Fenomena makam NKS yang kini ramai diperbincangkan masyarakat khususnya warganet karena dijadikan sebagai tempat ziarah dan wisata banyak orang bahkan sampai ada yang membuat video clip lagu, hal ini menimbulkan pro kontra karena dianggap sudah berlebihan membuat makam seseorang yang menjadi korban femisida menjadi sebuah hiburan karena sangat tidak etis. NKS merupakan seorang gadis penjual gorengan yang menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan, makamnya yang kini digunakan sebagai tempat ziarah dan wisata telah menimbulkan polemik di masyarakat. Setelah kematiannya yang tragis, makamnya dijadikan objek wisata, hal ini secara tidak langsung meromantisasi kejahatan feminisida. Hal ini bisa disebabkan karena orang-orang yang FOMO melihat ramainya tempat tersebut dikunjungi kemudian ada perasaan ingin mengikuti hal serupa yakni mengunjungi makam korban entah benar ingin berdoa atau hanya sekedar menjadi bahan update di media sosial.Â
    Menurut KOMNAS Perempuan, kasus pembunuhan NKS ini termasuk ke dalam kategori kejahatan feminisida atau juga dikenal sebagai femisida yakni pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya. Femisida ini dipicu oleh motivasi-motivasi seperti superioritas, dominasi, hegemoni, agresi, dan misogini terhadap perempuan, serta rasa memiliki perempuan dan ketimpangan relasi kuasa. Femisida bukan hanya kematian biasa, itu adalah produk budaya patriarkis dan misoginis yang terjadi baik di ranah privat, komunitas, maupun negara. Data PBB menunjukkan bahwa 80% dari pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya. Dalam artikel ini, saya akan mengemukakan pendapat yang menentang keras praktik ini dan menganalisis dari sudut pandang psikologis mengapa masyarakat terjebak dalam FOMO (fear of missing out) terhadap isu-isu yang seharusnya tidak diromantisasi.
Â
    Makam NKS kini menjadi tempat wisata yang menarik perhatian banyak orang. Ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan simpati besar dari khayalak ramai karena NKS merupakan gadis yang dikenal sebagai pribadi yang baik dan pekerja keras serta pintar namun kehidupannya berakhir di tangan seorang laki-laki pelaku femisida. Praktik memanfaatkan peristirahatan terakhir seseorang menjadi objek wisata ditambah dengan mengajak pengunjung melihat TKP pembunuhan yang dialami korban sebelum meninggal jelas merupakan bentuk eksploitasi tragedi yang sangat tidak etis. Hal ini bukan hanya merendahkan martabat korban, tetapi juga melukai perasaan keluarga dan masyarakat yang peduli. Seharusnya, masyarakat menghormati memori korban dengan cara yang lebih baik, bukan menjadikannya komoditas untuk hiburan karena hal ini dapat menciptakan persepsi bahwa kejahatan atau tragedi tersebut romantis atau menarik yang mana hal ini sangatlah tidak etis.
Â
    Meromantisasi kasus seperti ini berpotensi menciptakan pandangan keliru tentang kejahatan feminisida. Dengan menjadikan makam korban sebagai objek wisata, masyarakat secara tidak sadar memberi makna baru pada tragedi tersebut, seolah-olah ada nilai hiburan di balik kesedihan dan penderitaan yang dialami oleh korban dan keluarganya. Ini adalah bentuk distorsi realitas yang sangat berbahaya, karena dapat mengurangi keseriusan masalah kekerasan terhadap perempuan dan mengalihkan perhatian dari upaya pencegahan serta penegakan hukum.
Â
    Fenomena FOMO yang banyak dialami masyarakat utamanya kaum perempuan dapat dijelaskan melalui beberapa faktor:
1. Keterhubungan Emosional: Banyak orang merasa terhubung secara emosional dengan kisah tragis seperti NKS. Mereka mungkin merasa bahwa mengunjungi makamnya adalah cara untuk menunjukkan empati atau solidaritas. Namun, ini sering kali dilakukan secara berlebihan dan berujung pada eksploitasi.
2. Kebutuhan untuk Tahu: Dalam era media sosial, ada dorongan kuat untuk mengetahui dan berbagi informasi terkini. Hal ini sering kali mendorong individu untuk terlibat dalam peristiwa-peristiwa tragis tanpa mempertimbangkan dampak emosional bagi keluarga korban.