Mohon tunggu...
MAGDHALENA LILIS
MAGDHALENA LILIS Mohon Tunggu... -

perempuan.katolik.pices

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Solo di Balik Tinta (Seniman Lukis: Luluk Soemitro)

1 Januari 2014   18:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:16 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solo Dibalik Tinta

Luluk Soemitro seniman lukis Sriwedari

Gambar 1. Luluk Soemitro

Supel, ramah, kocak, enak diajak bicara. Kesan pertama ketika bertemu muka dengan seniman lukis yang sudah berkepala tujuh di Sriwedari pada Kamis, 19 Desember 2013. Luluk demikianlah nama bekennya. Usia boleh tua tetapi semangat tetap muda. Inilah yang menjadi pendorong bagi Luluk untuk terus berkarya dan membawa nama  Solo sampai ke kancah internasional melalui Sanggar Lukis Warung Seninya yang bernama “Puja Sari”.

Sejak duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama), Luluk Soemitro oleh orang tuanya didaftarkan les pada sebuah sangar lukis. Lama-kelamaan lukis yang awalnya les menjadi hobi sekarang malah menjadi dunianya serta sebagai lahan pekerjaan Luluk Soemitro. Dari lukis juga beliau dapat menciptakan pelukis-pelukis yang sangat hebat.

Berawal dari kelompok tujuh, pada tahun 1993 mendirikan sebuah Wisma Seni. Kelompok tujuh ini terdiri dari 7 orang seniman dari berbagai latar belakang seni yang berbeda. Bersama teman-temannya yang berjumlah enam orang, yaitu seniman teater bernama Boby Sarjowo, seniman musik Bambang Tedjo, seniman batik Suhe Sutanto, alm. Yuki seniman lukis, bengawan Hanjaya dan Luluk sendiri juga pelukis mendirikan sebuah Wisma Seni. Wisma seni dibuka oleh Gesang komponis pencipta lagu bengawan Solo dan alm. Drs. Murtijono yang saat itu menjadi ketua TBJT (Taman Budaya Jawa Tengah). Tujuh orang seniman kemudian membentuk sanggar lukis di Sriwedari. Setelah itu diadakan pertemuan lagi dan masing-masing  seniman membuka sanggar sesuai latar belakangnnya. Kini sanggar lukis di Sriwedari diteruskan oleh Luluk dan dibantu oleh anak-anaknya. Sanggar lukis itu sekarang diberi nama Sanggar Lukis Warung Seni “Puja Sari”.

Dari  tempat itu nama Solo menembus kancah nasional dan internasional. Coretan tinta pada kanvas membawa nama dia, anak didiknya, dan Solo memperoleh penghargaan berupa piala, piagam, dan nobel dari Singpura, Jepang, Australia dan Cina. Dari deretan puluhan lukisan di Sanggar Lukis Warung Seni ada lukisan yang sangat unik, yaitu lukisan keramaian kota Solo di Pasar Jebres tetapi orang-orang pada lukisan tersebut tanpa wajah. Lukisan tersebut tenyata mampu membuat dia memperoleh penghargaan dari Jepang padaakhir 2011.

Menurutnya pelukis aliran realis ini, melukis tidak akan pernah mati.

”Perputaran kehidupan itu tidak akan ada habisnya sama seperti melukis, banyak hal yang akan dilukis. Dari permintaan konsumen saya pernah melukis bayi, melukis sebuah keluarga, melukis wajah seseorang yang telah meninggaluntuk kenang-kenangan, melukis gambar kesukaan seseorang untuk kado ulang tahun dan lain-lain.”

Sebagai seorang pelukis dan guru, Luluk sangat bangga ketika anak didiknya lebih sukses dari pada dia dalam prestasi dan karir. Tidak hanya memperoleh penghargaan, sepertinya jaminan kemapanan pada profesi pelukis itu ada. Hal tersebut dibuktikan dengananak didiknya yang sering mengadakan pameran di Jakarta. Hal tersebutmerupakan suatu kebanggan, ada juga yang anak didiknya berprofesi sebagai dosen seni rupa di Universitas Sebelas Maret dan ISI Solo serta menjadi guru lukis yang tersebar di sekolah-sekolah Solo.

Melalui tangan dingin Luluk Soemitro ribuan lukisan tercipta, ratusan seniman terbentuk, puluhan pribadi mendapat pekerjaan sesuai hobinya. Luluk mengajar di Sangar “Puja Sari” seminggu dua kali yaitu pada hari Selasa dan Kamis. Anak didiknya mulai dari TK, SD, SMP, SMA hingga umum yang ingin belajar melukis silahkan saja datang, tangannya selalu terbuka lebar. Luluk Soemitro, mungkin gelar seniman tanpa tanda jasa patut ia sandang. Tak ingin meminta apapun dari jasanya yang telah membawa nama Solo dan anak didiknya sampai luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun