Pembangunan Gowa Discovery Park (GDP) di Kawasan Benteng Somba Opu (BSO) – di pinggiran selatan Kota Makassar, kini tetap dilanjutkan oleh investor PT.Mirah Mega Wisata, setelah adanya kejelasan penetapan zona situs di bekas benteng Kerajaan Gowa tersebut. Banyak pihak berharap pembangunan wahana wisata berupa taman burung dan water boom yang direncanakan dibangun dalam kawasan bekas benteng peninggalan Kerajaan Gowa itu dapat dirampungkan secepatnya.
[caption id="attachment_94534" align="aligncenter" width="600" caption="Sebagian dari stand di Pasar Seni Benteng Somba Opu yang terbengkalai jadi pemukiman kumuh/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]
Masalahnya, setelah selesainya ‘ribut-ribut’ mengenai adanya pelanggaran situs dalam pembangunan GDP di Kawasan BSO antara Pemprov Sulsel dengan para arkeolog. Kini, kawasan yang mulai dicuatkan tahun 1980-an setelah tertimbun lebih 300 tahun, kembali sepi seperti tak ada perhatian, termasuk dari para pemerhati arkeolog sebagaimana keadaannya sepuluh tahun terakhir.
[caption id="attachment_94539" align="aligncenter" width="600" caption="Sebagian dari sisa puing dinding Benteng Somba Opu berlumut tak terpelihara/Ft; Mahaji Noesa "]
Puing sisa benteng yang dibombardir pihak kolonial Belanda tahun 1669di bagian barat Kawasan BSO, tampak berlumut tak terurus. Di sekelilingnya ditumbuhi belukar liar. Padahal dinding benteng yang tersisa sepanjang sekitar 300 meter itu, merupakan satu-satunya puing yang mewakili gambaran dinding BSO yang didalamnya pernah tegak istana kerajaan dijadikan pusat pemerintahan Raja Gowa Sultan Hasanuddin yang dijuluki sebagai ‘Ayam Jantan dari Timur.
[caption id="attachment_94535" align="alignright" width="300" caption="Stand Pasar Seni rusak ditumbuhibelukar/Ft: Mahaji Noesa"]
Demikian juga dengan kondisi rumah-rumah adat Kabupaten Gowa, Selayar, Makassar, Rumah adat Mamuju dan Majene yang dibangun di lokasi sekitar dinding benteng bagian barat, tampak kumuh kurang pemeliharaan. Jalan-jalan setapak yang terbuat dari pavingblok menghubungkan Museum Karaeng Patingaloang (selalu sepi pengunjung) dengan dinding barat BSO sudah banyak yang rusak berlubang. Belukar pun tumbuh liar di sekelilingnya.
Sedangkan wilayah rumah adat Luwu, Bulukumba, Sidrap, Toraja, Soppeng, penataan dan pemeliharaan lingkungannya juga sudah tak terjaga. Rumah-rumah adat ini justru ada yang dijadikan sebagai warung-warung. Membuat jorok lokasi ini sebagai tempat rekreasi, apalagi jika dijadikan sebagai obyek wisata. Rumah adat Luwu bahkan kini tampak terancam rusak. Demikian juga rumah adat ‘Bola Soba’ Soppeng yang terbuat dari kulit bambo.
Lokasi bekas Pasar Seni dan rumah-rumah adat Sulsel yang ada di ujung timur Kawasan BSO, kondisinya kini lebih parah lagi. Sejumlah bangunan, terutama rumah-rumah stand pameran dari dinas, lembaga, jawatan dan instansi di Provinsi Sulsel yang dulunya dibangun dengan dana hingga miliaran rupiah kini terancam hancur. Sebagian besar gedung-gedung ini sekarang dijadikan tempat tinggal warga yang tidak jelas asal-usulnya. Gedung-gedung dijadikan sebagai rumah tinggal keluarga yang terlihat kasat mata diperlakukan seenak perut, ditambal kiri-kanan membuat lokasi ini berpemandangan perkampungan kumuh.
[caption id="attachment_94536" align="alignright" width="300" caption="Rumah adat Soppeng 'Bola Soba' semua dinding terbuat dari kulit bambu/Ft:mahaji Noesa"]
Sebuah Pasar Hewan yang dibangun dengan biaya ratusan juta di lokasi ini pun brantakan tak pernah berfungsi. Untungnya sejumlah rumah adat, seperti rumah adat Kabupaten Takalar, Selayar, Wajo, Jeneponto, Enrekang, Bone, Bantaeng, Parepare dan Maros di timur Kawasan BSO ini kelihatan masih ada penghuni yang menunggui. Namun melihat kondisi belukar yang tumbuh liar di lingkungan sekitarnya tak bisa dibantah jika lokasi ini pun sesungguhnya sudah tak teurus. Apalagi jika melihat stan-stan bangunan Pasar Seni yang brantakan dan lingkungannya sudah menghutan dengan tumbuhan semak belukar.
Tak diketahui siapa sesungguhnya yang bertanggungjawab mengelola aset-aset Pemprov Sulsel yang bernilai hingga ratusan miliar di Kawasan BSO seluas sekitar 80 hektar tersebut. Banyak pihak yang ke lokasi ini, sangat menyayangkan kawasan yang ketika mulai dibangun tahun 1980-an digembar-gemborkan sebagai salah satu obyek wisata sejarah, seni dan budaya andalan di Sulsel, tapi puluhan tahun kemudian seperti tak dipedulikan lagi.
Kawasan BSO ini hanya tampak hidup dengan berbagai kegiatan seni dan budaya saat Prof.Dr.H.A.Amiruddin Pabittei masih menjabat sebagai Gubernur Provinsi Sulsel. Banyak yang berharap, perhatian masyarakat akan kembali mengarah ke Kawasan BSO dengan selesainya pembangunan wahana wisata GDP yang mengambil lokasi sekitar 17 hektar di tengah Kawasan BSO.
[caption id="attachment_94537" align="alignleft" width="472" caption="Inilah Pasar Hewan yang terbengkalai tak pernah berfungsi di Kawasan Benteng Somba Opu/Ft: Mahaji Noesa"]
Sampai siang tadi (Jumat, 11 Maret 2011) tampak para pekerja GDP masih sibuk membongkar sisa pondasi beton yang telah dibangun bersisian dengan bekas puing dinding BSO di arah timur. Pondasi dibongkar dan digeser ke lokasi yang ditetapkan sudah tidak berada dalam zona situs utama BSO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H