Selain itu, ada juga tsukemen (ramen celup). Ini mungkin maksudnya kayak yamin gitu, di mana mi disajikan terpisah dari supnya. Untuk tambahannya, ada gyoza, gorengan dengan bermacam pilihan isian. Ada juga pilihan ala carte, antara lain chashu ayam bakar (tori chashu aburi), mabo (tahu jepang saus pedas), dan gyu chashu aburi.
Seperti aku sebut di atas, karena memilih combo, aku mendapatkan tambahan dua potong gyoza isi ayam. Sementara itu, Icha memesan gyoza isi udang. Ini dimakan dengan saus. Sayangnya kurang jelas bahannya apa, tapi kayaknya bukan wasabi. Tapi, aromanya sangat menyengat. Kaget juga waktu pertama kali menggigit gyoza yang dicocol ke saus. Seperti ada yang menusuk ke hidung. Jadi, siap-siap saja. Rasanya lebih berterima kalau dimakan sebagai lauk nasi.
Overall, aku harus bilang bahwa menu pilihanku tidak terlalu istimewa. Tidak buruk sebenarnya, tapi mungkin aku saja yang punya ekspektasi agak berlebihan. Apakah mungkin citarasa kaldunya sudah “disesuaikan” sehingga lebih pas dengan lidah orang Indonesia, yang jelas menurutku sangat biasa. Malah—sorry to say—mirip dengan produk salah satu mi instan lokal. Bedanya, ini ketahuan bahwa minya homemade, karena lebih kenyal dan padat. Sementara itu, chashu dan telor rebus setengah matangnya sangat oke. It’s melting in your mouth. Menurutku, inilah the best part dari menu ini. Sluuurrp! Sebagai penggemar telor, aku bahkan sengaja menunda untuk melahapnya paling akhir. Save the best for last, katanya. Hahaha. Pengalaman bersantap secara keseluruhan tidak terlalu mengesankan. Barangkali ini pertanda bahwa aku harus menjajal menu-menu lainnya :)
[caption id="attachment_398462" align="aligncenter" width="300" caption="Gyoza"]
[caption id="attachment_398463" align="aligncenter" width="300" caption="Tuntas sudah."]
Untuk suasana, barangkali ini bukan tempat yang tepat untuk duduk berlama-lama. Selain karena tempat duduknya bangku kayu tanpa sandaran, jarak antarmeja juga relatif rapat. Jadi, buat kaum perempuan, dijamin nggak bisa bergosip heboh tanpa mengganggu tetangga. Apalagi, restoran ini terletak di tengah-tengah orang lalu-lalang.
Satu hal lagi—ini tambahan dari Icha—pelayanannya agak lelet. Soalnya, ketika aku sudah mulai menyantap ramenku, gyoza pesanan Icha belum datang-datang. Yeah, mungkin karena pesanan lagi banyak sedangkan pelayannya terbatas. Tapi, menurutku masih dalam batas toleransilah.
Oke, jadi kalau ingin menyantap casual ramen (?), Ikkudo Ichi ini barangkali bisa dipilih. Tapi, jangan berharap terlalu banyak. Hal lain lagi, jangan datang pada waktu jam makan, karena mejanya tidak terlalu banyak, kamu bisa tidak kebagian tempat. So, enjooooy...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H