Mohon tunggu...
Mohamad AB
Mohamad AB Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan

Menulis untuk bertutur kata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena “An Elephant Story“

17 Mei 2016   16:07 Diperbarui: 17 Mei 2016   19:48 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harimau mati meninggalkan belang,gajah mati  meninggalkan gading. Namun,  kalau kematiannya di kebun binatang  tentu  akan  bermakna lain, bukan saja meninggalkan gading, tapi meninggalkan perkara  misteri  yang mengundang tanya.

Gajah itu fenomenal, di Thailand, gajah berperanan  strategis bagi  kehidupan  ekonomi penduduknya. Segi posisif lain dalam  dunia bisnis nama gajah “Elephant “ telah berperan  mengidentikkan suatu produk  yang kokoh, kuat, perkasa, dan awet. Menciptakan citra positif di hati konsumen, berjasa mendongkrak produk manufaktur  menjadi  lebih unggul di pasaran.

Namun di  Lampung, akibat penataan  ekosistem yang  kurang  mendukung  berakibat habitatnya terganggu, gerombolan gajah pun berulah, menjadi malapetaka, karena  sering mengamuk, merusak tanaman menjadi musuh petani.

Namanya  juga  gajah, bagaimanapun adalah binatang yang tak berakal, meskipun  nalurinya bisa dilatih sehingga mampu menguntungkan manusia. Sifat kebinatangannya tetap saja bisa muncul sewaktu-waktu. Buktinya  belakangan ini  seekor gajah yang biasannya  disayang-sayang oleh wanita cantik yang juga dokter hewan pribadinya, suatu ketika  berubah  durjana: mengamuk brutal memperdaya dokter pribadinya, mencederai hingga  tewas.

Kisah  gajah durjana  yang terjadi di Wonogiri lalu, menjadi duka  mendalam keluarga  Esthi Octavia Wara Hapsari (25). Seorang dokter hewan yang bertugas di Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Wonogiri, Jawa Tengah. Ia meninggal akibat terinjak seekor gajah jantan di kawasan wisata Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri Jawa  Tengah. (okezone11/5/2016).

Peristiwa tragis ini  terjadi saat  gajah jantan yang dipotret oleh  Via dokter hewan yang biasa merawatnya,terkejut dan mengamuk seketika, lalu menyeruduk si korban sampai Arif  sang pawang yang membimbingnya. Saat itu ia sedang menunggangi gajah itu pun jatuh terpelanting. Lalu dokter cantik itu  diseruduk gajah  hingga terpental sejauh tiga meter dari lokasi  kejadian. Karena kalang kabut, korban berteriak minta tolong, namun kondisi tak terkendali. Ketika hendak ditolong oleh dua orang pedagang, gajah  yang  lupa daratan ini kembali mendekati korban. Karena suasana makin gawat, sang pawang  kembali berteriak menyuruh  korban untuk segera lari meninggalkan TKP .

Rupanya nasib belum beruntung, dokter Via. Ia  malah terpeleset saat  hendak meninggalkan TKP untuk menyelamatkan diri. Akhirnya  dokter cantik yang biasa merawat kesehatan si gajah ini saat itu akhirnya  menjadi bulan-bulanan “gajah durhaka” yang biasa dirawatnya dengan kasih sayang. Namun disayangkan nyawanya tidak tertolong saat korban dilarikan ke rumah sakit,setelah gajah yang mengamuk itu dapat ditenangkan,dan dikembalikan ke kandang oleh  para pawangnya.

Beda  Wonogiri, beda pula  nasib gajah yang di Bandung. Di sini  gajah  yang berusia  40 tahun  justru mati akibat terlantar  karena  menderita sakit yang  tidak terobati. Alasannya pihak Bonbin swasta ini tidak memiliki dana cukup untuk membiayai  pengadaan dokter  hewan. Sehingga dibiarkan sakit sampai sekarat  selama satu minggu lamanya. Nasib nahas  Yani, si gajah Sumatera itu, sampai tidak tertolong nyawanya. Sangat mengharukan perhatian netizen.

Kematian Yani akhirnya meninggalkan pertanyaan besar apa gerangan yang terjadi? para pecinta hewan  ikut berduka, kareana sekor gajah di Kebun Binatang Bandung dibiarkan sekarat selama satu minggu lamanya sampai akhirnya mati (Okezone 11/5). Nama gajah yang berusia 40 tahun ini sering dipanggil Yani. Hampir satu minggu, gajah Sumatera itu tergolek di dalam kandangnya yang  hanya dialasi jerami dan  ditutupi terpal seadanya,hanya untuk menghalangi pandangan  pengunjung.Nasib sial,yang di alami Yani karena, tidak mendapat perawatan bahkan pengobatan apapun.

Yani dibiarkan sakit, hingga sekarat dengan hanya ditemani oleh seorang pawang. Kondisinya memilukan, badannya kurus, matanya berkerak dan mengeluarkan air. Di malam hari, menurut pawangnya, Yani selalu mengerang kesakitan. Yani  yang terlantar sakit ini tetap dibiarkan karena sejak satu tahun lalu kebun binatang ini tidak memiliki tenaga dokter hewan.

Pemilik kebon Binatang ini mesti harus bertanggung jawab, karena  menyalahi aturan, Permen Menteri Kehutanan No.31 tahun 2012  yang menyatakan bahwa syarat dari kebun binatang  harus memiliki klinik, paramedis, persediaan obat, dokter hewan. Kondisi ini tidak dimiliki kebon binatang  tempat si Gajah Yani berada.Kematiannya menjadi bukti  dari pemeliharaan yang tidak standar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun