominasi piano. Di booklet disebutkan bahwa yang main piano Dickinson (ini orang kemampuannya nggak habis-habis, dari nyanyi, main gitar, main anggar, nerbangin pesawat, sampai main piano. Benar-benar polymath sejati). Dan, memang, lagu ini karyanya Dickinson sendirian. Two thumbs up! Imho, ini komposisi terbaik di album ini. Kemarin aku sampai Googling tentang “Empire of the Clouds” dan sangat mungkin lagu ini terinspirasi buku berjudul sama karya James Hamilton-Peterson yang berkisah tentang jatuh-bangun industri penerbangan Inggris. Nah, lagu ini—menyimak liriknya—berkisah tentang penerbangan sebuah kapal yang lebih besar dari Titanic. Empire of the Clouds sangat mungkin merujuk pada langit luas. Sayang, upaya itu gagal, dan kapal itu kandas. Benar-benar epik, kalau didengarkan dari awal sampai habis, sukses mengaduk-aduk emosi lewat alunan nada yang lirih. Melodinya begitu sederhana dan langsung nancap di benak. Benar kata Harris, imho, ini adalah salah satu masterpiece Maiden, menambah panjang deretan hits dalam katalog mereka. Skor 8.

Tuntas sudah review ini. Rekomendasi, ya jelas harus segera dibeli ini album. Seperti album-album Maiden yang terakhir, makin didengar, makin mantap. Double album ini pun pasti menjadi langganan playlist. Up the irons!...

Update:

- Nggak lucu ah, kok admin Kompasiana mengganti gambar cover album. Kasian, apa tampang si Eddie dianggap terlalu nyeremin ya?

- Membaca review di website Iron Maiden, jadi ngeh bahwa Empire of the Clouds bercerita tentang kecelakaan tragis dari balon udara R101 yang dikembangkan AU Inggris--dan mestinya disinggung dalam buku Hamilton-Peterson yang aku sebut di atas. Soal R101 ini disebut dalam lirik lagu, tapi aku nggak punya clue apa pun yang merefer ke nama tersebut. Btw, topik soal pesawat udara memang kerap diangkat Maiden, misalnya "Aces High", "Tailgunner", bahkan "Flight of Icarus". Ya terang aja, vokalisnya juga pilot sih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun