Mohon tunggu...
Magaretha Corliss
Magaretha Corliss Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Informatika di Universitas Pembangunan Jaya

Hobi menulis tentang psikologi, bisnis, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah UU ITE pasal 27B Dapat Digunakan untuk Korban "Revenge Porn"

2 April 2024   21:23 Diperbarui: 2 April 2024   21:29 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering kali menjumpai berita maupun kasus mengenai pembunuhan dan bunuh diri yang berkaitan dengan 'Revenge Porn' dengan mayoritas korban merupakan wanita, lambat laun hal ini menjadi perbincangan panas publik dimana selalu dikaitkan dengan Undang-Undang di negara kita ini. 

Pesatnya perkembangan teknologi saat ini tentu tidak jauh dengan istilah 'Jejak digital' dimana semua hal yang kita lakukan di internet dapat di sebarkan ataupun di salah gunakan oleh siapa pun itu. 

Lantas, mengapa revenge porn berkaitan dengan UU ITE pasal 27? Adakah contoh kasus revenge porn? Apakah UU ITE pasal tersebut dapat digunakan untuk membela korban? Dan apa tindakan yang telah dilakukan aparat hukum untuk menangani kasus ini? Mari kita simak.

Mengenal revenge porn

Revenge porn terjadi ketika seseorang mengunggah foto telanjang/semi-telanjang seseorang secara online, sering kali sebagai balas dendam setelah suatu hubungan berakhir. Revenge porn adalah tindakan balas dendam pelaku dengan menggunakan jejak digital seperti:

-          Foto atau video dari korban pada saat mereka berhubungan seksual,

-          Foto bugil korban saat sedang  mengganti pakaian,

-          Rekaman aksi pelaku saat melakukan pemerkosaan.

Korban dari pemerasan tindak kekerasan seksual atau perkosaan cenderung menutup diri karena malu dan takut dengan pendapat masyarakat umum yang cenderung memojokkan korban. 

Celah ini yang dipakai pelaku untuk memeras korbannya. Korban akan diancam foto atau videonya akan diunggah ke media sosial kalau tidak memberikan uang atau menuruti permintaan pelaku. 

Korban mendapatkan tekanan secara mental melalui sosial media dan masyarakat sekitarnya. Kemudian Korban akan merasa tidak percaya diri, takut berada di keramaian, depresi, merasa tidak aman hingga merasa putus asa dan ingin bunuh diri atau bahkan ingin membunuh pelaku.

Contoh kasus

Sebuah berita dari Okezone melaporkan suatu kasus di mana seorang pria ditangkap oleh Polsek Ngaglik karena mengancam akan menyebarkan video asusila mantan pacarnya. Pria yang diidentifikasi sebagai seorang pengangguran berusia 20 tahun, sebelumnya mengancam akan menyebarkan video dari wanita tersebut, yang juga berusia 20 tahun, jika wanita tersebut tidak menuruti permintaannya. Pasangan ini telah menjalin hubungan layaknya orang berpacaran selama sekitar satu tahun, berkomunikasi terutama melalui platform media sosial seperti Facebook dan WhatsApp. Hubungan tersebut mengalami pasang surut, dengan periode perpisahan dan rekonsiliasi.

Pria tersebut kembali menjalin kontak dengan wanita tersebut pada bulan Juli dan meminta uang sebesar Rp5 juta, mengancam akan membagikan video asusila wanita tersebut kepada keluarga, teman, dan media sosialnya jika wanita tersebut tidak menuruti permintaannya. Khawatir akan keselamatan dan privasinya, wanita tersebut memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Setelah melakukan penyelidikan dan menginterogasi korban dan saksi-saksi, polisi berhasil menemukan tersangka, yang ditangkap di Jalan Wahid Hasyim, Condongcatur, Depok, Sleman.

Keterkaitan 

Berdasarkan kasus tersebut ada beberapa undang-undang yang akan membela korban secara hukum. Negara Indonesia memiliki undang -- undang  yang melarang dan mengatur perihal pemerasan dan penyebaran elektronik dalam UU ITE pasal 27 yaitu :

27 a.

- Menyerang kehormatan atau nama baik  :perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut , termasuk menista dan / atau memfitnah.

27 b.

- Ancaman kekerasan : Informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.

- Ancaman pencemaran : ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.

Kasus tersebut memiliki keterkaitan dengan UU ITE pasal 27 a dan 27 b karena pelaku mengancam untuk melakukan pencemaran nama baik dan menyebarkan informasi elektronik milik korban yang bersifat privasi. Maka, UU ITE memberikan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Tindakan aparat hukum

Tindakan yang di lakukan oleh aparat hukum adalah menangkap dan menjerat tersangka dengan pasal berlapis, antara lain Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 UU ITE, tentang informasi dan transaksi elektronik, serta Pasal 368 KUHP. Polisi menyita sejumlah barang bukti dari tersangka, antara lain buku tabungan, handphone, kartu SIM, dan kartu bank. Tindakan AST membuat dirinya mendapat ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Karena korban mengalami kerugian mental yang signifikan dan luka yang cukup parah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pulih, bahkan mungkin hampir seumur hidupnya, saya rasa hukuman yang diberikan oleh aparat hukum dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah merupakan hukuman yang kurang berat bagi pelaku.

Kembali kita mengingat bahwa revenge porn merupakan suatu tindakan balas dendam dengan cara mengunggah foto telanjang/semi-telanjang seseorang secara online. Dengan contoh kasus yang sudah dilampirkan hal ini menunjukkan kerentanan korban terhadap penyalahgunaan teknologi. Pasal 27 a dan b UU ITE dapat digunakan untuk melindungi korban dan menghukum pelaku yang mengancam dengan kekerasan dan merendahkan nama baik korban. Contoh kasus yang ada telah menunjukkan kegunaan undang-undang dalam menangani kasus seperti ini dengan menangkap dan menjerat pelaku. Meskipun hukuman tertinggi adalah 6 tahun penjara dan denda sebesar 1 miliar rupiah, namun hukuman itu masih tidak sepadan mengingat efek psikologis jangka panjang yang dialami korban. Maka dari itu, kesimpulan dari dibuatnya artikel ini adalah dalam menangani kejahatan digital diperlukan kesadaran yang lebih besar dan penegakan hukum yang lebih tegas.

Daftar pustaka 

Bates, S. (2017). Revenge porn and mental health: A qualitative analysis of the mental health effects of revenge porn on female survivors. Feminist Criminology, 12(1), 22-42.

Permata, K., Lestari, M. A., & Azahra, S. Y. (2024). Analisis Yuridis dalam Fenomena Revenge Porn di Indonesia dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Korban. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(1), 5512-5519.

Banyumurti. 2024. Revisi Pasal "Perbuatan yang Dilarang" dan "Ketentuan Pidana" dalam UU ITE No. 1 Tahun 2004. Diakses pada 25 Maret 2024, pukul 18.05 dari web https://www.banyumurti.my.id/2024/01/revisi-uuite-2024.html?m=1

Jurnalis -- krjogja.com. 2021. Ancam dan Peras Mantan Pacar dengan Sebar Foto Telanjang, Pria Ini Ditangkap Polisi. Diakses pada 25 Maret 2024, pukul 20.38 dari web https://news.okezone.com/read/2021/07/21/510/2443575/ancam-dan-peras-mantan-pacar-dengan-sebar-foto-telanjang-pria-ini-ditangkap-polisi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun