Mohon tunggu...
Maftuhi Firdaus
Maftuhi Firdaus Mohon Tunggu... -

Ganggadata

Selanjutnya

Tutup

Money

Era Ekonomi Digital: Penerapan Pajak E-Commerce

29 Agustus 2017   11:20 Diperbarui: 29 Agustus 2017   11:39 2488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://telko.id

Oleh : Maftuhi Firdaus

Email : Firdausmaftuhi@gmail.com

29 August 2017

Perkembangan sistem berbelanja saat ini menjadi hal yang menarik untuk diamati. Karena terjadinya pergeseran trend berbelanja yang dahulu secara konvensional harus bertatap muka dan langsung mengunjungi lokasi penjualan untuk mendapatkan barang yang diinginkan, kini hal tersebut berubah menjadi ternd berbelanja digital atau online(e-commerce). Hal ini dipicu oleh berkembangnya sistem telekomunikasi yang kian hari kian canggih dan kini berkomunikasi sangat mudah dan dapat dengan mudah diakses melalui smartphone.

Data terakhir jumlah penguna internet tahun 2016 terjadi penngkatan dari tahun tahin sebelumnya yakni sebesar sebesar 132,7 juta jiwa atau 50 persen lebih dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 256,2 juta jiwa. Tentunya e-commerce diprediksi akan terus berkembang seiring dengan peningkatan penggunaan internet masyarakat Indonesia.

Melihat hal ini sangat besar sekali potensi e-commerceuntuk berkontribusi dalam peningkatan pendaptan negara melalui instrumen pajak, skema yang digunakan tentunya skema pajak pada umunnya yakni pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Dan kabar baiknya pemerintah sedang meramu formula yang akan diterapkan dalam pajak bisnis online. Namun pemerintah melalui kementian keuangan dan dirjen pajak harus merancang formulasi dengan hati-hati untuk penerapan pajak pada bisnis berbasis digital ini.

Karena jika melihat komposisi yang bermain dalam bisnnis e-commerceini tidak semua penjual yang tergabung dalam sebuah model aplikasi jual beli bermodal besar. Banyak diantaranya usaha kecil menengah (UKM) dengan modal kecil berbasis industri rumahan dengan berjumlah kayawan dibawah 5 orang. Tentunya penerapan pajak pada UKM tersebut harus memalui riset yang cukup lama dan mendalam. Memang dengan tumbuh pesatnya bisnis digital merupakan angin segar bagi pemerintah tetapi harus harus berhati-hati dalam pengaplikaisnnya.

Pengklasifikasian kebijakan pajak pada bisnis yang bermodal besar serta berpengasilan besar harus dibedakan dengan bisnis yang bermodal dan berpenghsilan menengah atau dengan bisnis kecil yang berpenghasilan serta bermodal kecil. Pajak bisa digunakan kepada pedagang yang bermodal besar dan berpengasilan besar sampai pedangang yang bermodal dan  berpengasilan menengah. Ini mengacu pada pertumbuhan dan perkembangn bisnis berbasis digital tersebut.

Dengan asumsi pengenaan pajak pada pelaku bisnis besar dan memengah tersebut karena melihat pendapatan yang diterima pertahunnya. Sedangkan pada pebisnis dengan modal dan penghasilan kecil skema kompensasi atau tidak dikenakan pajak berasumsi dana yang diperoleh sebagai keuntungan tersebut digunakan untuk memperbesar dan meningkatkan volume penjualan setiap tahunnya. Ini cukup adil karena jika pebisnis sedang kecil dan memengah dikenakan pajak sesuai presentase yang telah disesuaikan dengan jenis dan penghsilan bisnis tersebut khawatir akan membuat bsnis kecil tersebut bangkrut. Hal ini merupakan skema pajak dan kompensasi guna merangsang pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

Selanjutnya dalam hal penerapan pajak ini pun harus menyeluruh pada semua apllikasi atau jejaring sosial yang dijadikan tempat berjualan online. Jangan hanya memfokuska diri pada website yang mengkhususkan pada jual beli online (e-commerce), tetapi juga pada websitesosial media yang banyak digunakan penjual untuk menawarkan prodaknya seperti Facebook, Twitter, Instagram. Jikalau hanya pada website jual beli saja dikhawatirkan akan terjadi polemik dan berimbas pada penurunan jumlah pebisnis online yang juga akan mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Oleh karena itu pemerintah perlu berfikir cermat terkait rencana penerapan pajak pada bisnis e-commerce, karena dalam segi target penerimaan pajak pemerintah tahun 2018 menargetkan sebesar 1.609,4 triliun rupiah, naik 9,3 persen  dari tahun 2017 sebesar 1.472,7 triliun rupiah yang sampai saat ini pun target penerimaan pajak tersebut belum maksimal.

Dengan mempertimbangkan target sasaran kebijakan pajak e-commerce dengan hati-hati, bukan hal yang mustahil untuk mencapai  target pendapatan pajak atau setidaknya bisa mendekati angka yang sudah ditentukan pada RAPBN 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun