Mohon tunggu...
Magel Haens Sianipar
Magel Haens Sianipar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mahasiswa

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekayaan dan Kemiskinan: Analisis Jurnal (Critical Journal Report) David L. Baker

23 April 2024   16:00 Diperbarui: 8 Juni 2024   12:35 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku ini membahas beragam peraturan hukum bangsa Israel dalam Perjanjian Lama dan membandingkannya dengan beragam hukum di sekitar wilayah Timur Tengah kuno, seperti Sumeria, Babel, Het danAsyur. Buku ini tampak memiliki beberapa perspektif teologis yang mendasarinya. Pertama, terdapat gagasan kontinuitas dalam melihat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pemahaman kontinuitas, dan bukan diskontinuitas, antara umat Israel dan kekristenan, menjadi pokok yang penting untuk melihat relasi antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru dan teologi yang ada di dalam kedua kitab tersebut.

Kedua, terkait kepemilikan harta-benda, posisi teologis penulis adalah tidak mendukung kehidupan pertapaan atau asketisme apalagi yang menghilangkan hak kepemilikan, sebagaimana yang diterapkan oleh sebagian kelompok tertentu baik dalam agama Yahudi maupun Kristen, meskipun ia juga tidak mendukung materialisme atau kapitalisme. Ketiga, penulis menegaskan bahwa dalam Perjanjian Lama, berbeda dengan hukum dari peradaban sekitar bangsa Israel kuno, kehidupan manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepemilikan.

Keempat, penulis menunjukkan di sana-sini kemiripan Taurat dalam Perjanjian Lama dengan hukum-hukum dari masyarakat sekitar di Timur Tengah kuno. Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa Taurat dalam Perjanjian Lama bukan merupakan sebuah produk sekali jadi, melainkan suatu rangkaian panjang proses saling memengaruhi antara peradaban sekitar dengan peradaban bangsa Israel yang menghasilkan Taurat Yahudi. Taurat bukan dilempar dari surga oleh Allah kepada bangsa Israel, melainkan hasil permenungan teologis-kultural yang panjang antara relasi dua-arah bangsa Israel dan Allah dengan bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain di sekitarnya.

Terakhir, yang justru perlu ditekankan secara khusus adalah bahwa sekalipun aturan-aturan Taurat ini muncul pada zaman kuno yang sangat primitif, tiga sampai hampir empat milenia yang lalu, di mana perempuan lebih rendah daripada lelaki, ada perbudakan, dan tentunya perdagangan manusia, budak tetap diperlakukan sebagai manusia dan tetap ada perlindungan hukum bagi orang-orang yang lemah dan tertindas, bagi budak maupun orang asing, janda-janda maupun anakanak yatim serta perlawanan negara atau hukum atas tindakan kejahatan, kesewenang-wenangan, dan ketidakadilan.  Keberpihakan kepada kemanusiaan serta perlindungan bagi kaum yang lemah sudah sejak dahulu kala, empat milenia yang lalu, di mana ini menjadi perhatian dalam Taurat Perjanjian Lama. Ini dapat dipahami dengan demikian sebagai bagian dari kehendak Allah bagi umat manusia yang harus diejawantahkan di segala zaman berdasarkan konteks masing-masing zaman. Gereja karenanya harus turut memperjuangkan hal-hal tersebut. Gereja harus selalu membaharui diri dan dibaharui. Agar pelayanan gereja sebagai alat yang Tuhan pakai menyampaikan kasih karunianya bisa berjalan dengan baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun