Astagfirullah! Berulangkali saya mengucap istigfar tatkala, Sabtu, 27 Pebruari 2021 pagi menyimak banyak postingan di media sosial menginformasikan Gubernur Sulsel Prof DR Ir HM Nurdin Abdullah, M.agr (NA) ditangkap tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat dinihari.
Bahkan ada yang secara vulgar memosting berita dengan judul agak sangar: "Nurdin Abdullah Ditangkap KPK, Tertunduk dengan Tangan Terborgol Menuju Pesawat." Walaupun kemudian diketahui dalam kenyataan tak ada pemborgolan dilakukan KPK terhadap Gubernur NA.
Ada semacam rasa tidak percaya jika mantan Bupati Bantaeng dua periode (2008- 2018) tersebut harus dicokok berkaitan dengan masalah korupsi, memanfaatkan uang negara untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau lembaga, secara melanggar hukum dan merugikan negara.
Antara tahun 2011 hingga 2013 ketika masih sibuk-sibuknya melaksanakan tugas sebagai Bupati Bantaeng periode pertama, menemani seniman H Udhin Palisuri (alm) saya hampir setiap Minggu bertemu dengan profesor, alumni Unhas yang menyelesaikan pendidikan magister dan doktornya di Universitas Kyushu, Jepang itu.
Dia amat senang berbincang dengan mendiang seniman yang dijuluki 'Jenderal Puisi' di Sulsel semasa hidupnya. Berbincang santai tentang banyak hal sering dilakukan secara bebas dengan NA hingga larut malam di Bontoatu, kediaman pribadinya di kota Bantaeng.
Begitu sukanya NA, dalam banyak kesempatan acara-acara resmi di daerah berjuluk Butta Toa yang dipimpinnya, Udhin Palisuri sering diminta membacakan puisi di awal-awal acara. Tengah malam pulang perjalanan kerja dari Jakarta, dari bandara Hasanuddin NA langsung melayat jenazah H Udhin Palisuri yang wafat, 2 Juni 2014 malam di rumah duka kecamatan Mariso, Makassar.
Melalui suatu perbincangan terbuka, NA pernah mengungkap, pendapatannya sebagai Presdir PT Maruki Internasional Indonesia berkali lipat dari gajinya sebagai Bupati Bantaeng. Dia mengaku mengincar jabatan politis sebagai bupati Bantaeng atas permintaan ayahnya (alm) untuk membantu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di kabupaten Bantaeng.
"Beberapa kali sebelumnya saya ajak isteri melihat kehidupan masyarakat di berbagai pelosok kabupaten Bantaeng, kemudian menyetujui untuk menerima tawaran ayah saya untuk maju dalam bursa pemilihan bupati Bantaeng. Untuk melaksanakan amanah ayah terutama membantu membangun mengolah potensi daerah agar rakyat dapat keluar dari ketidakberdayaan akibat kemiskinan. Rakyat banyak pun mendukung. Begitulah, saya kemudian terpilih jadi Bupati Bantaeng,'' cerita NA suatu malam jelang sahur di kediamannya Bontoatu.
Selama sepuluh tahun menjabat sebagai bupati, NA berhasil memimpin pemerintahan, pembangunan serta urusan-urusan kemasyarakatan. Tingkat kemiskinan di kabupaten Bantaeng tiap tahun berhasil ditekan. Bantaeng pun mampu keluar sebagai daerah tertinggal. Justru wilayah Butta Toa ini berkembang pesat, sebagai daerah pertanian serta destinasi wisata di wilayah selatan Sulawesi Selatan.
Berbagai penghargaan dari pemerintah pusat serta lembaga lain diberikan khusus kepada Pemkab Bantaeng yang mampu bangkit membangun daerah dengan budget APBD yang relatif kecil di antara kabupaten kota di Sulsel. Silih berganti utusan pemerintah daerah kabupaten kota lain di Indonesia menjadikan Bantaeng sebagai sasaran study banding selama kepemimpinan Bupati NA.