Harapannya, ketika sudah rutin ke masjid tanpa bolong, baru saya memberanikan diri untuk meng-iya-kan ajakan kawan untuk mendaki.
Alhasil, harapan selalu tidak seimbang dengan tekad. Sholat 5 waktu, khususnya sholat subuh, saya sering sekali kesiangan, Sholat subuh menjadi bolong terus untuk dikerjakan.
Saya terus mengulur waktu, memantapkan tekad dan niat, berusaha konsisten 5 waktu dalam sehari untuk melaksanakan ibadah ke masjid. Tapi lagi-lagi itu terus gagal. Sial!
Tidak terasa sampai akhir masa kuliah, saya tidak pernah mampu untuk mendaki gunung. Karena saya masih merasa malu pada diri saya sendiri.
Masjid 100 meter tak mampu saya tapaki. Mendaki gunung yang tinggipun terkurung niatnya sebatas hanya di dalam hati. Sampai saya meninggalkan Jogja. Tulisan di baleho tersebut masih menghantui saya. Hingga hari ini. Semua ini gara-gara baleho. Sangat menyedihkan sekali.
Tabik!