Ibadah Haji merupakan panggilan suci yang diimpikan setiap Muslim. Begitupun impian saya untuk bisa sampai di tanah suci ini pada usia muda, dengan fisik dan jiwa yang kuat agar bisa menjalankan ibadah dengan lancar.Â
Haji adalah perjalanan spiritual yang membutuhkan bekal iman dan taqwa, serta cukup materi. Berbeda dengan rukun Islam lainnya yang dapat dijalankan pada waktu yang ditentukan dan dapat dilakukan di manapun. Rukun Islam kelima ini hanya bisa dilakukan pada waktu dan di tempat yang telah ditetapkan, yakni bulan Dzul Hijjah di Kota Mekkah al Mukarromah, letak Baitullah atau Ka'bah berada. Itulah kiblat kaum muslimin di seluruh dunia. Â Â Â
Haji merupakan ibadah yang bersifat maliah mahdhoh atau membutuhkan harta benda. Sehingga untuk dapat menunaikan rukun Islam secara paripurna ini hanya diwajibkan bagi yang mampu atau kuasa. Islam tidak mewajibkan ummatnya dengan sesuatu yang tidak mampu dikerjakan. Namun jika memiliki kemampuan materi untuk melaksanakan ibadah haji, maka segera lakukan dan jangan menunda-nunda untuk menyempurnakan agama Allah.
Kewajiban ibadah haji dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,Â
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97)
Menurut Imam Ibnu Kastir, ayat di atas merupakan dalil yang dijadikan dasar kewajiban haji oleh kebanyakan ulama. Sebagian ulama lain menjadikan surah Al Baqarah ayat 196 sebagai dasar kewajiban haji.
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian karena Allah." (Al Baqarah: 196)
Sementara itu, hadis yang dijadikan dasar kewajiban haji adalah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah;
"Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan dan melakukan haji ke Baitullah bagi orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana."
Bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci adalah cita-cita besar yang didambakan oleh sebagian besar umat Islam. Namun apalah arti cita-cita bila tidak disertai dengan keinginan yang besar, keyakinan kuat, dan langkah nyata dalam mewujudkannya. Langkah nyata inilah yang harus kita rencanakan sejak dini. Â
Banyak yang berkeinginan, namun mereka masih menunda-nunda. Seperti menunggu hari tua, menunggu anaknya besar, menunggu taubat nasuhah dan terus menunggu. Sementara, antrean pendaftaran calon jamaah Haji di Indonesia yang semakin meningkat, butuh puluhan tahun untuk dapat giliran berangkat. Kalau kita tidak menyegerakan atau menyiapkan diri sejak dini, maka kapan kita dapat kesempatan berkunjung ke Baitullah.
Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad, Rasulullah bersabda, "Hendaklah Kalian segera mengerjakan ibadah haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari halangan yang dirintanginya."
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, karena hanya Allah yang Maha Menentukan. Meskipun demikian, kita tetap harus ikhtiar dan menyusun rencana masa depan hidup kita menjadi lebih baik. Â Jika haji sudah menjadi cita-cita, maka luruskanlah niat untuk mewujudkan cita-cita itu. Apapun yang kita awali dengan niat yang baik, maka Allah akan membukakan jalan menuju kebaikan itu. Ketika Allah telah meridhai niat kita yang ikhlas, maka serta-merta Allah akan memudahkan urusan kita ke tanah suci, baik dari persiapan ataupun saat menjalankan ibadah haji.Â
Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda,"Allah Ta'ala berfirman,'Aku tergantung persangkaan hamba kepada-Ku. Aku bersamanya kalau ia mengingat-Ku. Kalau dia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diri-Ku. Kalau dia mengingat-Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. Bukhari).
Niat sungguh mendasari langkah kita. Bulan lalu, Alhamdulillah saya diberi Allah kesempatan untuk mengunjungi Baitullah dengan ibadah umrah. Saya sangat bersyukur bisa menginjakkan kaki di tanah jejak para Nabi di usia saya yang masih muda, dengan fisik dan kesehatan yang prima, sehingga ibadah pun lancar. Â
Jika menilik (muhasabah) tentang siapa diri ini, seberapa besar kemampuan yang saya punya, rasanya tidak mungkin bisa berangkat secepat ini. Anugerah ini seakan terlalu Agung dan sulit dipercaya. Namun Allah Maha Tahu tentang kesungguhan hati dan apa yang dibutuhkan hamba-Nya.
Ketika saya berbicara tentang kesungguhan atau niat yang lurus, sebagian orang berpikir lain. Mereka berpikir bahwa saya didukung dengan banyak materi. Secara materi, saya termasuk orang yang cukup. Cukup untuk biaya paket perjalanan yang saya ambil, cukup untuk mengurus segala dokumen yang diperlukan. Cukup itu dan saya bersyukur. Dengan kesungguhan niat, Allah akan membimbing dan memudahkan kita  untuk memperoleh jalan rezeki untuk sampai ke tanah suci.
Banyak orang yang lebih mampu secara materi daripada saya. Namun materi tanpa niat, tidak akan mengantarkan seseorang bisa sampai di tanah suci. Sebab Allah tidak memanggil yang mampu tapi Allah memampukan yang terpanggil. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang terpilih untuk selalu merindukan Baitullah.
Segala bentuk kebaikan ataupun ibadah yang kita tunaikan di kota yang disucikan ini, pahalanya akan berlipat-lipat. Seperti melaksanakan shalat di Masjidil Haram, pahalanya sama dengan 100 ribu kali daripada shalat di masjid lain.Â
Diriwayatkan dari Jabir ra., Nabi bersabda:
"Shalat  di Masjidil Haram lebih baik dari seratus ribu kali shalat di masjid lain."
Mekah adalah bumi yang paling dicintai Allah. Sebab inilah saya kembali berikhtiar dan berharap Allah mengundang kembali untuk datang sebagai jamaah haji.
Kini, saatnya berhaji dengan perencanaan yang matang. Setelah niat kita jadikan sebagai pedoman, maka langkah berikutnya yang harus kita persiapkan adalah dana. Karena ibadah haji membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kendati demikian, tidak menyurutkan semangat ummat Islam untuk berangkat ke tanah suci, tak terkecuali bagi hamba-Nya yang bertaqwa. Ketaqwaan adalah bekal utama dalam menjalankan ibadah Haji atau umrah, tanpa bekal taqwa ibadah ke tanah suci hanyalah sebuah perjalanan pariwisata. Lebih dari itu, sejatinya haji yang dikerjakan karena Allah semata, balasannya tiada yang lain kecuai surga. Haji yang mabrur menjadikan hidup penuh berkah. Â
Saat ini kita sudah diberikan kemudahan untuk persiapan haji kita dengan membuka Rekening Tabungan Haji di Bank Danamon Syariah. Prinsip Syariah di sini adalah bagi hasil (Mudharaba) dalam mata uang Rupiah yang disediakan khusus untuk mewujudkan keinginan niat suci dalam menunaikan ibadah haji.
Setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ini sebesar Rp 25 Juta dan terhubung secara online dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) milik Kementerian Agama Republik Indonesia. Nasabah akan secara otomatis masuk ke daftar antrean nomor porsi haji sembari mempersiapkan keseluruhan dana. Di samping itu, nasabah Danamon Syariah juga dapat melakukan tarik tunai ATM dengan mata uang Real saat berada di Arab Saudi secara gratis melalui jaringan ATM Mastercard electronic.
Produk Tabungan Haji ini merupakan komitmen dari Bank Danamon untuk senantiasa memberikan layanan terbaik dan menyediakan solusi kebutuhan nasabah yang memenuhi aspek dan prinsip syariah. Melalui 412 cabang jaringan Bank Danamon, baik cabang Syariah maupun cabang layanan Syariah di seluruh jaringan kantor Bank Danamon yang berlogo iB (Islamic Banking) diharapkan pula bisa menjadi solusi bagi para nasabah untuk mewujudkan impian ibadah menjalankan rukun Islam kelima, haji. Â
Selain niat dan ikhtiar kita dengan mulai membuka rekening tabungan haji di Bank Danamon Syariah, fisik dan mental yang prima guna mendukung jamaah untuk menjalankan ibadah haji berserta amalan-amalannya selama di tanah suci. Kita tidak perlu menunggu usia tua baru mendaftar, karena dalam ibadah ini dibutuhkan tenaga yang kuat sebagaimana kita meneladani Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail. Pun demikian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Usia yang renta dikhawatirkan tidak bisa menjalankan rukun ibadah haji dengan sempurna. Untuk itu, apabila rezeki sudah datang menghampiri, maka tidak perlu kita menunda-nunda. Usia muda cenderung memiliki energi dan semangat yang tinggi  dalam berlomba-lomba menuju kebaikan, khusus dalam menjalankan rangkaian ibadah di tanah suci, baik sunnah maupun wajib.Â
Agar ibadah kita diterima oleh Allah, maka sebelum beribadah sebaiknya kita pelajari dan mendalami apa saja yang harus dilakukan dalam haji. Jangan malu bertanya tentang apa saja yang tidak diketahui agar kita benar-benar tahu tata cara haji sesuai yang disyariatkan. Â
Tunaikan haji semata karena Allah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan tutur kata dan amalan yang disukai Allah di tempat-tempat yang mulia tersebut. Jangan sampai melakukan haji demi meraih dunia, mendapat gelar haji, riya', sum'ah ataupun membanggakan diri.Â
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niat, dan seseorang akan dibalas berdasarkan apa yang diniatkan."
Penuhilah panggilan-Nya dengan meluruskan niat karena Allah Ta'ala dan semoga mabrur.
Maftuhah Hamid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H