Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Tuak Campur Sambel Bikin Pasutri Hot dan Tokcer

28 November 2020   20:03 Diperbarui: 28 November 2020   20:10 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan ada tuak nira Lontar nikmat diadon ulekan cabe plus garam/Ft: Mahaji Noesa

''Karena itu Pasari dan keluarganya saja yang sering minum nira Aren segar. Kadang juga kita beri satu atau dua gelas ke tetangga kalau ia minta saat nira Aren belum dituang ke tabung pemasakan pembuatan gula merah,'' jelasnya.

Pastinya juga, katanya, nira Aren itu aslinya rasanya segar manis. Tidak pahit. Kalau mau pahit, nira Aren yang manis itu diberi kulit kayu Buli. Kulit kayu dari salah satu jenis pohon Mangrove itu direndam beberapa jam dalam wadah ember atau panci berisi nira Aren.

Orang-orang di sejumlah perkampungan di kabupaten Enrekang menyebut nira Aren yang telah difermentasi dengan kulit kayu Buli itu sebagai Manyang. Ada juga yang menyebut sebagai Tuak Pahit. Makin banyak rendaman kulit kayu Bulinya akan semakin pahit rasanya, dan makin keras daya memabukkan bagi peminumnya.

Barisan pohon Lontar di salah satu areal persawahan kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, sumber minuman segar nira Lontar/Ft: Mahaji Noesa
Barisan pohon Lontar di salah satu areal persawahan kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, sumber minuman segar nira Lontar/Ft: Mahaji Noesa

Nira pohon Lontar juga sama dengan nira pohon Aren, dapat diolah menjadi gula merah. Hanya saja warga di Sulawesi selatan umumnya sudah paham, kualitas gula Aren diunggulkan dibanding gula merah dari nira pohon Lontar atau nira pohon Kelapa.

Justeru di sejumlah daerah kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki banyak tumbuhan pohon Lontar, sejak dulu  terdapat banyak penjual minuman segar dari nira pohon Lontar. Mereka lebih memilih menjualnya dalam bentuk nira sebagai minuman segar alami dibanding harus diolah menjadi gula merah.

Pohon Lontar yang pernah dipilih menjadi flora identitas Sulawesi Selatan diperkirakan awalnya dibawa oleh para pedagang Gujarat. Penyebaran tanaman ini seperti mengikuti alur penyebaran agama Islam di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan antara abad XVI -- XVII.

Hingga kini terdapat sejumlah jalur yang dikenali sebagai tempat penjualan minuman segar nira Lontar di Sulawesi Selatan. Di antaranya, poros jalan kota Pangkajene ibukota kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap).

Di poros ini ada Desa wanio yang sejak dulu dikenal warganya menjadikan usaha pengolahan nira Lontar sebagai salah satu sumber pendapatan andalan. Tak dipungkiri sejak lama banyak warga di Wanio berhaji dari hasil keuntungan usaha penjualan Tuak Manis berupa minuman segar nira Lontar.

Kemudian di jalur PekkaE (Kabupaten Barru) -- Buludua (kabupaten Soppeng). Para pejalan di lintasan ini sudah paham bahwa di warung-warung tempat persinggahan angkutan transportasi umum sekitar Lembah Hijau, Buludua, selalu ada menyediakan minuman segar nira Lontar atau nira Enau. Terutama di sore hingga malam hari.

Latekko, juga sebuah tempat konsentrasi warung-warung penjualan nira Lontar di jalur dari arah kota Sengkang, ibukota kabupaten Wajo ke arah kota Watampone, ibukota kabupaten Bone. Warung-warung penjualan nira Lontar juga mulai bermunculan di jalur kota Sengkang ke TarumpekkaE.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun