Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Danke Enrekang, Pengental Cairan ‘Mr. P’

28 Januari 2011   11:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:06 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu dari 6 kabupaten yang tak memiliki laut di Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah yang topografi wilayahnya sekitar 60 persen berkemiringan di atas 40 derajat ini, dalam cerita rakyat setempat pada masa lampau justru merupakan wilayah yang dikelilingi lautan.

Fosil kerang laut yang banyak tersebar di wilayah pegunungan Kabupaten Enrekang sampai saat ini, ditunjuk sebagai bukti daerah ini dahulu berbatasan langsung dengan laut. Juga dilihat dari segi perbendaharaan bahasa daerah Enrekang, terdapat banyak kesamaan kata dengan Bahasa Tagalog, bangsa pelaut dari Filipina.

[caption id="attachment_87493" align="alignright" width="137" caption="Buttu Kabobong di Kabupaten Enrekang/Ft:hikmah-makassar.blogspot.com"][/caption]

Kata Dondeng dalam Bahasa Enrekang misalnya, untuk penyebutan ayam, disebut-sebut kesamaannya hanya ada dalam bahasa Tagalog. Bahasa Enrekang, memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan bahasa etnik Bugis, Makassar, maupun Toraja yang ada di Provinsi Sulsel.

Kabupaten Enrekang yang merupakan daerah lintas wisata menuju salah satu daerah Tujuan Wisata Indonesia di Tana Toraja dan Toraja Utara, kaya dengan pemandangan alam yang indah. Memiliki barisan pegunungan Lantimojong yang unik menyerupai bukit-bukit zeirra di Benua Amerika.

Pucuk bukit dan gunung di Kabupaten Enrekang yang hampir semuanya mengarah ke utara, dijadikan bukti penguat cerita rakyat setempat mengenai 'Tangga Langit'. Gunung Bambapuang yang terdapat di Kotu, Kecamatan Anggeraja dahulu disebut-sebut merupakan tangga para dewata. Tinggi puncaknya hingga mencapai langit. Tangga Langit ini kemudian patah lantaran terjadinya 'cinta sedarah' di wilayah tersebut. Tangga langit yang patah itulah disebut menjadi bukit-bukit memanjang dengan puncak kemiringan searah.

Di wilayah Kabupaten Enrekang, antara Kota Enrekang, ibukota Kabupaten Enrekang dengan Kota Makale, ibukota Kabupaten Tana Toraja (Tator), terdapat sebuah bukit yang bernama Buttu Kabobong (Bhs.Enrekang). Sebagaimana namanya yang berarti 'Bukit V' -- Buttu Kabobong bentuknya sungguh menyerupai 'Vagina' yang tak malu-malu memperlihatkan klentik yang ukurannya hingga berjuta kali lebih besar dari bentuk sesungguhnya.

Bukit yang juga banyak dijuluki kalangan muda dengan nama 'Bukit Sex' seperti menjadi tempat persinggahan 'wajib' dari para pelancong menuju Daerah Tujuan Wisata Tana Toraja. Selain untuk melakukan pemotretan dengan latar 'Bukit Sex' tersebut, di sekitar lokasi memandang view alam pegunungan yang cantik ini terdapat banyak rumah makan serta lapak-lapak yang menjual makanan kuliner khas Kabupaten Enrekang. Demikian pula dengan berbagai buah-buahan yang dihasilkan Kabupaten Enrekang. Hasil buah salak Enrekang yang sudah cukup dikenal manisnya di Provinsi Sulsel, bisa dinikmati sambil memandang bentuk bukit yang tergolong porno tersebut.

Ada sebuah resting house - tempat peristrahatan yang dibangun Pemkab Enrekang di lereng, menghadap Buttu Kabobong. Sayang, rest dengan udara sejuk dan dikelilingi panorama alam indah ini belum ditata dengan fasilitas serta kelengkapan entertaint kekinian sehingga masih lebih banyak dilewati begitu saja oleh para pelancong menuju Tata Toraja.

Pisang Tanduk, merupakan salah satu dari beragam jenis buah pisang khas yang dihasilkan dari alam pegunungan Kabupaten Enrekang. Pisang yang sesisirnya paling banyak dua sampai 2 buah pisang tersebut, panjang buah pisangnya ada yang mencapai 60 cm. Tanaman pisang ini termasuk spesies yang terancam punah, lantaran hingga sekarang belum terlihat ada upaya budidaya, masih ditanam secara alami di kebun-kebun rakyat. Sebuah pohon Pisang Tanduk hanya dapat melahirkan satu tunas baru. Selain buah pisang berwana hijau dan kuning, ada juga pisang warna merah dan ungu yang dihasilkan dari kebun-kebun rakyat di Enrekang.

Kuliner yang disebut dengan nama Baje Kotu, Nasu Cemba dan Dangke, benar-benar khas sampai saat ini hanya diproduk warga di Kabupaten Enrekang. Baje Kotu adalah beras ketan yang dimasak dengan gula aren campur kelapa, kemudian dibungkus daun jagung sebesar ukuran batterai besar. Sudah puluhan tahun Baje Kotu ini menjadi oleole khas dari perjalanan wisata Kabupaten Tana Toraja.

Sedangkan Nasu Cemba, yaitu sejenis coto. Terbuat dari daging kerbau yang dimasak dengan bumbu khas termasuk daun asam. Jangan terkejut jika suatu waktu Anda ke Enrekang lantas disuguhi Nasu Cemba (Masakan Asam), menemukan potongan daging kerbau yang diikat dengan balutan daun asam. Enak! Cocok dengan hampir semua lidah orang Indonesia. Terbukti, di warung dan rumah makan-rumah makan umum di Kota Makassar sudah banyak yang menyediakan menu khas Nasu Cemba tersebut. Dari Enrekang ini pula asal Camme Tuttu, sayuran yang terbuat dari daun ubi yang ditumbuk dicampur dengan parutan kelapa bersantan.

Sedangkan Dangke, yaitu kuliner yang terbuat dari susu kerbau atau sapi kemudian dikentalkan dengan tumbukan tangkai daun papaya. Dangke sejak lama menjadi makanan istimewa dari warga di wilayah Enrekang yang popular disebut sebagai wilayah Massenrengpulu. Sekalipun harga Dangke per paket sampai ini mencapai Rp 14.000, namun produk Dangke masyarakat di Enrekang sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan lokal sendiri.

Dalam kaitan itu, belum lama ini Pemkab Enrekang mendatangkan tenaga ahli sapi perah, Dr. Agr Albrecht Mennerich, Senior Experten Service (SES) asal Jerman dalam rangka meningkatkan produksi susu sapi yang telah mencapai populasi sekitar 30.000 ekor di Kabupaten Enrekang saat ini.

Menurut Albrecht, dengan perlakuan pemeliharaan sapi yang baik, produksi susu sapi di Enrekang yang baru mencapai 10 liter dari setiap ekor per hari dapat ditingkatkan menjadi 20 hingga 25 liter per hari dari setiap ekor sapi. Saat ini produksi susu perah di Kabupaten Enrekang baru mencapai sekitar 3.500 liter setiap harinya.

Kuliner Dangke diminati terutama oleh orang dewasa laki-laki dan perempuan di Enrekang. Dari sejumlah pengakuan yang serius diungkapkan, makanan Dangke menunjang kegairahan seksual. Banyak pria di Enrekang mengakui dengan mengonsumsi Dangke, selain menguatkan, setelah makan spontan berefek mengentalkan cairan Mr.P.

Dank u - Terima kasih! Konon penamaan kuliner Dangke berasal dari ucapan rasa terima kasih orang Belanda tempo dulu setelah memakan olahan susu sapi itu di Enrekang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun