Gajah juga merupakan fauna endemik Sulawesi Selatan (Sulsel). Tidak sama dengan gajah Sumatera atau Jawa. Lantaran bentuk badannya kecil hanya sampai seukuran kerbau, sejumlah ilmuwan peneliti menyebutnya sebagai Gajah Kerdil atau Gajah Kate (pygny/dwarf stegodon). Hewan mamalia yang suka hidup berkawanan tersebut pernah berkembangbiak di habitat kawasan Lembah Walanae dalam luasan ratusan ribu hektar di wilayah yang kini masuk daerah administratif kabupaten Soppeng hingga perbatasan kabupaten Bone, Sulsel.
Itulah, antara lain, informasi purba dari kondisi alam dan lingkungan Sulawesi Selatan sekitar 2 juta tahun silam yang dapat diperoleh dari Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo di kelurahan  Ujung, kecamatan Lilirilau, sekitar 20 km dari kota Watan Soppeng, ibukota kabupaten Soppeng.
Rumah permanen ukuran 6x7 meter yang berada di atas bukit kecil bersebelahan dengan Puskemas Baringeng, berdiri sejak tahun 1986 dalam bentuk rumah kayu sederhana mulanya diberi label sebagai Pondok Fosil Caleo. Kala itu, pembangunannya dilakukan oleh Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sulselra, dimaksudkan untuk menjadi ruang pamer terhadap temuan sejumlah fosil vertebrata atau fosil binatang purba dari kalangan ilmuwan peneliti di sepanjang Lembah Walanae, wilayah kabupaten Soppeng.
Dari ratusan temuan fosil gajah di sepanjang Lembah Walanae, memberi informasi jika hewan berbelalai ini pernah hidup dan berkembang biak di Pulau Sulawesi. Masih dapat diperdebatkan jika disebut turunan gajah Sumatera atau Gajah Jawa yang migrasi  ke Sulawesi saat laut masih mengering, saat pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi masih menyatu sebagai daratan kontinen di zaman Eosen sampai sekitar 50 juta tahun lalu.Â
Terbukti dari temuan fosil-fosil gajah di Lembah Walanae setelah direkonstruksi, menunjukkan gajah di wilayah Soppeng dahulu bentuk tubuhnya kecil-kecil seperti kerbau, tidak seperti ukuran gajah Sumatera atau Jawa yang super besar. Artinya, Gajah Kerdil atau Gajah Kate yang pernah hidup di wilayah Soppeng tersebut juga merupakan salah satu fauna endemik Sulawesi. Hanya ada dan hidup di Sulawesi, seperti binatang Anoa atau Babi Rusa yang populasinya kini juga mulai terancam punah.
Sejumlah serpihan temuan fosil gajah di Lembah Walanae yang ada di Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo setelah puluhan tahun hanya dipahami para ilmuwan peneliti, kini sudah dapat dikenali oleh para pengunjung. Bulan April 2017 ada tim konservasi dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, membuatkan labelisasi penamaan terhadap sejumlah serpihan fosil gajah purba yang terkumpul selama puluhan tahun temuan ilmuwan peneliti dari dalam dan luar negeri di Lembah Walanae.
Melalui labelisasi tersebut, pengunjung sudah dapat mengenali temuan fosil-fosil gajah purba endemik Sulawesi, seperti fragmen tulang belakang, tulang kering, tulang pelvis, tulang paha, tulang panggul, dan fragmen gading.Â
Ada catatan Gert van Den Berg, peneliti dari Universitas Wolongong Australia tahun 1997, menyebut sudah ada kehidupan fauna di Lembah Walanae mulai dari masa Pleistosen. Awal dugaan adanya perpindahan atau migrasi hewan purba sekitar 2,5 juta tahun lalu, hingga masa Holosen saat dimana es di kutub lenyap dan air laut mulai naik menggenangi dataran kering, hingga membentuk adanya pulau termasuk pulau-pulau di Nusantara, sekitar 10.000 tahun lalu.
Pusat Studi Geologi Indonesia pun telah menguji dengan uranium series terhadap sejumlah temuan fosil perkakas batu, diperkirakan telah ada dan digunakan sekitar 118 ribu tahun lalu dalam kehidupan manusia purba di Lembah Walanae.
''Di gudang masih banyak fosil gajah purba temuan dari Lembah Walanae yang dikarungkan saja belum diberi label,''jelas Mastang, Juru Pelihara Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo. Tamatan SMA 2 Soppeng yang sejak tahun 2009 diangkat sebagai pegawai Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar yang kini berubah nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulsel, seorang diri bertugas melakukan buka tutup, merawat kebersihan lingkungan sekaligus sebagai guide bagi pengunjung di Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo.
Fosil temuan dari Lembah Walanae yang digudangkan, diinformasikan, tak hanya sebatas fosil gajah purba. Ada juga banyak fosil vertebrata jenis lainnya, seperti fosil kura-kura purba, fosil babi purba, Â fosil ikan purba, fosil buaya purba, dan fosil beragam peralatan digunakan manusia purba.
Dari temuan fosil taring babi purba (Fr Caminus Celebochoerus heekereni) sepanjang 37 cm, berikut fosil rahang bawah, tulang paha, tulang pipih, gigi taring, dan tulang belikat, setelah direkonstruksi menunjukkan ukuran tubuh babi purba lebih besar dibandingkan babi yang ada sekarang.Â
Hingga sekarang Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo belum punya aliran listrik, tidak memiliki sumber air berupa sumur atau sumber air lainnya. Tak mengherankan jika toilet yang dibuat sebagai kelengkapan gedung yang tahun 1990 hingga 2016 bernama Museum Prasejarah Caleo, hingga saat ini pun tidak pernah difungsikan. ''Sering ada pengunjung mau pipis, terpaksa kita giring numpang ke toilet rumah-rumah penduduk yang ada di sekitar,'' kata Mastang.
''Masih perlu dibuat lebih atraktif dan komunikatif, sehingga temuan fosil-fosil vertebrata yang kini terpajang di lemari etalase, Â tidak berkesan kaku seperti sekarang hanya bagai pajangan batu-batuan alam yang lusuh. Juga perlu ada ruang khusus pemaparan informasi up date kondisi kekinian Lembah Walanae dengan semua potensi dan alam lingkungannya'' Begitu komentar dari salah seorang mahasiswa dari Makassar ketika bersama berkunjung ke Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo, medio Juli 2017.
Temuan fosil-fosil hewan vertebrata oleh para ilmuwan peneliti nasional maupun internasional yang ada di Rumah Informasi Kawasan Prasejarah Caleo, kabupaten Soppeng, merupakan barang sangat berharga terutama berkaitan dengan kepentingan ilmu pengetahuan, bukti-bukti kehidupan fauna masa lampau yang perlu dipelihara, dijaga keawetannya, termasuk oleh masyarakat dunia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H