Mohon tunggu...
Mohamad AB
Mohamad AB Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan

Menulis untuk bertutur kata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Sakralnya "Mengantarkan Anak Pertama Ke Sekolah"

21 Juli 2016   21:06 Diperbarui: 22 Juli 2016   10:16 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan  mengantarkan  anak pertama ke sekolah bukan sekedar kegiatan biasa namun  extra ordinary  karena  bisa  dianggap sakral,dibalik ini  ada suatu tujuan yang hakiki  berupa jalinan kerja sama harmonis antara guru dan orang tua sebagai wali murid karena soliditas kerjasama ini akan menjamin kesuksesan penyelenggaraan  pendidikan di sekolah  kelak.Sehingga hubungan interaksi antara guru di sekolah dan orang tua murid  dengan bukti jalinan Komunikas aktif, serta Koordinasi  merupakan hakekat dari kegiatan mengantar  anak di hari pertama sekolah.

Pada hakekatnya proses  pendidikan anak  sesungguhnya  merupakan  kolaborasi antara guru dan orang tua siswa di rumah. Namun demikian proses kolaborasi  hanya akan terjadi jika ada komunikasi antara guru dan orang tua siswa menurut,mendikbud  hari pertama masuk sekolah merupakan sarana untuk  terjadinya berkomunikasi antara guru dan orangtua siswa. Dengan  datangnya  orangtua ke sekolah  berarti akan memiliki  kesempatan untuk  mengemukakan hal hal khusus  yang dibutuhkan oleh anak  dari se orang gurunya. Sehingga ada komunikasi  aktif.

Sementara dari sekolah juga akan dimanfaatkan  karena  bagaimanapun  guru juga berkesempatan  untuk menguraikan tentang program dan rencana yang akan dilakukan oleh sekolah.begitu pentingnya komunikasi ini mendikbud berharap sebaiknya  orangtua dan guru bisa saling bertukar nomor hp untuk berkomunikasi dan bekerjasama.Inilah makna  urgensinya kunjungan orang tua ke sekolah dalam rangka mengantarkan anaknya pertama ke sekolah,dengan langkah ini sebagai stimulan orang tua mengenal dunia sekolah .

Tak kenal maka tak sayang,bagaimana akan bisa tahu kenakalan anaknya di sekolah kalau selama ini orang tuanya tidak pernah datang ke sekolahnya,tidak pernah kenal gurunya, tidak kenal lingkungan sekolahnya,kawan kawannya yang dia tahu jika dirumah selalu pendiam. Maka gerakan mengantarkan anak pertama ke sekolah setidaknya menjadi stimulan pembuka untuk mengawali terjadinya kerjasama tripatrid  orang tua ,guru,sekolah tercipta. Dengan demikian akan menjamin harmonisasi komunikasi dan kerjasama yang melahirkan proses pendidikan yang sehat,ideal seperti yang dicita citakan.

 Suatu kejanggalan  yang sering  terjadi ,banyak  kasus  kenakalan siswa  sekolah  yang dilaporkan oleh pihak sekolah kepada orang tua murid  dirasakan sebagai informasi yang mengagetkan. Sungguh ironis,sering kenalakalan siswa terjadi di sekolah dilakukan oleh anak anak yang dianggap manis jika dalam lingkungan rumah.Sementara orang tua tidak pernah memonitor  aktivitas si anak ketika di sekolah.Maka kontra diksi yang sering dilakukan oleh anak yang tidak terpantau oleh orang tuannya inilah yang dianggap oleh anak sebagai kebebasan tanpa batas.

Maka  tidak heran jika kita sering mendengar,kontra diksi yang terjadi jika menurut catatan sekolah seorang siswa  telah mendapat predikat buruk misalnya membolos,merokok  tidak masuk ke sekolah tapi justru  pergi ke warnet dll. seperti yang dilaporkan pihak sekolah.Namun pada saat dilakukan pengecekan ke rumah siswa melalui program home visit,seorang orang tua wali murid akan merasa terkejut  tidak percaya jika anaknya berbuat demikian karena diakui setiap hari,ijin berangkat ke sekolah dan di rumah juga   terkesan penurut namun sebetulnya ia membolos,ini suatu kenyataan yang pahit.

Kisah yang bisa memperkuat betapa pentingnya komunikasi antara orang tua dan guru di sekolah kisah ini memang luput dalam liputan media karena begitu rapinya ditutup rapat. Intinya  suatu ketika  ada seorang wali murid telepon menghubungi guru wali kelas di sekolahnya  yang menanyakan  apakah di sekolahnya  sedang ada kegiatan  persami sehingga anaknya sampai dua hari akan menginap di sekolah. Mendengar informasi ini sang wali kelas langsung memberikan klarifikasi kalau disekolah tidak ada kegiatan persami seperti yang dikatakan anaknya. Bahkan sang wali kelas telah menganggap siswa yang tidak masuk tersebut adalah membolos karena  tidak ada informasi apapun dari orang tuanya.

Setelah mendengar kepastian ini maka orang tua wali muriid langsung melapor ke polisi setempat  yang menyatakan bahwa anaknya dinyatakan hilang. Betapa susahnya orang tua murid ketika harus mencari kemana keberadaan si anak yang mengilang dua hari lamanya ini.Untungnya hari ketiga  sejak kepergiannya  ia kembali ke rumah ,betapa gembiranya  orang tua setelah menemukan kembali anaknya yang telah menghilang itu namun ia menjadi  percaya bahwa  betapa pentingnya koordinasi yang baik dengan pihak sekolah,dengan berkonfirmasi aktif  kepada sekolah sehingga akan mudak melakukan pengawasan  kepada anak.Seandainya orang tua itu telah melakukan konfirmasi sebelum melepas kepergian anaknya tentu tidak akan mengijinkan anaknya pergi menginap .Bobolnya tembok pengawasan orang tua kepada anak ini sering dianggap peluang kebebasan oleh seorang anak. Justru  kenakalan yang tidak termonitor orang tuanya inilah yang paling ber bahaya.

Banyak orang tua  salah persepsi bahwa  keberangkatan anak ke sekolah berarti pindahnya tanggung jawab pengawasan orang tua yang berpindah ke guru. Sehingga dianggap pihak sekolah mampu menanggulangi setiap kenakalan di sekolah.Bahkan sering bersikap masa bodoh dengan masa depan pendidikan anaknya di sekolah karena begitu percayanya kepada pihak sekolah tanpa ikut andil mengawasi anaknya.Sementara seorang anak sering menyalahgunakan kepercayaannya ini untuk berbuat kesalahan namun tidak termonitor orang tuanya.

Ada hal yang sering dilupakan bahwa pendidikan disekolah,hakikatnya lebih bersifat pencerdasan,namun pembentukan watak  seorang anak didik yang paling dominan sebenarnya justru  dicetak oleh  pendidikan  rumah  dan lingkungan sekitar sebagai habitat dasarnya. Sehingga jika kita menginginkan  tercapainya  kondisi yang sehat,maka selayaknya kerjasama ini harus diciptakan diawali dengan anjangsana berupa mengantrakan pertama siswa  pertama ke sekolah.

Semoga  langkah komunikasi tidak terkenadala  oleh  alasan  klasik berupa kesibukan  kerja  dll. Karena  tidak akan bisa ditolelir lagi jika sekedar  komunikasi SMS lewat HP tidak bisa dilakukan,karena  yang penting ada komunikasi,koordinasi dan jika memungkinkan untuk masa depan  seorang wali murid bisa memonitor  aktifitas anaknya dengan hanya melihat tayangan video dari camera cctv yang dipasang sekolah.Ataupun  video call  yang bisa dilakukan selama ini,atau paling murah jika memanfaatkan skype  untuk  berkomunikasi dengan monitor bergambar. Sehingga  hari gini  berkat teknologi komunikasi tidak  lagi menjadi hal yang sulit untuk dilakukan.    

Jika menurut catatan sekolah hampir setiap tahun seorang siswa di SMP akan menerima kunjungan satu kali oleh pihak sekolah ke rumah siswa untuk bertemu langsung dalam rangka menjalin komunikasi antara sekolah dan orang tua.Kunjungan ini sering dimanfaatkan sekolah  untuk mengerti lebih dekat  kondisi lingkungan siswa di rumah kegiatan  home visit ini sudah berjalan,maka sangat tidak bijak jika pihak orang tua siswa tidak bersedia mengawali  komunikasi dengan  mendatangi sekolah  disaat  mengantar anaknya pertama ke sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun