Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Arsitektur Tradisional 'Bugis - Makassar' Mulai Terkikis

27 Januari 2012   12:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:23 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arsitektur Bugis - Makassar mulai terkikis dari ruang publik Kota Makassar. Seiring dengan upaya menjadikan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini sebagai 'Kota Dunia', kehadiran banyak gedung dan bangunan baru menjulang langit tampak dibuat tak lagi menghiraukan penerapan identitas arsitektur tradisional Bugis-Makassar. [caption id="attachment_157745" align="alignleft" width="461" caption="Sebuah rumah tradisional Bugis - Makassar tampak terjepit di antara bangunan pertokoan di Kawasan Panakkukang Kota Makassar/Ft: Mahaji Noesa"][/caption] Upaya Pemerintah Provinsi Sulsel merintis pembangunan gedung atau bangunan-bangunan baru yang tetap mengedepankan ciri arsitektur Bugis- Makassar, seperti yang mulai dicontohkan tahun 1978 dengan membangun Kantor DPRD Sulsel, terlihat tak dapat berjalan langgeng. Para arsitek yang dalam beberapa waktu sebelumnya masih tampak menerapkan model ‘Sambulayang’ atau ‘Timpalaja’ sebagai ciri menonjol atap rumah tradisional Bugis- Makassar pada bangunan-bangunan, jugaterlihat sudah mulai menghilang dari kehadiran gedung atau bangunan-bangunan baru yang justru menjadi ikon baru bagi Kota Makassar. [caption id="attachment_157753" align="aligncenter" width="640" caption="MTC, salah satu pusat perbelanjaan di jantung Kota Makassar/Ft: Mahaji Noesa"]

1327665442794092318
1327665442794092318
[/caption] Satu-satunya bangunan beton berukuran besar yang pernah dibuat menerapkan arsitektur Bugis-Makassar di Kota Makassar yakni Kantor Gubenur Sulsel. Dibuat pada masa kepemimpinan Gubenur Sulsel yang mantan Rektor Unhas, Prof.Dr.H.A.Amiruddin Pabittei. [caption id="attachment_157747" align="alignright" width="300" caption="salah satu bangunan di kawasan Pecinaan Jl Jampea Kota Makassar menerapkan arsitektur rumah tradisional Makassar /Ft: Mahaji Noesa"]
13276648982042392255
13276648982042392255
[/caption] Karya-karya arsitektur modern yang mengutamakan fungsionalisasi serta efisiensi suatu bangunan disesuaikan aktivitas dan kebutuhan manusia saat ini, tentu saja, agak sulit menerapkan secara utuh arsitektur rumah tradisional Bugis-Makassar yang aslinya tak mengenal penggunaan konstruksi beton. Sekalipun sejak masa pendudukan Belanda di Indonesia dahulu, terdapat sejumlah bangunan beton yang dibuat tetap mampu menampilkan ciri kuat arsitektur Bugis-Makassar. Seperti misal, bangunan Museum La Temmamala di Kota Watansoppeng, ibukota Kabupaten Soppeng. Bangunan yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan Villa Yuliana tersebut memadukan gaya neo-gotic dengan arsitektur rumah adat Bugis, tapi nuansa rumah adat Bugisnya tampak tetap menonjol. Demikian juga dapat dilihat contoh terhadap sebuah bangunan yang sampai sekarang masih terpelihara baik di Kawasan Pecinaan, Jl. Jampea, Kota Makassar. Rumah yang dibuat sejak jaman pendudukan Belanda itu, memadukan konstruksi Ruko dangan arsitektur rumah tradisional etnik Makassar, tetapi tetap menonjol nuansa rumah tradisional Makassar pada bangunan tersebut. [caption id="attachment_157751" align="alignleft" width="384" caption="Gerbang masuk Kawasan Tanjung Bunga Kota Makassar, tanpa identitas arsitektur Bugis-Makassar/Ft: Mahaji Noesa"]
13276651411834829661
13276651411834829661
[/caption] Penerapan gaya arsitektur, memang, menjadi bagian dari hak azasi para pemilik bangunan sehingga sulit untuk menggiring memilih penerapan suatu gaya arsitektur tertentu. Tapi ya ….rasanya agak aneh jika kita berada di suatu kawasan atau kota yang punya latar sejarah besar, tradisi, adat dan budaya lokal yang dikagumisejak masa silam, seperti di Kota Makassar tapi justru kemudian dikelilingi tata massa bergaya arsitektur asing. Pelajaran besar bisa dipetik dari Benteng Ujungpandang di Kota Makassar.Benteng yang dibuat oleh leluhur Bugis-Makassar pada abad ke XVI tersebut, selain generasi sekarang bangga dengan menyebut sebagai Benteng Fort Rotterdam, nama yang diberikan oleh pihak kolonialis Belanda saat mencaplok benteng tersebut. Juga, bangunan-bangunan yang ada di dalamnya sebenarnya semuanya merupakan buatan bangsa penjajah setelah terlebih dahulu memporak-porandakan bangunan asli di dalamnya yang berarsitektur tradisional Bugis-Makassar. [caption id="attachment_157752" align="alignright" width="300" caption="Rumah warga di Jl.Permandian Barombong yang masih mempertahankan ciri arsitektur tradisional Bugis - Makassar/Ft: Mahaji Noesa"]
13276653032057975291
13276653032057975291
[/caption] Penerapan ciri arsitektur tradisional Bugis – Makssar ke bangunan dan gedung-gedung modern, tentu saja, masalahnya tidak dapat disamarumitkan dengan susahnya mempertahankan perahu tradisional Bugis – Makassar ‘Phinisi’ untuk dijadikan sebagai alat angkut atau transportasi massal, seiring dengan berkembang pesatnya alat transpotasi air modern yang lebih efektif dan efisien saat ini. Penambahan Sambulayang/Timpalaja tiga susun di depan bangunan peninggalan Belanda yang kini menjadi serambi Balaikota Makassar, dilakukan pada masa Malik B.Masry menjabat Walikota Makassar, dapat menjadi pelajaran betapa hanya diperlukan sedikit saja penambahan ornamen tradisional Bugis-Makassar sudah dapat memberikan kesan kuat sebuah gedung atau bangunan bernuansa tradisional Bugis -Makassar. Banyak pihak berharap ada semacam Peraturan Daerah (Perda) yang dapat dijadikan pegangan bagi para arsitek maupun pemilik bangunan, ketika membuat rancangan untuk pembangunan di ruang-ruang publik agar tak melupakan memberikan pertanda khas Kota Makassar yang merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. ‘’Sekedar usul,’’ kata pihak pengusul.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun