Mohon tunggu...
Yudha Saraswati
Yudha Saraswati Mohon Tunggu... -

Saya adalah wartawati lepas suku Arab Betawi generasi ke 10 Yaman Hadra, setia pada NKRI dan ingin perubahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Daffa Si Bocah Kurang Ajar Seharusnya Ditampar oleh Gubernur

23 April 2016   23:25 Diperbarui: 23 April 2016   23:42 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak yang bernama Daffa sekarang telah menjadi buah bibir dan tontonan sebagian besar masyarakat, begitulah mental bangsa ini. Begitu ada khabar burung atau yang sekarang dihembuskan lewat kampanye media sosial elektronika maka semua berbondong-bondong ingin menonton, mendengar dan berkomentar. Kebanyakan pola pikir warga adalah menelan mentah-mentah opini publik yang telah direkayasa oleh media informasi negeri ini. Saya heran mengapa media sedemikian teganya membentuk opini publik dengan menokohkan si bocah ini bagaikan pahlawan. Coba sekarang kita amati dalam-dalam analisa ini:

1. Bocah ini kurang ajar untuk ukuran anak seusianya yaitu dengan berbuat menghadang motor di trotoar dan arogan. Mana sopan santun sebagai anak kecil?

2. Jelas anak ini kurang terdidik dan terbimbing dari lingkungan sekitarnya, hal ini bukanlah kewenangan dia tapi pranata sosial yang lebih berhak. Dimana keberadaan dan kepedulian warga sekitar akan maraknya pemotor lewat jalur trotoar? Kemungkinan sekali kebiasaan ini telah berlangsung sejak lama.

3. Mengapa harus ada video merekam perbuatannya? Apakah tidak mungkin bahwa bocah ini diprovokasi oleh orang dewasa? Tidakkah ada unsur mencari popularitas disini?

4. Seorang petinggi daerahpun kurang mencerna akan perbuatan si bocah ini dengan istilahnya malah memuja bocah ini. Apakah pantas seorang bocah dengan temperamen tinggi mendapat simpati dari pejabat? Tidakkah ini akan menjadi motivasi bagi bocah lain untuk berbuat serupa?

5. Apa alasan warga membenarkan tabiat si bocah ini? Apakah ini pembenaran dari revolusi mental? Apakah begitu caranya mengubah kebiasaan jelek berlalu lintas dengan cara radikal?

6. Tidakkah petugas terkait malu dengan preseden ini? Anda terutama petinggi daerah di tempat tersebut seharusnya bukan hanya menertibkan pemotor yang lewat di atas trotoar. Tetapi anda juga sebaiknya merobohkan para penjual kaki lima yang setiap hari berjualan sepenuh lebar trotoar. Disini ada logika antara hak dan kewajiban. Tidakkah untuk menambah penghasilan petugas liar yang setiap hari mengutip para pedagang diatas trotoar bisa kita sikat? Jangan hanya petugas saja yang gemuk tetapi kami melewati trotoar harus naik turun di jalan raya karena terhalang oleh kandang para pedagang.

7. Bagi teman-teman para penggiat informasi atau para jurnalis, tolong setiap berita di saring lebih dulu, juga kita kaji lebih dalam apa motif seseorang mengunggah video atau foto ke jejaring sosial? Yang kita takutkan adalah nanti menjadi motif mengeruk uang dari pihak-pihak yang berkepentingan. Bahkan lebih buruk lagi ditunggangi oleh pihak lain untuk motif-motif tertentu seperti pencitraan atau sekedar menyesatkan substansi peristiwa nasional berskala besar.

8. Saya sangat prihatin sekali dengan arus informasi berita di negeri ini yang masih menampilkan kebodohan cara berpikir. Tidakkah kita masih ingat ada polisi yang melarat di daerah Bantul diekspos di media elektronika? Sampai-sampai ada seorang Kepala Daerah menghadiahkan sepeda motor dan lain-lain untuknya. Apakah begini cara pola pikir seorang pejabat yang dengan alasan ingin memperbaiki nasib seseorang maka denga ba bi bu memberi ini itu? Celakanya yang lain latah dan ikut-ikutan. Sekarang kalau kita mau jujur, mari kita cek keberadaan polisi itu sekarang. Yang jelas secara ekonomi lebih baik dari pemberian instan orang-orang yang berkepentingan dalam pencitraan. Padahal kita tidak tahu bukan? Mengapa polisi tersebut menjadi melarat? Secara itung-itung ekonomi mikro semestinya dia tidak semelarat itu apalagi polisi baru kemarin sore dan masih bujangan. Gaji polisi sudah cukup layak.

Masih banyak yang lain yang dengan alasan simpati dan kemanusiaan, mereka menangguk keuntungan. Masih ingatkah dengan Prita dan uang receh?

9. Saya mengetuk kepada segenap warga negara, tolong hentikan pola berpikir bodoh seperti ini. Mari kita sukseskan revolusi mental yang hanya jalan di tempat. Kita dukung dan kita ingatkan pemerintah untuk menjalankan janji-janji manisnya dulu. Sebagai warga negara yang baik sudah selayaknya kita berpartisipasi dalam membangun negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun