Terdapat sejumlah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan menggunakan gambar kuda dalam lambang daerahnya. Akan tetapi menyebut jenis hewan besar tak bertanduk tersebut di jazirah selatan Pulau Sulawesi, ingatan orang akan banyak tertuju ke Kabupaten Jeneponto yang terletak di wilayah selatan Sulawesi Selatan. Inilah daerah asal kuliner unik Coto Kuda yang mulai merambah ke daerah lain di Indonesia.
[caption id="attachment_159473" align="alignright" width="480" caption="Salah satu lapak K-5 menjual Coto Kuda di Kota Makassar/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]
Tidak ada catatan jelas siapa yang merintis serta sejak kapan kuliner Coto Kuda ini menjadi salah satu makanan kebanggaan masyarakat di daerah yang berjuluk ‘Bumi Turatea’ tersebut. Namun orang-orang di Sulawesi Selatan umumnya sudah tahu, jika yang namanya Coto Kuda awalnya hanya dapat dibeli di warung-warung yang terdapat di wilayah Turatea Kabupaten Jeneponto, lalu menyebar ke daerah-daerah sekitarnya seperti Kabupaten Takalar, Kabupaten Bantaeng, dan Kabupaten Gowa.
Saat ini penjual Coto Kuda sudah merambah masuk ke Kota Makassar, termasuk sudah hadir di sejumlah kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan. Hanya saja kuliner tersebut belum sepopuler Coto Makassar yang dibuat menggunakan daging sapi atau kerbau tersebut.
[caption id="attachment_159474" align="alignleft" width="384" caption="Semangkuk Coto Kuda/Ft: Mahaji Noesa"]
Sampai saat ini Coto Kuda yang cara pembuatan, komposisi rempah maupun tampilannya tidak jauh beda dengan kuliner Coto Makassar, masih jarang kita jumpai menjadi menu dalam rumah-rumah makan atau resto yang terkenal. Di Kota Makassar misalnya, kuliner Coto Kuda umumnya masih di sajikan di warung-warung tenda K-5 (Kaki Lima).
Kondisinya penjualan Coto Kuda saat ini, sama dengan keadaan pengembangan usaha penjualan Coto Makassar antara tahun 70-an sampai tahun 80-an di Kota Makassar, umumnya masih dijajakan di tenda-tenda K-5. Sekarang kuliner Coto Makassar sudah menjadi menu pilihan di banyak hotel, resto dan rumah makan terkenal. Bahkan seringkali dijadikan suguhan menu istimewa dalam acara-acara resmi berskala nasional maupun internasional di Kota Makassar.
Dibandingkan dengan Coto Makassar yang menggunakan daging sapi/kerbau, kuliner coto yang menggunakan daging kuda justru terasa lebih empuk, mengandung banyak protein, serta kurang lemak. Selain itu dari pengakuan banyak pelanggan, mereka mendapat sejumlah manfaat bagi kesehatan setelah menyatap Coto kuda yang dagingnya berwarna amat merah dibandingkan dengan daging-daging hewan ternak besar lainnya.
Di antaranya, menyantap Coto Kuda ada yang mengakui dijadikan sekaligus sebagai obat alternatif untuk penyembuhan penyakit asma, TB, epilepsy, ATS, menyembuhkan badan pegal-pegal dan linu tulang, menghidupkan gairah serta menambah kekuatan vitalitas tubuh.
Dalam perbincangan dengan sejumlah penjual kuliner Coto Kuda di Kota Makassar diperoleh informasi, banyak pelanggan mereka mengaku adalah sebagai pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit, dan dianjurkan dokter untuk menyantap Coto Kuda dalam masa pemulihan.
Bagi lelaki, setelah menyantap semangkuk Coto Kuda, tubuh akan langsung terasa hangat selama lebih kurang sejam, dan ehemm… ada kebangkitan gairah. Boleh ditanyakan langsung kepada para pelanggan kuliner Coto Kuda, atau membuktikannya sendiri dengan mencobanya secara langsung.
Harga jual semangkok Coto Kuda plus sepiring nasi putih di Kota Makassarsaat ini paling tinggi Rp 15.000. Lebih mahal dari harga seporsi Coto Makassar yang bisa didapat dengan membayar Rp 10.000 plus makan ketupat sesukanya.
Hal itu bisa dimaklumi, sebab menurut salah seorang penjual Coto Kuda berlokasi di Kota Makassar, sekarang ini harga daging kuda sekitar Rp 70.000/kg, lebih mahal dari harga daging sapi yang hanya berkisar Rp 60.000/kg.
Dia mengaku pernah menghabiskan bahan baku sampai 20 kg daging kuda untuk penjualan Coto Kuda dalam seharinya. ‘’Setiap hari saya menjual mulai pukul 9 pagi hingga pukul 9 malam. Dulu saya juga menjual Coto Makassar, tapi sekarang hanya Coto Kuda saja, karena ketika saya jual bersamaan, Coto Kudanya kurang laku. Banyak pembeli yang mencurigai dilakukan pencampuran daging kuda dan daging sapi di Coto Kuda. Setelah hanya menjual Coto Kuda, Alhamdulillah, langganan ya jadi lumayan banyak,’’ jelasnya.
[caption id="attachment_159476" align="alignright" width="480" caption="Nikmatrnya menyantap Coto Kuda/Ft: Mahaji Noesa "]
Para pelanggan Coto Kudanya, disebut dominan laki-laki. Mereka berusia 30 tahun ke atas. Puncak kunjungan pelanggan setiap hari antara pukul 11 hingga pukul 1 siang hari. Termasuk banyak sopir taksi santap siang dengan Coto Kuta di lapak K-5 Jl. Sultan Alauddin, Kota Makassar.
Dari tiga orang pria berusia diperkirakan sudah di atas 40 tahun, setelah menyantap Coto Kuda siang hari, ketika ditanya ketiganya hampir senada mengaku kuliner yang dicicipi sedikitnya 3 kali dalam seminggu memberi efek sebagai penambah stamina tubuh, menghilangkan rasa capek.
‘’Bapak bisa coba, selain badan langsung terasa panas setelah makan Coto Kuda, empat sampai lima jam kemudian, jika ingin ‘main-main’ dengan ibunya anak-anak di rumah, maka akan terjadi permainan yang begitu hebat. Bisa dibuktikan sendiri,’’ kata Dawis, seorang sopir taksi yang baru saja menyantap Coto Kuda, di sekitar perbatasan Kota Makassar dan Kota Sungguminasa, ibukota Kabupaten Gowa, siang tadi (6/02/2012).
Ketika kemudian bermain di ‘Google’, berbagai khasiat daging kuda yang berhubungan dengan gairah dan vitalitas lelaki ternyata sudah diposting di sejumlah lapak sejak tahun 2009.
Menelitibumbu yang digunakan dalam pembuatan Coto Kuda, seperti daun sereh, laos, bawang putih, daun salam, lengkuas, jahe, santan, merica, pala, dan jeruk nipis, hampir tidak jauh beda dengan bumbu yang digunakan untuk pembuatan Coto Makassar. Kecuali penggunaan kacang dan gula aren untuk bumbu Coto Makassar, tidak dipakai dalam pembuatan kuliner Coto Kuda.
Sebagai tambahan catatan, di Kabupaten Jeneponto, daerah asal kuliner Coto Kuda, sampai saat ini daging kuda seperti ‘barang wajib’ tetap hadir dalam hampir semua pesta bersifat massal yang dilakukan masyarakat.
Dari daerah inilah juga dahulu terkenal prajurit-prajurit pemberani pengawal Kerajaan Gowa yang menjadikan kuda sebagai kendaraan tunggangan di medan perang.
Cerita ringkik kejantanan kuda pemberani asal wilayah Turatea masa lalu, terasa menggelora kembali dengan kian diminatinya banyak kalangan kulinerCoto Kuda yang punya manfaat ganda sebagai obat alternatif tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H