Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemkot dan Polantas Biang Kemacetan di Makassar

4 April 2011   10:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketidaktertiban dan kemacetan lalu-lintas tak hanya sering terjadi di jalur jalan poros dari Kota Makassar menuju Bandara internasional Sultan Hasanuddin yang terletak di Kabupaten Maros atau sebaliknya, seperti yang sudah digambarkan Primus74 dalam postingan (2 April 2011) di Kompasiana. Pemandangan anomali kendaraan di jalan raya setiap hari mewarnai hampir semua jalan, termasuk jalan-jalan penghubung di kota yang kini mengusung slogan ‘Menuju Kota Dunia’. [caption id="attachment_99709" align="aligncenter" width="680" caption="Parkir hingga ke badan jalan di Jl.A.Yani, depan Polrestabes Makassar/Ft:Mahaji Noesa"][/caption]

Sebenarnya kondisi jalanan protokol maupun jalan-jalan penghubung di Kota Makassar hampir sebagian besar terbilang memadai, beraspal kualitas hotmix dengan lebaran badan jalan rata-rata di atas 4 meter. Kecuali jalan-jalan yang ada di Kelurahan Barombong, seperti di Jl. Perjanjian Bungaya menuju gerbang perbatasan Kota Makassar dengan wilayah Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Selain telah menahun rusak berlubang tak pernah diperbaiki, lebaran badan jalan kurang dari 3 meter. Akibatnya jalan dua arah tersebut selalu mengalami kemacetan, apalagi poros ini termasuk jalur pilihan keluar-masuk truk pengangkut material bahan bangunan berupa Sirtu dari Kabupaten Gowa ke Kota Makassar.

Sedangkan kesemrawutan lalu-lintas yang menyebabkan kemacetan-kemacetan setiap hari di banyak bagian dalam wilayah Kota Makassar selama ini, sebenarnya penyebabnya sudah lama diketahui umum. Diantaranya, yang paling menonjol adalah pembiaran dari Pemerintah Kota Makassar menjadikan badan-badan jalanan sebagai lahan parkir kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. [caption id="attachment_99679" align="alignright" width="300" caption="Parkir gunakan badan jalan di Jl.Sulawesi Kota Makassar/Ft:Mahaji Noesa"]

1301913934919905556
1301913934919905556
[/caption]

Lihat saja, sejumlah ruas jalan satu arah maupun dua arah yang sudah sempit justru ditetapkan menjadi lahan parkir resmi. Seperti yang terlihat di sepanjang Jalan Sulawesi. Akibatnya, salah satu dari wilayah pusat perdagangan di Kota Makassar ini setiap hari selalu saja mengalami kemacetan. Padahal, menurut aturan perundang-undangan mengenai Jalan Raya tak ada alasan untuk menjadikan badan jalan sebagai lahan tempat perparkiran.

Tak hanya itu. Di poros-poros jalan protokol seperti Jalan Ratulangi, Jalan Jend. Sudirman, Jl. Bawakaraeng, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. AP.Pettarani, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl.Sultan Alauddin dan sejumlah jalan protokol lainnya yang tepian jalannya tidak diperkenankan memarkir semua jenis kendaraan, justru setiap hari tampak aman dijadikan sebagai tempat parkir yang ditunggui oleh petugas-petugas parkir dari Pemkot Makassar.

Pemandangan yang terlihat, tak hanya badan jalan yang khusus telah diberi garis kuning sebagai jalur sepeda dan sepeda motor yang banyak diserobot sebagai tempat parkir kendaraaan roda empat. Tapi juga, setiap hari  pun bisa dilihat sejumlah trotoar atau pedestrian di tepi jalan protokol aman dijadikan sebagai tempat parkir yang ditunggui oleh petugas parkir dari Pemkot Makassar. Petugas parkir berompi kuning memungut retribusi parkir, tersebar di ratusan jalan penghubung yang ada di Kota Makassar. Mereka tampak bebas menjadikan badan-badan jalan penghubung satu arah maupun dua arah yang sempit sebagai lahan tempat perparkiran. Dalam kondisi seperti inilah tak bisa dihindari kesemrawutan yang mengakibatkan kemacetan lalu-lintas jalan raya di Kota Makassar.

Adanya pembiaran ratusan ruas jalan dalam Kota Makassar dijadikan sebagai lahan parkir, sangat terkait dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar dari sektor Retribusi Parkir. Sekalipun, kemunculan banyak tukang parkir belakangan ini menggunakan badan jalan sebagai lahan parkir perlu ditelisik oleh pihak DPRD Kota Makassar, apakah benar pungutan parkir dari mereka nilainya signifikan masuk ke PAD. Apalagi sampai saat ini pihak PD Parkir Kota Makassar belum memberikan semacam tanda-tanda khusus wilayah tempat parkir resmi di Kota Makassar.

[caption id="attachment_99738" align="alignleft" width="300" caption="Sepanjang Jl Nusantara terpampang tanda dilarang parkir tapi nyatanya siang malam kendaraan bebas parkir di tempat ini/Ft:Mahaji Noesa"]

130192995965399432
130192995965399432
[/caption] Dari pembincangan lepas dengan sejumlah tukang parkir di Kota Makassar, ada kesan pungutan perparkiran dilakukan oleh orang-orang yang resmi tapi diragukan pola kerjanya. Misalnya, pengakuan dari seorang tukang parkir kendaraan roda dua di tepi sebuah jalan penghubung yang berimpitan dengan sebuah mall di Kota Makassar. Dia mengaku hanya menyetor sebanyak Rp 100.000 setiap minggu kepada seseorang yang disebut sebagai pegawai Pemkot Makassar. Orang tersebut memberinya lembaran karcis parkir dalam jumlah yang tak sampai habis digunakan selama seminggu. Padahal si tukang parkir yang hanya menguasai lahan sepanjang tidak lebih dari 100 meter (lantaran ada sejumlah tukang parkir lainnya yang menguasai tepi jalan di ujung timur dan barat jalanan yang sama), minimal memperoleh pendapatan Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per hari, dengan tarif Rp 1.000 sekali parkir. Bahkan di hari-hari libur atau jika ada pertunjukan di mall tersebut, pendapatan sehari -- mulai pagi hingga pukul 8 malam dapat diperoleh antara Rp 300.000 sampai Rp 350.000.

Adanya desakan sejumlah anggota legislatif Kota Makassar belakangan ini meminta agar Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar untuk menindak tegas para pemilik Ruko yang tidak menyediakan lahan parkir, dinilai banyak pihak sebagai langkah terlambat. Masalahnya, sebagian besar Ruko yang ada di Kota Makassar saat ini, termasuk yang baru dibangun tak memiliki lahan untuk parkir. Banyak Ruko dan tempat usaha yang baru dibuka justru mengandalkan badan jalan sebagai tempat parkir kendaraan pengunjungnya.

Untuk mengatasi kondisi yang sudah terlanjur seperti itu, banyak pihak menyarankan agar Pemkot Makassar melalui PD Parkir membangun tempat parkir khusus di setiap blok padat wilayah perkantoran atau perdagangan dengan cara seperti menyediakan bangunan parkir bertingkat. Tanpa melakukan cara seperti itu, sulit menghindari badan jalan dijadikan sebagai lahan parkir di Kota Makassar.

Penyebab lain kesemrawutan yang menimbulkan kemacetan-kemacetan lalu-lintas di Kota Makassar saat ini, lantaran rambu-rambu lalu-lintas yang dipasang di jalan-jalan kota banyak tak dipatuhi pemakai jalan. Di sisi lain, petugas polisi lalu-lintas (Polantas) di kota ini juga sepertinya ikut melakukan pembiaran terhadap pelanggaran rambu tersebut. Banyak tempat yang telah lama dipasangi tanda larangan berhenti, seperti di jalanan sekitar pusat perdagangan, perkantoran, sekolah dan rumah ibadah, namun selama ini juga tetap bebas dilanggar. Lokasi yang dilarang untuk berhenti justru seringkali dijadikan sebagai tempat mengangkut dan menurunkan penumpang terutama dilakukan armada angkutan kota.

Di sisi barat Jl. Nusantara yang berbatasan langsung dengan pagar pelabuhan peti kemas Soekarno – Hatta misalnya. Sepanjang jalan tersebut telah lama dipasangi tanda lalu-lintas yang mencolok ‘Dilarang Parkir,’ tapi kenyataan selama ini siang hingga malam hari aman dijadikan sebagai tempat parkir kendaraan roda empat.Hal sama terjadi di banyak tempat. Termasuk jalan-jalan yang padat seperti di depan sejumlah sekolah, pasar, dan tempat aktivitas massa justru banyak yang selama ini seolah dibiarkan sebagai tempat parkir kendaraan, mengakibatkan terjadinya kemacetan.

Di Jl. Cendrawasih -- sekitar Pasar Mattoanging, sudah bertahun-tahun jalanan sekitar tempat itu selalu macet di malam hari lantaran trotoar dan tepi jalannya bebas dijadikan sebagai tempat parkir bagi pengunjung ‘Pasar Senggol’ di Kota Makassar ini.

Jl. Rappocini Raya, lebih aneh lagi. Tanda lalu-lintas yang dipasang di ujung timur jalan ini ‘dilarang untuk dilalui untuk semua jenis kendaraan bermotor’ justru sudah bertahun-tahun dibiarkan dapat diterobos oleh kendaraan sepeda motor. Akibatnya, ya, jalan yang sempit ini pun macet setiap hari.

Mengenai belum becusnya urusan perparkiran yang menjadi sumber kesemrawutan sekaligus kemacetan lalu-lintas di Kota Makassar, seorang warga yang baru saja melakukan suatu urusan di Balai Kota Makassar menunjuk Jl. A.Yani yang terbentang di depan kantor pusat pemerintahan Kota Makassar tersebut. Di situ ada Kantor Polrestabes Makassar yang tampak sibuk setiap hari, dan badan jalan protokol (Jl A.Yani) dihadapannya selama ini toh juga bebas dijadikan sebagai tempat parkir kendaraan.

‘’Jadi, ya, siapa lagi mau atur siapa,’’ kata warga tersebut, lalu mengeleng-geleng kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun