Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pejuang Perintis ‘Angkatan Laut’ yang Mulai Terlupakan

3 Maret 2011   11:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:06 1763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diresmikan bertepatan dengan Hari Peringatan Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei 2002. Namun demikian, monumen yang ada di pojok sebuah lapangan di Galesong Baru, ibukota Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar tersebut, hingga hari ini belum banyak yang mengetahui jika sosok patung yang ditegakkan di situ adalah salah seorang putra asal Galesong, salah seorang perintis berdirinya Angkatan Laut Republik Indonesia. A.HAMZAH TUPPU Dia adalah Kolonel Laut (Purn) A.Hamzah Tuppu, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan keluarga Sayyid Dg Ngempo (ayah) dan I Tallasa Dg Rannu (ibu). Dilahirkan 20 Agustus 1920 di Borongcalla, Desa Bontosunggu, Galesong (sekarang masuk wilayah administratif Kecamatan Galesong Selatan), Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut pengakuan Pemangku Hadat Karaeng Galesong XVII (terakhir) yang juga adalah keturunan generasi ketujuh dari Syekh Yusuf Tajul Khalwatia Kaddasallahu Sirruhu, A.Hamzah Tuppu adalah bagian dari keluarganya. Justru di masa kecil tinggal dan dibina oleh Karaeng Galesong XVI, H. Larigau Dg Manginruru. Nama panggilan kesehariannya adalah Cakkua, menggunakan nama salah satu badik milik Syekh Yusuf. ''Badik Cakkua itu masih saya simpan sampai sekarang,'' aku Haerumy Hamzah Tuppu, anak tertua A.Hamzah Tuppu, beberapa waktu lalu di Makassar. Dalam buku Sejarah TNI Angkatan Laut (Periode Perang Kemerdekaan 1945 - 1950) terbitan Dinas Sejarah TNI AL tahun 2003, jelas disebut-sebut bagaimana peran A.Hamzah Tuppu bersama sejumlah pemuda Daisangka - pemuda yang pernah mendapat latihan kemiliteran dari Kaigun - Pemerintahan Militer (Angkatan Laut) Jepang, melakukan pergerakan sejak Juni 1945 di Surabaya, Jawa Timur, untuk membentuk semacam pasukan keamanan bersifat kelautan. Orang-orang Indonesia yang pernah bekerja di Angkatan Laut Jepang maupun sebagai pegawai pelayaran, direkrut masuk menjadi anggota pasukan pengawal keamanan tersebut di Surabaya. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, ternyata model pembetukan pasukan yang dilakukan A.Hamzah Tuppu dkk di Surabaya, menginspirasi dibentuknya pasukan penjaga keamanan dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR), sebagaimana diperintahkan langsung oleh Presiden Soekarno dalam pidato radionya pada 23 Agustus 1945. Pembentukan BKR Laut -- selain BKR Darat, dilakukan pada tanggal 10 September 1945 di Jakarta. Kegiatan itu pun lalu diikuti dengan pembentukan BKR Laut di Surabaya yang dipelopori oleh A.Hamzah Tuppu dkk. Awalnya, BKR - bagian darat dan laut, yang kemudian dibentuk di sejumlah daerah di Indonesia merupakan kekuatan sipil tak bersenjata. Namun kemudian anggota BKR mempersenjatai diri setelah terlibat pertempuran langsung menghalau kedatangan tentara Sekutu yang mulai mendarat di Indonesia, 8 September 1945. Setelah melihat pentingnya kehadiran pasukan keamanan seperti BKR, Pemerintah Indonesia dengan Maklumat No.2/x tanggal 5 Oktober 1945 menyatakan secara resmi membentuk kekuatan bersenjata yang diberi nama Tentara Keamanan Nasional (TKR) bagian darat dan laut. Dari BKR/TKR inilah kemudian berkembang menjadi kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Darat, Laut, dan Udara. Sebagaimana anak-anak dari keturunan bangsawan, pada masa-masa sebelum kemerdekaan, A.Hamzah Tuppu mendapat kesempatan belajar di Kota Makassar. Bahkan pada tahun 1938 ia pernah bekerja sebagai Mantri di Kantor Pertanahan (Landrente) dalam masa pendudukan Belanda di Kota Makassar. Tahun I941, A.Hamzah Tuppu bersama rekan-rekannya seperti Wahab Tarru, Andi Kanna, Karaeng Takalar Martua Bangsawang Dg Liwang mulai terlibat dalam pergerakan politik menentang pemerintahan kolonialis. Ia sampai ditangkap Belanda, dipenjarakan di Sengkang (Sekarang ibukota Kabupaten Wajo). Kemudian dipindahkan ke penjara Kamp Garut (Jawa Barat), dan baru dibebaskan tahun 1942. Keluar dari penjara, dengan dukungan dari Adam Malik (mantan Wakil Presiden RI/alm), Chaerul Saleh dan Sukarni, Hamzah Tuppu kembali menggalang kekuatan pemuda-pemuda asal Sulawesi untuk terlibat dalam pergerakan membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia aktif dalam Djawa Hokokay dan PETA jurusan Angkatan Laut. Dengan pangkat sebagai Kolonel Pelaut (1945-1947), aktif dalam pembentukan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pertama di Surabaya. Dia juga memimpin KRU Barigade D-81 tahun 1947. Dari perkawinan A.Hamzah Tuppu dengan Ny.Erma Doomik tahun 1945 di Jogya, dikaruniai 4 orang anak. Mantan Pemimpin Redaksi Majalah 'Maega' tahun 50-an di Surabaya ini meninggal dunia 30 Juni 1986 dan dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta. ''Dia itu seorang pemberani. Pandai dan cerdas mengatur organisasi dan menyusun strategi. Karena itu dia mendapat kepercayaan mengatur dan menempatkan orang-orang yang akan menjadi komandan di sejumlah pertahanan laut pada masa revolusi di Jawa Timur. Dia sangat dikenal, mampu menggalang kekuatan orang-orang Sulsel dengan orang-orang di Pulau Jawa untuk membangun suatu kekuatan pertahanan laut, terutama saat tentara Sekutu yang diboncengi NICA masuk ke Indonesia ketika Jepang dinyatakan kalah'' Begitu petikan ucapan mantan Pangdam I Kodam Sulselra, Mayjen TNI Purn. Andi Mattalatta (Alm) ketika berkomentar saat akan diresmikannya Monumen Perjuangan A.Hamzah Tuppu tahun 2002 di Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

Monumen Perjuangan A.Hamzah Tuppu di Galesong Selatan, Kabupaten Takalar Semasa hidupnya, Pemerintah RI pernah memberikan Tanda Jasa dan Penghargaan kepada A.Hamzah Tuppu, berupa Satya Lencana Gerakan Operasi Militer I (dari Menteri Pertahanan Ri, Djuanda, 29 Januari 1958), Bintang Gerilya (dari Presiden RI Soekarno, 10 Nopember 1959), Satya Lencana Sapta Marga (dari Menteri Pertahanan RI, Djuanda, 29 Jaunari 1959), Satya Lencana Peristiwa Perang Kemerdekaan I dan II (dari Menteri pertahanan, Djuanda, 5 Oktober 1959), Piagam Veteran Golongan A (1964). Dan, secara khusus diberi Piagam Penghargaan sebagai tokoh berjasa dari Pemerintah Kabupaten Takalar, 10 Pebruari 2000. Di saat sejumlah daerah di Sulsel saat ini sedang melirik kembali perjuangan para pejuang yang berjasa di daerahnya terutama pada masa prakemerdekaan, banyak pihak justru berharap Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dapat mengusulkan A.Hamzah Tuppu kepada Pemerintah Pusat sebagai 'Pahlawan Bahari Nasional' dari Sulawesi Selatan. Apalagi A.Hamzah Tuppu memang berasal dari Galesong, Takalar, tempat asal para prajurit dan pelaut tangguh yang banyak berperan memperkuat armada laut pada masa-masa keemasan Kerajaan Gowa sebagai 'Kerajaan Maritim' tersohor di Indonesia (abad XV-XVII), setelah Kerajaan Sriwijaya (abad VII) di Sumatera, dan Kerajaan Majapahit (abad XIV) di Jawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun