Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kerangka Paus Biru dan Mobil Indonesia 1 di Museum Sulawesi Tenggara

14 Maret 2015   23:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_355495" align="aligncenter" width="480" caption="Inilah model kerangka ikan Paus Biru di Museum Negeri Sultra/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]

Jika melihat kerangka tulangnya sepanjang 12 meter dengan tulang tengkorak kepala dan rahangnya panjang kl 2 meter, tulang rusukberjejer 12 baris kanan-kiri masing-masing menjuntai lebih 1 meter melengkung bagai garpu raksasa penyisir selokan, terbayang besaran serta berat total tubuhnya berbilang ton ketika masih hidup.

Kesan seperti itu dipastikan akan menggelayut di benak setiap orang apabila melihat kerangka ikan paus biru/blue whale jenis paus langka terlindungi yang terpajang bagai kerangka fosil binatang purba dinasaorus di salah satu dari 3 ruang pamer terbuka halaman tengah Museum Negeri Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kota Kendari.

Kerangka ikan paus yang menjadi bagian dari koleksi biologi tersebut, menurut Rustam Tombili, Kasi Bimbingan dan Edukasi Museum Negeri Sultra, merupakan hasil pengawetan yang dilakukan oleh pihak Museum Sultra sekitar 18 tahun lalu. Yaitu sejak jenis ikan paus (balacnoptera musculus) tersebut ditemukan mati terdampar di pesisir pantai Desa Lakansai Kecamatan Kolisusu Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Juni 1997.

Sebenarnya ada dua kerangka ikan paus hasil awetan para tenaga konservasi dan biologi di laboratotrium Museum Sultra. Kerangka satunya lebih panjang tapi tidak pernah dipajang dan awal Maret 2015 telah diambil untuk dijadikan sebagai salah satu isi koleksi Meseum Wallacea di Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.

Koleksi biologi masih tetap jadi andalan dari 10 kelompok koleksi setelah dilakukan revitalisasi terhadap tata ruang pameran Museum Negeri Sultra tahun 2014 kemarin. Alasannya,Sulawesi Tenggara memiliki banyak makhluk hidup yang sekarang termasuk spesies satwa langka, tak hanya di laut tapi juga yang hidup di darat. Di antaranya, Rustam menyebut binatang anoa, babi rusa, dan kuskus. Di laut selain ikan paus, banyak makhluk hidup spesies langka karena hanya terdapat sekitar perairan Sulawesi Tenggara, seperti berbagai jenis udang laut lobster, kepiting, kerang-kerangan (moluska), teripang dan tiram.

Koleksi biologi seperti itu, katanya, amat perlu mengingat posisi museum sebagai lembaga penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

[caption id="attachment_355496" align="aligncenter" width="480" caption="Anoa betina diawetkan salah satu koleksi biologi, di lemari kaca bulunya mulai rontok/Ft: Mahaji Noesa"]

14263492241701139304
14263492241701139304
[/caption]

[caption id="attachment_355497" align="aligncenter" width="480" caption="Patung kuda Merah Putih berlaga penanda di halaman depan Museum Negeri Sultra/Ft: Mahaji Noesa"]

1426349404444315531
1426349404444315531
[/caption]

Sepuluh kelompok koleksi, masing-masing koleksi geologi, etnografi, arkeologi, hostorika, numismatik, filologi, keramika, seni rupa, dan teknologi tradisional dapat dilihat teratur rapi di gedung pameran tetap berlantai dua yang terletak arah selatan areal Museum Negeri Sultra.

Hanya saja, setelah revitalisasi tata ruang koleksi tahun lalu, sepasang binatang anoa (jantan dan betina) yang diawetkan sebagai bagian dari koleksi biologi ikut dimasukkan dalam lemari kaca. Saat ini bulunya tampak rontok berbelang-belang. Menurut pemandu museum, kemungkinan akibat tak terjadi pertukaran sirkulasi udara yang baik. Sebelumnya koleksi ini diletakkan di ruang terbuka, tapi kini dimasukkan dalam kotak kaca mengikuti petunjuk tim revitalisasi museum dari Jakarta.

Melalui koleksi numismatik di Museum Negeri Sultra dapat dilihat alat tukar uang kuno, antara lain, yang terbuat dari kain. Uang kuno terbuat dari kain yang disebut Kampua pernah digunakan dalam masa kerajaan di pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Sebuah peti mayat unik terbuat dari kayu berbentuk perahu sepanjang lebih 2 meter, sebagai salah satu koleksi arkeologi tampak masih utuh. Peti mayat dari jaman kehidupan sebelum Islam tersebut ditemukan tahun 1997 di goa Tanggulesi, desa Lelewawo, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.

Perjalanan penyebaran Islam di Sulawesi Tenggara dapat dideteksi lewat sebuah koleksi Filologi berupakitab Al Quran tulisan tangan dibuat abad XV (1451).Terdapat sejumlah keramik cina dari dinasti Ming dan Yuan (koleksi Keramika), senjata meriam dan pistol abad XVII – XVIII (koleksi Historika), kalo sara adat, tenun khas Kendari, Buton, dan Muna (koleksi Etnografi), dan peralatan pengolah sagu dan penangkap ikan tradisional, mesin telegraf hingga sebuah mesin percetakan manual (handpress) yang pertama digunakan untuk mencetak surat kabar di Kendari (koleksi Teknologi Tradisional).

[caption id="attachment_355498" align="aligncenter" width="480" caption="Benda arkeologi Peti Mayat pra Islam ini ditemukan di salah satu goa di Kolaka Utara/Ft: Mahaji Noesa"]

14263496732062030065
14263496732062030065
[/caption]

[caption id="attachment_355500" align="aligncenter" width="480" caption="Diorama adat Kalo Sara etnis Tolaki di Museum Negeri Sultra/Ft: Mahaji Noesa"]

142635038379917059
142635038379917059
[/caption]

Masih banyak lagi ragam isi koleksi Museum Negeri Sultra saat ini yang dapat diapresiasi berkaitan dengan tujuan keberadaan museum dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional untuk memperkuat jiwa kesatuan nasional. Apalagi jika koleksi-koleksinya dapat terus diperkaya.

Sayang sekali, Museum Negeri Sultra yang menempati areal seluas 2 hektar di lokasi strategis Jl. Abunawas, depan Tugu Persatuan yang merupakan pusat Kota Kendari belakangan ini jarang sekali terdengar melakukan aksi-aksi pameran temporer terhadap isi koleksi museum kepada publik, selain dipajang di ruang pamer tetap.

Padatnya warga setiap hari berkunjung ke taman kota dan lapangan Tugu Persatuan depan museum tampak tidak tertarik meliriknya. Padahal pihak UPTD sebagai pengelola museum kini hanya mematok tarif masuk Rp 3.000 per orang untuk umum, dengan waktu terbuka luas mulai pukul 8.00 pagi hingga 14.30setiap hari kerja. Untuk pelajar/siswa hanya Rp 1.000/orang, mahasiswa Rp 2.000/orang, dan peneliti serta turis asing Rp 5.000 per orang.

[caption id="attachment_355501" align="aligncenter" width="480" caption="Mobil DT 1 (kiri) mobil dinas Gubernur Sultra yang pertama hingga ketiga, Mobil Indonesia 1  (kanan) digunakan Presiden RI Soeharto saat berkunjung ke Sulawesi Tenggara tahun 1978/Ft: Mahaji Noesa"]

14263505711305591370
14263505711305591370
[/caption]

Masih terbilang sepinya kunjungan publik ke Museum Negeri Sultra bisa jadi akibat belumtersosialiasi jika museum tersebut terbuka untuk dikunjungi publik. Banyak pihak menyarankan agar tulisan UPTD Museum di papan penanda dipertegas atau diganti dengan tulisan Museum Negeri Sulawesi Tenggara supaya lebih jelas dan komunikatif,mengabarkan bahwa di lokasi tersebut ada museum yang terbuka untuk dikunjungi umum. Patung atraktif dua ekor kuda (merah dan putih) sedang berlaga di halaman depan tidak banyak membantu sebagai penanda museum, lantarandi pintu masuk arah timur terpampang papan bertulis PD Utama Sultra yang selalu terlihat ramai dengan kegiatan kantoran eksklusif.

Konyolnya, gedung dua lantai yang dijadikan perkantoran PD Utama Sultra merupakan Ruang Pameran Temporer Museum Negeri Sultra. Gedung ini berstatus dipinjamkan sementara oleh Pemprov Sultra. Namun kemudian seolah dijadikan sebagai kantor tetap, karena PD UtamaSultra memanfaatkan sejak tahun 2008 hingga tahun 2015 sekarang, belum ada tanda-tanda untuk ditinggalkan.

Peminjaman Gedung Pameran Temporer tersebut menyebabkan sejak diresmikannya Museum Sultra berstatus sebagai museum negeri tahun 1991 tidak dapat menyelenggarakan pameran-pameran secara periodik untuk mengundang minat publik mengunjungi dan menyimak isi koleksi museum. Termasukmenutup pintu bagi Sulawesi Tenggara menjadi tuan rumah penyelenggara pameran temporer secara nasional sebagai program nasional permuseuman yang dilakukan 3 kali setahun digilir ke berbagai provinsi. Tahun ini misalnya, kegiatan pameran temporer nasional musik tradisional dilakukan di museum Kota Padang, Sumatera Barat. Pameran Tekstil Nasional 2015 dilakukan pihak Museum Jayapura, Papua sebagai tuan rumah. Sedangkan Pameran Benda-benda Sejarah Perjuangan Nasional 2015 akan dilakukan oleh pihak permuseuman di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

[caption id="attachment_355502" align="aligncenter" width="480" caption="Tulisan UPTD Museum ini minta agar diperjelas dengan tulisan Museum Negeri Sulawesi Tenggara/Ft: Mahaji Noesa "]

14263509151814993162
14263509151814993162
[/caption]

[caption id="attachment_355504" align="aligncenter" width="480" caption="Gedung Pameran Temporer milik Museum Negeri Sultra ini sudah 6 tahun dijadikan kantor PD Utama Sultra/Ft: Mahaji Noesa "]

14263513841402671533
14263513841402671533
[/caption]

Sebenarnya, menurut Rustam Tombili, pihaknya sangat menyadari perlunya diaktifkan program pameran-pameran khusus dan pameran keliling selain pameran tetap dalam rangka mendekatkan museum ke masyarakat. Akan tetapi seperti ungkapan nafsu besar tenaga kurang itulah yang dialami Museum Negeri Sultra. Sampai sekarang UPTD pengelola museum kebanggaan provinsi Sulawesi Tenggara belum memiliki satu pun kendaraan dinas, apatah mobil untuk pameran keliling.

Ketika masalah itu hendak dikonfirmasi apakah menjadi kendala utama pengembangan museum,sejumlah petugas museum menjawab dengan berguyon bahwa mobilnya sudah lama ada tapi dimuseumkan. Mereka lalu menunjuk dua buah mobil yang ada di depan ruang pamer terbuka kerangka Paus Biru. Kedua mobil tersebut menempati ruang pamer terbuka tersendiri berlabel Koleksi Mobil. Mobil sedan warna benhur merupakan mobil dinas pertama yang dipakai gubernur Provinsi Sultra yang pertama,J Wayong, menyusul digunakan dua gubernur berikutnya Laode Hadi dan Edi Sabara.

Sedangkan koleksi mobil yang satunya adalah sedan Mercy 220S berwarna hitam. Mobil bernomor berpelat merah putih Indonesia 1 yang digunakan Presiden RI Soeharto saat menghadiri Pekan penghijauan Nasional tahun 1978 yang dipusatkan di Desa Lalonggasu Kecamatan Andoolo Kabupaten Kendari, sekarang sudah menjadi wilayah KabupatenKonawe Selatan (Konsel).

Kedua mobil yang dipajang di depan ruang pamer terbuka berhadapan langsung dengan ruang pamer terbuka Rumah Perahu Suku Bajo, entah masuk dalam kelompok koleksi apa. Sejak direvitalisasi tata ruang koleksi Museum Negeri Sultra, hingga Maret 2015 belum memiliki katalog pameran atau buku panduan koleksi museum yang terbaru. Ckckckck…………….

Video kerangka Paus Biru di ruang pamer terbuka Museum Negeri Sulawesi Tenggara
http://youtu.be/I2PJ10KXmZ0

Video mobil Indonesia 1 di ruang pamer terbuka Museum Negeri Sulawesi Tenggara
https://www.youtube.com/watch?v=wiy2Q2VyZxQ


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun