Belum diketahui pasti siapa yang mula-mula mengenalkan atau membuat Gerundeng -- kendaraan bermotor roda empat serba guna yang kini banyak diproduk dan digunakan oleh kalangan petani khususnya di daerah-daerah pertanian tanaman pangan provinsi Sulawesi Selatan, seperti di wilayah kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo (Bosowa).
Pastinya, menurut cerita yang dihimpun dari warga di Bosowa, cikal Gerundeng sudah ada sejak tahun 80-an di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Waktu itu populer dengan sebutan Dompeng. Dompeng dihadirkan oleh kalangan petani untuk menggantikan kuda mengangkut beban berat hasil-hasil pertanian melalui jalan-jalan tani atau menyusur jalanan pedalaman dengan kondisi berlumpur terutama di musim hujan.
Awalnya Dompeng dibuat mirip gerobak. Berbentuk kotak bak kayu ukuran 1 x 1,5 meter, menggunakan empat roda ban mobil pickup lingkaran 12 - 13. Kotak kayu beroda empat tersebut ditarik dengan sepeda motor sebagai gandengan di belakangnya. Selanjutnya para petani memodif Dompeng tersebut agar dapat berdaya angkut lebih banyak dan mampu bergerak lebih  cepat.Â
Menurut Nur (50), seorang pemilik bengkel las di poros Solo (Bone) -- Kulampu (Wajo) di awal-awal tahun 90-an dia banyak menerima pesanan pembuatan bak Dompeng dari rangka pipa serta besi siku, dan di bagian bawahnya menggunakan rangka blok untuk pemasangan roda atau ban. Rangka Dompeng tersebut tidak lagi ditarik sepeda motor, tetapi roda atau bannya digerakkan menggunakan mesin handtraktor (traktor tangan) pengolah  tanah persawahan.
''Seperti pemasangan konstruksi mesin handtraktor, ban Dompeng berputar melalui blok as yang dihubungkan tali  pambel  ke mesin. Kelemahan awalnya,  Dompeng bergerak dengan gas saja tanpa ada kendali rem,'' jelas Nur.
Seiring dengan perjalanan waktu, kini  kendaraan Dompeng mengalami sejumlah penyempurnaan atas utak-atik para petani melalui bengkel-bengkel rakyat. Nama Dompeng pun menghilang berganti dengan Gerundeng.
Tak heran jika anda kini masuk ke wilayah-wilayah pedalaman Bosowa akan menjumpai pergerakan banyak Gerundeng dengan beragam bentuk serta aktivitas. Selain dipakai untuk mengangkut barang, juga untuk pengangkutan hingga 6 orang penumpang. Meskipun sampai sekarang belum ditemukan Gerundeng yang dikomersilkan sebagai angkutan umum khusus untuk angkutan penumpang di wilayah pedesaan.
Tak hanya menyusur jalanan perkampungan, Gerundeng kendaraan roda empat yang tanpa nomor polisi tersebut pun kini sudah banyak dimodif untuk beroperasi di jalan-jalan raya yang dilintasi kendaraan umum. Mungkin petugas polisi dan angkutan lalu-lintas jalan raya masih maklum, Gerundeng sebagai kendaraan angkutan rakyat sehingga belum dibuat batasan operasi jalanan yang bisa dilaluinya.
Bahkan dengan menggunakan mesin handtraktor berkekuatan 16 PK, kini sejumlah warga memodifikasi Gerundengnya sebagai alat sawmil, mengolah kayu gelondongan menjadi balok atau papan.  ''Ini mungkin merupakan kendaraan bermotor roda 4 yang harganya paling murah di dunia. Dengan uang sekitar Rp 17  juta sekarang warga dapat  memiliki sebuah Gerundeng baru sebagai kendaraan  keluarga serba guna,'' kata Abd Haris, seorang pengusaha asal kabupaten Soppeng.
Kelemahan paling fatal, selama ini kehadiran Gerundeng sebagai kendaraan roda empat alat angkut serba guna milik rakyat di wilayah pedesaan Sulawesi Selatan belum pernah mendapat perhatian dari pihak pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten, termasuk belum pernah ada pihak swasta yang merasa terpanggil untuk membantu pengembangannya.Â
Dunia akademik pun terlihat sunyi ide dan gagasan terhadap kemungkinan pengembangan kendaraan bermotor roda empat hasil modifikasi atau buatan rakyat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H