Mohon tunggu...
Mahaniv Esa
Mahaniv Esa Mohon Tunggu... -

Jika mulut dibungkam, atau lidah tak bisa digunakan untuk bicara, bicaralah dengan pena...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seni Musik Dalam Pandangan Islam

12 Maret 2013   13:48 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 8510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu AbbasdanIbnu Mas’ud. Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah QS. an-Najm: 59-61; dan QS. al-Isrâ’: 64(Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

HR. Bukhari, Shahih Bukhari, Hadits no. 5590.

HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, (Hadits mauquf).

Terdapat juga beberapa hadits yang intinya membolehkan nyanyian seperti hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Aisyah ra, bahwa Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata: “Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra]. Dan dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata: “Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, Juz II, hal. 485].

Imam Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq Al-Haq min ‘Ilm Al-Ushul.(Beirut : Darul Fikr, tth.), hal. 275

Muhammad Husain Abdullah,. Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh. Cetakan II. (Beirut: Darul Bayariq, 1995). hal. 390

Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III (Ushul Al-Fiqh). Cetakan II. (Al-Quds: Min Mansyurat Hizb Al-Tahrir, 1953), hal. 239

Lihat Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., Hal. 64-65, dan Muhammad Asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf An-Nas. (Al-Quds: Mu`assasah Al-Qudsiyah Al-Islamiyyah, tth), hal. 102-103

Ibid., hal. 64-65 Asy-Syuwaiki, hal. 103

Lihat Abdurrahman Al-Jaziri,. Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (Haramkah Musik dan Lagu?). Juz II. Qism Al-Mu’amalat. Cetakan I. (Beirut : Darul Fikr, 1999), hal. 52. Lihat juga Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, dan Seni Tari Dalam Islam. Cetakan II. (Jakarta: Penerbit Widjaya, 1983), hal. 24

Syaikh al-Albani, beliau bernama lengkap Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir di Shkoder, Albania1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999/21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun). Beliau dikenal sebagai salah seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama). Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Syaikh al-Albani wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun